File 1

116 27 16
                                    

"Uwaw, gede ya rumah sepupu lo."

Baik gue, Rama, maupun Dehan melotot, merhatiin bangunan ber-cat putih bertingkat tiga yang berdiri megah tepat di depan mata kita. Gak cuma bangunan yang bikin kita mendadak lupa cara berkedip, taman seluas lapangan SMA Kreker juga menarik perhatian para cowok-cowok kampungan ini dan jangan lupakan patung air mancur yang terletak di tengah taman sebagai penyambut tamu.

Berasa menginjakkan kaki di surga.

"Halo, ikan," sapa Dehan random sambil melambaikan tangan pada sekumpulan ikan koi di kolam deket pancuran. Makin lama kewarasan Dehan gue pertanyakan. Mungkin dia lelah mempelajari sejarah, makanya jadi begini.

"Sehat, Han," tanya gue.

Bukannya ngejawab, Dehan malah meragain gerak mulut para ikan itu, bahkan ikan-ikannya diajak ngobrol pake cara gak wajar, "blubuk blubuk blubuk?"

"Fix gak sehat," kata Rama.

"Lo enggak bimbel, Ram?"

"Gampang, bolos sekali doang, gak ngapa kan?"

"Nanti kalo gagal lagi masuk Universitas Depok nangis."

"Yaudah gue masuk Loen atau enggak Naver. Di Loen ada jurusan design, kan?"

"Hmm, ada."

"Btw, ini gak papa kah kita-kita ini masuk ke rumah sepupu lo, Jer," seru Dehan yang udah kembali ke kenyataan. Karna jarak antara kita dan Jeremi berjauhan, Dehan agak sedikit berteriak.

"Gue dah bilang ke Pak Yang Yang kok, kalau kita mau mencari tahu sesuatu." Jeremi membuka pintu rumah lebar-lebar. "Tapi ada syaratnya."

"Apa?"

"Gak boleh lebih dari dua jam."

"Gue penasaran deh, Pak Yang Yang itu sebenernya siapa?"

"Sekretaris keluarga Bella. Nyokap bokapnya kan sibuk, jadi urusan Bella dan rumah ini ada di tangan Pak Yang Yang. Yok masuk."

Kita bertiga berjalan masuk ke dalam rumah dan lagi-lagi disambut dengan pemandangan indah, alias perabotan rumah yang mewah dengan harga selangit. Rama langsung menghempaskan badannya ke atas sofa. Mengambil remot yang terjepit di antara bantal dan nyoba mencet asal, terus sofa itu langsung berubah fungsi menjadi sofa pijet, "Anjay sofanya geter. Gue jual mayan, nih."

Rama auto kena gaplok Jeremi.

Di sisi lain, gue dan Dehan berjalan ke arah dapur buat cuci tangan.

"Mana kerannya..." Dehan ngeraba-raba wastafel dan tiba-tiba ada air yang ke luar pas tangannya terjulur ke arah tumpukan batu di pingiran wastafel.

"Uwooo!! batunya keluar air!!" Refleks gue sama Dehan barengan ngomong gitu. "Batu ajaib!"

"Ges..ini tuh ada sensor otomatisnya. Kalian tinggal di goa atau gimana dah?" Jeremi sabar banget ngadepin kita. "Udah, udah kalian berhenti maen air. Rama juga berhenti mencet-mencetin remotnya."

"Bentar kak, sofanya geter-geter, enak."

"Yeuh, Joko."Jeremi menepuk jidat, ngerasa salah ngebawa anak-anak macem kita ke rumah mewah, "Inget, tujuan kita ke sini mau ngapain?"

"Gue gak tau hehe."

"Yeuh, kaga nyimak lo, Ram. Han," Dehan yang lagi meneliti batu wastafel nengok pas dipanggil, "Coba kasih tau Rama, kita di sini mau ngapain?"

"Oh iya, hampir lupa." Sejenak cowok berlesung pipit itu menatap gue yang lagi bersandar pada kulkas.

"Kenapa jadi natap gue?"

To be With U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang