File 23

80 13 1
                                    

"Ada sebuah rumor yang terkenal di Universitas Naver, namanya gerbang iblis." Dehan sebagai pemateri pertama, mengawali presentasi dengan dengan dongengan horor plus seulas senyum misterius, "Gerbang itu letaknya di sekitaran danau kampus dan katanya...kalo memiliki dendam, kita bisa berdoa di sana lalu orang yang kita doakan akan lenyap. Menariknya, rumor ini ternyata punya berbagai macem versi. Denger-denger di versi lain, justru si pemohonlah yang akan lenyap. Tapi ada yang bilang juga...dua-duanya bisa lenyap. Kira-kira kenapa rumor itu bisa muncul?"

Gue menggarisbawahi nama Emma dan Anya.

"Pada tahun 2015, salah satu mahasiswi Naver, Emma, dinyatakan menghilang, disusul dengan menghilangnya Anya di tahun 2018. Orang-orang berspekulasi bahwa lenyapnya kedua orang ini ada kaitannya sama gerbang iblis dan kita akui, bukti-buktinya cukup valid." Dehan menjejerkan foto-foto di atas meja, "Coba liat ini."

Mas Putra ngambil satu foto, "Ini..."

"Gelangnya Emma," ucap gue dan Dehan berbarengan.

"Ah!" Mas Gilang menjentikkan jari, "Put! Ini yang kita liat kemaren di ruang arsip. Modelnya sama."

"Oh iya, pantes kayak pernah liat. Kalian punya gelangnya secara fisik?"

Gue menggeleng, "Gelang ini disimpen di rumahnya. Ibunya yang megang. Kita cuma bisa ngefoto doang."

"Berdasarkan apa yang kita denger, gelang ini ditemuin di sekitaran danau beberapa hari sesudah kejadian. Makanya rumor itu bisa muncul, tapi kita belum tau siapa orang pertama yang nyebarin rumornya." Dehan menyambung omongan gue sambil menandai poin-poin di papan tulis, "Selain gelang, katanya puisi bikinan Anya ada kaitannya juga sama gerbang iblis karena itulah rumor ini bisa semakin besar dan semakin populer di kalangan mahasiswa-mahasiwi Naver."

"Mereka gak beneran diculik iblis, kan?"

"Enggak. Ini perbuatan manusia karena pas kita coba nyari tau soal puisi itu, suprisingly....nyambung sama kasus penculikan Bella." Dehan menarik garis yang gue buat tadi, menjadikannya gambar anak panah berukuran besar yang menunjuk nama Bella, "Van, tolong ambilin barang bukti kedua."

"Okeh." Amplop berisi omikuji gue pamerin ke semua orang, "Kita nemuin ini di dalem kamar Bella, kertas ramalan nasib, omikuji."

Gue mengeluarkan omikuji dari amplopnya, menunjuk bagian yang distabilo. Dehan juga nunjukin puisi buatan Anya ke mereka, "Kalo kalian baca, di puisi ini ada tulisan kayak begini, bagai musim panas yang datang kala badai pergi. Nah, di omikuji juga ada tulisan yang bunyinya sama persis. Menurut dugaan kita....Emma, Anya, dan Bella...mereka semua dapet kertas ramalan ini dari seseorang. Makanya, Anya bisa tau kata-kata ini dan mengambilnya sebagai referensi menulis puisi."

"Bagai musim panas....yang datang kala badai pergi...?" Alis Mas Putra berkedut, "Artinya apa tuh?"

"Dari yang kita tangkep, badai melambangkan masalah, kesialan, kekacauan, sedangkan musim panas melambangkan suatu titik di mana kita bisa overcome dari situasi tersebut," jelas gue.

"Hah....?" Mas Gilang berhenti nyatet di laptop. Orang-orang dari divisi empat aja udah nyerah dari tadi atau lebih tepatnya gak peduli. Mereka malah sibuk minum air kemasan yang dibagiin sama Jeremi. Toh, tugas utama mereka bukan mecahin kasus ini, melainkan ngelindungin Mbak Arumi dan Nathan. Sejauh ini pun kondisi terpantau aman.

"Yuk, liat ke sini dulu, yuk." Dehan ngajak Mas Putra sama Mas Gilang buat baca jurnalnya.

Kedua detektif itu selama beberapa menit ngebaca dengan cermat data-data para korban.

"Kalian ngerasa ada yang aneh gak? ketiganya punya kemiripan. Coba tebak deh, dimana letak kemiripannya."

"Kalo itu sih gampang, mereka semua perempuan," tebak Mas Gilang asal-asalan yang langsung kena geplak sohibnya.

To be With U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang