Lilin dan martabak

134 35 36
                                    

apakah aku update terlalu cepat...

=====

Jaket siap, masker siap, kacamata hitam siap. Benda-benda itu gue pake buat berkamuflase, biar Nathan gak mengenali gue. Begitu ke luar dari gedung, gue berjalan sambil celingak-celinguk. Inget, waspada itu penting, walaupun belum tentu Nathan ada jadwal di hari ini, gue harus mempersiapkan diri. Kalau kalian lagi ngutang mungkin kalian bisa pake cara kayak gue.

Yes..aman, gak ada dia.

Gue menghela napas lega. Pengen melanjutkan perjalanan, sayangnya takdir berkata lain.

Sret! Tas ransel gue ditarik oleh seseorang, ngebuat gue mau gak mau ikut ketarik.

"Mau sampe kapan lo sembunyi?" Suara dingin Nathan sukses bikin gue merinding.

"Eh...Nathan...selamat siang menjelang sore..." Agak takut, gue menjawab dan berbasa-basi, "Lo pulang naik apa?"

Tangan Nathan terulur dengan telapak tangan menghadap ke atas, "Mana? lima ratus ribu."

"Em..jadi gini..."

"Lo mau bilang, duit lo lagi gak ada dan minta gue buat nunggu beberapa hari lagi?" Dukun sama cenayang itu sama gak sih? Nathan kok bisa ngebaca pikiran gue. "Enggak, hari ini udah jatuh tempo. Apapun yang terjadi, lo harus bayar."

"Nathan, gue beneran gak ada uang...please, kasih gue waktu atau enggak, ada cara lain buat ngebayar tanpa pake duit?"

"Ada."

"Serius?"

"Lo gue jadiin tumbal buat ritual pengusiran sore nanti."

"Ya...jangan gitu juga. Gimana kalau gue jadi supir pribadi lo deh. Gratis."

"...."

"Atau gue kerjain semua tugas lo deh."

"...."

"Lo suruh gue ngapain aja, gue mau. Suwer."

Nathan masih aja diem dengan tatapan se-runcing golok lalu tiba-tiba cowok itu mendapat telepon. Kesempatan dalam kesempitan, gue pelan-pelan melangkah menjauh, tapi gagal. Nathan megangin kerah baju gue.

"Iya, ma," jawab Nathan. Gue gak bisa nebak apa yang lagi diomongin sama orang di seberang sana, namun reaksi Nathan menunjukkan bahwa ada suatu masalah yang harus diselesaikan. Dia bahkan memijat pangkal hidungnya, frustasi. "Lagi? Ma, tahan dulu ya. Aku nanti cariin orang lain."

Lama dia melamun sambil menerima telepon, mungkin aja pintu hidayah mulai terbuka, "Tunggu..."

Cowok dukun itu untuk kesekian kalinya memandangi gue. Firasat gue gak enak, serius.

"Aku punya kenalan kampus yang cocok," kata dia kemudian mematikan sambungan telepon. "Lo tadi bilang..bakal ngalakuin apa aja yang gue suruh, kan?"

Gue menggigit bibir. Salah ngomong....

"Iya.." Bodohnya gue iyain.

"Ikut gue." Dia berjalan ke luar dari kampus dan terpaksa gue mengikutinya. Kita berjalan lurus menyusuri jalanan. Gue sampe bingung, mau dibawa ke mana. Apalagi pas berhenti di station busway.

To be With U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang