Epilogue

93 13 16
                                    

Welkam bek eric anakku!!

====================

Seminggu berlalu sejak kasus gerbang iblis dinyatakan selesai. Keseharian kita yang sebelumnya diisi banyak masalah rumit nan pelik, berangsur-angsur normal. Gak ada lagi yang namanya penyelidikan, gak ada lagi analisis-analisis ribet yang bikin otak kusut karena Inoue Masahiko, Inoue Katsuo, dan Bu Wanda berhasil kita jeblosin ke penjara tanpa harus ngejalanin persidangan yang alot. Soalnya semua bukti yang kita punya terlalu kuat buat dibantah, bahkan Bu Wanda yang terlibat kasus, ikut mengakui dosa-dosanya.

Oh iya, sama satu lagi, ilmu perdukunan yang mereka punya mendadak lenyap dan gak bisa dipake gara-gara ritual pemurniannya Mbak Arumi. So...mereka gak bisa ngapa-ngapain, selain duduk patuh di meja pengadilan.

Sementara itu, Bella yang menjadi korban mereka, sekarang udah ada di posisi aman dan lagi ngejalanin pengobatan buat menghapus rasa traumanya. Pak Yang Yang juga, nyawanya berhasil diselamatkan. Kalau kalian inget, bapak sekretaris itu sempet kena kutuk, kan? gue kaget banget waktu dia dateng ngejenguk dengan sosok yang gagah seperti biasa, gak ada luka biru di lehernya. Usut punya usut, ternyata Om Chakra yang nyembuhin Pak Yang-yang dari kutukan itu.

Pokoknya, semua orang sekarang udah fine-fine aja. Contoh lainnya adalah gue. Setelah sebelas hari diopname, akhirnya kondisi tubuh ini mulai kembali vit dan dibolehin pulang, dengan catatan, gak boleh kebanyakan gerak dulu buat beberapa minggu ke depan. Soalnya, kata dokter, luka gue cukup parah.

Tapi percayalah, seorang Vano masih bisa main bola bekel sampe adu jotos-jotosan selama dirawat di rumah sakit. Dan kalo kalian berharap gue bakal langsung pulang ke rumah....

Jawabannya, enggak.

"Kamu beneran enggak papa, nemenin saya ke makam?"

Gue mengangguk sekali, "Saya udah lama gak keluar ruangan, jadi sekalian cari angin."

Mbak Arumi memasang tampang khawatir, "Nathan, tolong pegangin Vano. Mama takut dia pingsan di tengah jalan."

"Harus banget, ya," tanya dia ogah-ogahan.

"Pegangin doang apa susahnya, sih?" Mendapatkan tatapan intimidasi dari Mbak Arumi, dengan terpaksa, Nathan menautkan tangannya di lengan gue sambil merengut. Anehnya, sifat Nathan yang asem manis begitu justru selalu keliatan lucu di mata gue.

"Hehe..."

Nathan nengok ke gue, "Apa sih, ketawa-ketawa begitu?"

"Lucu aja." Gue mengusak-ngusak rambutnya. Cowok dukun itu memegangi bagian kepalanya yang disentuh sama gue barusan kemudian langkah kakinya melambat, "Ngomong-ngomong, lo belom cerita soal ritual pemurnian kemaren. Jadinya gimana?"

"Ah...itu? enggak ada yang penting-penting banget buat diceritain. Paling ini sih, Emma sama Anya ngasih pesan buat lo. Katanya, makasih. Berkat lo...mereka bisa pergi dengan tenang." Nathan menjatuhkan pandangannya ke bawah. Netranya yang berwarna hazel nampak memancarkan kesedihan.

"Kalo mereka udah bebas, kenapa lo sedih begini?"

"Gue...agak merasa bersalah aja, soalnya Inoue-" Agak berat menyebutkan namanya, kepala Nathan tertunduk semakin dalam, "Inoue Masahiko...dia, ayah gue. jadinya, gue ikut ngerasa bertanggung jawab."

Gue melebarkan mata.

"....Mbak Arumi udah cerita ke lo?" bisik gue pelan, arah mata gue tertuju pada Mbak Arumi yang berjalan satu meter lebih cepet di depan kita, "Semuanya?"

"Iya, semuanya."

"Berarti, lo juga tau tentang Eric?"

"Makanya hari ini gue ikut ke sini. Lo pikir gue ke sini buat apa?"

To be With U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang