File 18

96 18 23
                                    

"Itu tempatnya?" Gue memarkir mobil pinjeman dari Satria, tepat tujuh meter di depan bangunan minimalis dengan gerbang yang terbuat dari kayu berwarna coklat terang. Di atasnya ada lampu bertuliskan kakao beauty and health yang bersinar cukup terang pada siang hari seperti ini.

"Kata mbak maps, anda telah sampai di lokasi tujuan." Jeremi meniru suara mbak-mbak penunjuk jalan dan Dehan mangut-mangut mengiyakannya.

Sekilas tempat ini kayak klinik kecantikan biasa. Tapi kalau diliat-liat lagi, lumayan sepi dan tertutup.

"Eh, liat deh." Rama menyuruh kita nengok ke luar jendela. Dia menunjuk seorang perempuan yang keluar dari klinik, mengenakan masker putih dan jaket tebal yang menyelimuti tubuhya. Namun, yang gue lirik daritadi bukan pakaian atasnya melainkan rok abu-abu si cewek itu.

"Anak SMA." Dehan juga terfokus ke hal yang sama.

"Masih SMA udah bunting?"

"Ih!" Dehan nyentil dahi Rama, "Lo kalo ngomong pake filter dong. Emangnya dia kucing?"

Jeremi ngetawain juniornya yang kena omel, "Syukurin. Makanya, gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, Ram. Bukan bunting, tapi tekdung-adaw!"

"Lo juga jangan ngadi-ngadi ya, Jer!"

"Maaf, paduka." Kompaknya dua anak ini.

"Gimana, Van? sejauh ini ada yang bikin lo curiga, gak?"

Gue yang lagi memotret bangunan klinik itu, memberikan isyarat tunggu sebentar menggunakan tangan lalu mencondongkan badan ketika melihat bapak-bapak bertubuh gempal menongolkan kepalanya seperti tengah memeriksa keadaan. Setelah itu, ia menutup rapat gerbangnya.

Gelagat yang cukup mencurigakan.

"Gue rasa, penjagaannya cukup ketat. Agak susah nyelinap ke sana," kata gue sambil menatap Dehan, soalnya dia yang mengajukan diri buat menggali bukti. Tapi cowok berlesung pipit itu sama sekali gak merasa takut.

"Kalo soal itu..." Jeremi memamerkan wig dan rok rampel panjang se-mata kaki dengan tampang sok jeniusnya, "Gue sama Dehan udah prepare."

"Han, jangan-jangan....lo nyamar jadi cewek...?"

"Dan pura-pura jadi pacar gue," sambung Jeremi.

Dehan mengangguk mantap.

Pantesan hari ini dia pake kaos panjang warna pink.

"Begini kira-kira skenarionya....gue sama Dehan nanti bakal ke meja administrasi dan bilang kalau kita dateng ke sini atas rekomendasi Bu Wanda. Mulai dari situ Dehan bakal ngatur alur pembicaraannya buat mancing petugas itu membeberkan informasi soal Bu Wanda. Gue bakal rekam dan kirim voice note-nya ke kalian."

"Kalo Kak Dehan yang maju sih, gue percaya orang itu bakal keceplosan. Gue jadi gak sabar. Kalo bukti kuat udah ada di tangan kita, otomatis kita punya kekuatan buat ngancem Bu Wanda."

Gue menghembuskan napas gugup. Bukannya gue gak mempercayai kemampuan Dehan...tapi entah mengapa gue punya firasat kalau Masahiko dan Bu Wanda gak akan meninggalkan detail sekecil apa pun.

"Tangan gue tiba-tiba dingin," ungkap Dehan sebelum keluar dari mobil.

"Pasti bisa. Kalau ada apa-apa kontak kita aja."

"Kita pergi, ya." Jeremi turun lebih dulu, disusul Dehan yang udah lengkap dengan outfit penyamarannya. Mereka berdua melangkah memasuki klinik itu tanpa halangan. Bahkan sang penjaga yang barusan menampakkan diri, tersenyum ramah menyambut mereka.

Bagi gue, semua ini terasa salah.

Kalau jadi Masahiko, strategi apa yang akan gue susun? Dia pasti udah mengira, tempat ini bakal diselidiki oleh polisi ataupun detektif.

To be With U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang