File 3

120 30 15
                                    

Suasana canggung menyelimuti cafe. Di antara kita berempat gak ada yang bersuara bahkan Bagas sekalipunーyang gak paham dengan situasi saat ini. Dia hanya menaikkan alis kebingungan, menunggu gue menangani hal ini. Di sisi lain, Rama masih memandangi Nathan.

"Salah orang," ucap Nathan singkat, tapi menusuk. Dalam hati gue meringis, merespon sifat dingin cowok itu.

Sambil terbatuk pelan gue berusaha menjelaskan, "Uhm...Ram, kenalin ini Nathan, temen sekampus gue. Nah, Nathan...ini namanya Rama, dia junior gue waktu SMA, terus yang ini adek sepupu gue, Bagas."

Rama tetep diem, sama halnya dengan Nathan. Kedua manusia itu adu diem-dieman, terhitung semenit lebih. Gue jadinya menyenggol lengan Bagas, meminta bantuan untuk mencairkan suasana.

"Halo, Kak Nathan." sapa Bagas singkat, memaksa senyum. Sedangkan Rama menghela napas panjang, mengalihkan pandangan ke luar jendela.

"Silahkan, ice americanonya, kak." Mbak-mbak pelayan menyelinap masuk, mengantarkan pesanan. Namun berkat itu gue dan Bagas bisa bernapas lega karena suasana menjadi agak lebih hidup dari sebelumnya.

"Makasih."

"Kalian berdua duduk dong," suruh Bagas. "Gak capek berdiri?"

"Gas, kita kan mau ke rumah sakit, gak jadi?"

"Jadi..."

"Dari sekarang aja. Gue keinget, ada orderan yang harus gue kerjain." Walaupun Rama memberikan alasan yang masuk akal. Secara tersirat gue tau, anak itu ingin melarikan diri.

"Tapi--"

"Gue cabut duluan." Dia berlari ke luar dari area cafe dengan tergesa-gesa. Gue sama sekali enggak mencegah bocah itu, membiarkannya mencerna dan menenangkan diri dengan caranya sendiri.

"Woi, met! tungguin napa! malah kabur," keluh Bagas bercampur rasa panik, "Aduh sori ya, gak papa gue mendadak ninggalin kalian begini?"

"Gak usah ngerasa gak enak gitu, sana ke Rama. Bukannya gue ngusir lo, tapi emang lo mau bonceng tiga sama gue, Gas?"

"Yakali, lo kira gue terong-terongan."

Gue tertawa dan mengacak-acak rambut Bagas, "Nah, susulin Rama gih."

"Oke, sebelum itu gue mau nyampein sesuatu, papa katanya kangen sama lo kalau mau dateng ke rumah, dateng aja. Yaudah ya, gue mau pergi sekarang. Em..kak Nathan aku permisi dulu. Dadah kalian."

"Yo." Tangan gue terangkat dan melambai kepada Bagas yang semakin lama menghilang. Kemudian menarik kursi yang ada di sebelah gue,"Duduk sini, Than."

Dan...Nathan ternyata lebih memilih kursi yang barusan Bagas duduki, yaitu berhadapan dengan gue. Sembari tersenyum pahit, kursi yang udah susah payah gue persembahkan buat dia, gue posisikan ke tempatnya semula.

"Anak itu,"

"Ya?" Gue mengaduk-aduk kopi di saat Nathan menggantung kalimatnya.

"Ketakutan pas ngeliat gue."

"Rama maksud lo?"

Kepalanya mengangguk dua kali, "lagi-lagi ada orang selain lo yang salah sangka sama gue. Segitu miripnya gue sama Eric?"

Gue bingung ngejawabnya. Di tambah lagi, muncul perasaan aneh ketika seseorang berwajah serupa menanyai hal itu, "Begitulah. Yah, sekarang gue bisa bedainnya kok, sedikit."

"Waktu itu lo cerita tentang Eric, tapi gue masih penasaran...apa yang sebenernya terjadi sama dia? kenapa ketika kalian ngeliat gue--seakan-akan ngeliat mayat hidup?"

"Ceritanya panjang, gue gak yakin bisa selesai dalam waktu satu jam," gurau gue, "Tapi yang lo bilang tadi tepat, orang yang lagi kita omongin...emang udah gak ada di dunia ini."

To be With U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang