File 13

105 22 18
                                    

Nathan terdiam membisu, ketika sebuah tangan meraup lengannya. Tadinya ia hanya ingin mengambil uang receh yang tak sengaja terinjak, maka mahasiswa design itu menunduk. Hanya saja, ada seseorang yang menyentuhnya. Perasaan Nathan menjadi tidak enak, terlebih lagi aura tajam yang berasal dari orang itu membuat bulu kuduknya berdiri.

"Natsuki-chan," bisiknya tepat di telinga, "Mitsuketa (Akhirnya, ketemu juga)."

Nathan mendongakkan kepala, bersamaan dengan rasa nyeri yang membungkam mulutnya.

***

Kenapa klinik kampus di saat-saat begini malah tutup, rutuk gue dalam hati sambil membopong Nathan. Plang bertuliskan "Sedang istirahat" yang digantung di depan pintu, gue gedor-gedor. "Woi, buka! siapa pun tolong dong. Ini darurat!"

Gue mengintip isi klinik, merasa dongkol karena di dalem sana gak ada tanda-tanda kehidupan. Masa mereka lebih mikirin istirahat daripada jaga klinik?

"Enggak usah, gue udah gak terlalu ngerasa sakit. Lagian percuma, Van. Mereka gak bakalan bisa nanganin hal ini..." Nathan berusaha keras mengeluarkan suara, setelahnya kembali meringis dengan tangan yang mencengkram dada. Dia mau meyakinkan gue kalau rasa sakitnya gak separah yang gue kira, namun tubuh cowok itu malah merosot ke tanah.

"Apanya yang gak sakit? justru keadaan lo makin parah! coba gue liat." Gue mendudukkan Nathan di kursi panjang yang tersedia di teras klinik lalu membuka sweaternya, dengan begini dia bisa lebih leluasa untuk bernapas, "Lo ngeliat orangnya, yang ngebuat lo jadi begini?"

"Yang pasti bukan Masahiko..."

Gue menahan amarah sekaligus hasrat untuk mengejar orang brengsek itu. Keselamatan Nathan adalah prioritas utama.

Tapi, kenapa harus Nathan?

Waktu penyerangannya juga pas. Hari ini Loen dibuka untuk umum, jadi siapa pun bisa masuk dengan mudah ke sini. Walaupun ada banyak satpam yang standby buat menjaga keamanan....gak menutup kemungkinan orang jahat berkemampuan khusus seperti Masahiko bisa lolos.

"Kalian berdua ngapain..." Seorang mahasiswa fakultas kedokteran muncul dari balik pohon sembari mengunyah combro. Dia menunjuk gue dan Nathan seakan-akan kita telah melakukan hal bejat, "Kalo lagi kasmaran, tau tempat please!"

"Bukan! Ini, temen gue tiba-tiba dadanya sakit."

Jawabannya, "Oh..."

Lalu hening, cuma terdengar suara kunyahan.

"Kok oh doang! bantuin!"

"Oh iya, astaga...sini-sini." Dia menelan bulat-bulat combro-nya kemudian memasukkan kunci ke lubang pintu dan membukanya, "Tidur di kasur mana aja boleh."

Gue dan Nathan memilih kasur paling pojok. Setelah mencuci tangan, orang itu berjalan cepat ke arah kita dan membuka satu per-satu kancing baju Nathan, "Gue cek dulu, ya."

"Oke." Gue melirik nametagnya.

Tyas.

"Lho...ini kenapa?" Begitu kemeja Nathan terlepas, Tyas berucap demikian. Gue ikut menengok karena penasaran lalu memberikan reaksi sama.

Di dada Nathan terdapat bercak kebiruan menyerupai memar, lama-kelamaan memar itu menyebar seperti kertas yang gak sengaja ketumpahan cat berwarna biru, "Ini memarkah?"

"Gue udah bilang....ini gak bisa disembuhin sama anak medis..."

"Jangan-jangan...lo Nathan, si anak dukun?" Sempet-sempetnya Tyas ngebahas itu, "I-ini penyakit dukun? g-gue gak bakal ketularan kena kutuk, kan?"

To be With U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang