32 - Amran Aryaguna

47 7 3
                                    

“Fa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Fa ...,” panggilku dengan suara yang bergetar. Aku mencengkeram erat ponsel Shafa yang ada di genggamanku saat ini. Cairan bening sedikit demi sedikit mulai menguasai permukaan bola mataku.

“Bel, kamu kenapa?” tanya Shafa dengan suara cemasnya. Ia dengan segera membuang selimutnya ke samping dan berjalan menghampiriku. “Bel ...,” panggilnya sembari mengguncang tubuhku yang kini terasa begitu kaku hanya karena sebuah nama ... Amran.

“Fa, Amran siapa?” tanyaku setelah mengumpulkan semua energiku untuk berbicara.

“Amran ... ehm, dia ....” Shafa terlihat gagap ketika hendak menjawab pertanyaanku.

“Fa, jawab! Amran siapa?” Kini, giliranku mengguncang tubuhnya, mendesaknya agar cepat berbicara.

“Sebenarnya, Amran itu cowok yang lagi dekat sama aku, Bel. Dia dulu kakak kelas di SMA sebelah. Maaf, ya, kalau aku belum kasih tahu kamu sama Eisha.” Mata Shafa terlihat penuh rasa ketika memberitahuku perihal Amran. Senyumnya bangkit seolah Amran adalah pengendali terkuat mood-nya.

“Siapa nama lengkapnya, Fa? Siapa nama lengkap Amran?”

“Namanya Amran Aryaguna.”

Bagaikan tersambar petir, detak jantungku mendadak berhenti bergerak. Pupil mataku membesar tatkala mendengar nama itu.

Berarti, ... mereka orang yang sama.

Aku mundur selangkah dari Shafa berusaha menetralkan kembali detak jantungku.

“Nama kamu siapa?”

“Amran Aryaguna. Kalau kamu?”

“Namaku Bella Kamala. Kamu bisa manggil aku Bella.”

“Bella ... nama yang cantik persis seperti pemiliknya.”

Aku mengacak rambutku frustrasi ketika nama itu kembali terdengar. Tidak. Shafa tidak boleh dekat dengan lelaki itu.

“Taraa, aku udah bawa pisau—loh, Bel, kamu kenapa?” Eisha menghampiriku dan langsung memegang lenganku yang kini bergetar.

“Fa, Bella kenapa?”

“Aku juga nggak tahu, Ei. Pas tadi Bella nanyain soal Amran, dia tiba-tiba gini. Aku juga bingung.”

“Bel, tarik napas, embuskan,” ujar Eisha. Aku menurutinya. Namun, aku masih tak juga dapat mengendalikan kontrol akan diriku. “Tarik napas lagi, embuskan perlahan. Tenang, Bel.”

Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang