Mahasiswa kura-kura mungkin julukan yang paling tepat untuk kami, si penggiat organisasi yang dipenuhi oleh hal bernama rapat. Kesibukan di dunia perkuliahan tak juga membuat kami takut untuk mengambil sebuah tanggung jawab yang baru. Kata orang, mengikuti organisasi itu semacam pemindahan beban. Tapi bagiku, itu hanya sebatas omong kosong yang diucapkan oleh si pemalas yang enggan mengikuti kegiatan semacam organisasi.
Sebenarnya, organisasi itu menyenangkan. Di dalamnya, kita dapat belajar banyak hal, termasuk melatih public speaking. Tapi, yang jauh lebih menyenangkannya lagi ialah mendapat teman baru dengan lingkup pergaulan yang lebih luas. Tidak hanya bergaul dengan teman sekelas, sejurusan, ataupun seangkatan saja, melainkan juga dapat mengenal baik para senior maupun alumni kampus. Setidaknya, itu hal menyenangkan tentang organisasi yang aku yakini, sebelum aku satu kepanitiaan dengan seorang Razka.
Namanya Razka Sankara. Aku menjulukinya 'si bossy'. Jangan tanya alasannya, tapi yang jelas julukan itu aku berikan karena benar-benar cocok dengan kepribadiannya. Razka memang satu jurusan denganku, namun kami berada di kelas yang berbeda. Kami dipertemukan karena satu organisasi. Lebih tepatnya, karena satu himpunan jurusan. Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika atau biasa disingkat HIMAPTIKA adalah himpunan yang mempertemukanku dengan Razka.
Kami seangkatan. Sama-sama angkatan yang dijuluki angkatan corona. Lulus sekolah tanpa adanya pesta perpisahan, dan masuk kampus tanpa adanya ospek secara langsung alias tatap muka. Hingga tanpa aku sadari, aku sudah berada di semester empat saja.
Awalnya, Razka biasa-biasa saja. Tidak aktif, juga tidak pasif. Normal seperti mahasiswa kebanyakan. Saat berada di grup angkatan kami, sesekali ia muncul untuk memberikan opini ketika ada pertanyaan yang masuk. Kupikir, Razka itu dewasa. Ia selalu menjadi penengah ketika ada perdebatan yang muncul. Namun, lama-kelamaan, ia menunjukkan sifat aslinya yang benar-benar menyebalkan.
Razka itu sombong, suka merendahkan kinerja orang lain, dan yang paling penting, dia benci kerja secara berkelompok. Alasannya sederhana, karena laki-laki itu tidak bisa memercayai kinerja orang lain.
Namun, sialnya, ia malah dipilih oleh Kak Hutomo -ketua umum HIMAPTIKA periode baru- untuk menjadi ketua panitia Dies Natalis HIMAPTIKA yang ke-27. Kak Hutomo bilang Razka adalah orang yang paling cocok menjadi ketua panitia, karena hasil kerjanya yang begitu bagus. Bahkan, sampai hari ini, tepatnya saat diadakan rapat teknis untuk kegiatan puncak Dies Natalis besok, Kak Hutomo masih sibuk memuji Razka. Iya, memuji keberhasilan Razka yang 'katanya' rancangan kerjanya begitu sempurna. Padahal, Kak Hutomo tidak tahu saja betapa tertekannya kami yang notabenenya menjadi bawahan dari Razka.
Kalau kulihat-lihat, yang paling menderita hari ini ialah anak-anak dekor. Sesuai tugasnya, mereka yang harus mendekorasi seisi ruangan auditorium agar tampak lebih meriah untuk acara besok. Dimulai dari meniup balon, lalu menempelkannya di dinding bagian atas bersama dengan pita-pita hias lainnya. Menata ratusan kursi dengan jarak yang telah ditentukan sebagai bagian dari menjaga jarak aman, mengingat pandemi yang belum 100% berakhir. Hingga memasang banner Dies Natalis di bagian depan ruangan. Belum lagi mereka harus menuruti permintaan Razka untuk menggeser banner Dies Natalis yang 'katanya' kurang pas di tengah. Tapi, ujung-ujungnya, kembali ke posisi awal. Benar-benar menambah pekerjaan saja.
Sudah kubilang, Razka itu bossy. Laki-laki itu juga perfeksionis. Tidak boleh ada satu pun kesalahan yang kami perbuat. Seperti sekarang ini, waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Tapi, kami masih belum diperbolehkan untuk meninggalkan gedung auditorium yang digunakan untuk kegiatan Dies Natalis besok. Padahal seharusnya, rapat teknis itu sudah berakhir setengah jam yang lalu. Namun, karena kecerobohanku yang tak sengaja menumpahkan air di atas bendera organisasi HIMAPTIKA, aku dan tentunya semua anggota kepanitiaan harus ditahan untuk mendengarkan ocehannya.
"Bella, kamu ceroboh banget, sih? Benderanya kan udah harus dipasang malam ini juga, tapi jadinya basah kena kamu. Gimana tanggung jawab kamu sebagai sekretaris?!" bentak Razka kepadaku di hadapan semua anggota lainnya.
"Ya, kan tinggal dikeringin aja, Ka malam ini. Besok baru dipasang. Lagian, masang bendera kan bukannya berjam-jam," sanggahku cepat. Ucapanku benar, kan? Bahan bendera hanya selembar kain tipis. Hanya perlu dikeringkan menggunakan hair dryer saja sudah dapat mengering. Tapi masalahnya, aku lupa bahwa sekarang aku sedang berhadapan dengan seorang Razka yang teramat perfeksionis. Mana mungkin ia membiarkanku lepas begitu saja atas kesalahan itu.
Sebenarnya, aku oke-oke saja jika harus terkena semprotan rohani dari Razka. Yang menjadi masalahnya hanya satu, aku kasihan dengan panitia lainnya yang sedari tadi belum makan. Rapat teknis diadakan dari siang tadi dan sampai sekarang belum ada konsumsi yang diberikan kepada kami. Sekali lagi, aku akan baik-baik saja jika belum makan. Tapi, kasihan, kan, dengan para adik tingkat kami yang masih bergelar sebagai mahasiswa baru itu? Bisa-bisa mereka pulang ke rumah dalam keadaan setengah pingsan karena belum makan.
"Aku gak mau tahu, pokoknya besok sebelum acara dimulai, benderanya udah harus dipasang," ujar Razka sembari menyerahkan bendera itu kepadaku. "Oke, yang lain boleh pulang."
Seandainya saja dari tadi Razka membuat keputusan seperti itu. Pastinya, kami tidak akan berlama-lama di gedung auditorium.
"Eh, bentar, Ka," cegatku sembari menahan pergelangan tangannya.
"Apalagi, sih, Bel? Aku capek, mau pulang."
Enak saja dia berucap demikian, memangnya hanya dia yang lelah setelah rapat nyaris seharian?
"Itu anak-anak panitia kamu biarin gitu aja? Gak dikasi makan dulu?"
"Nggak! Hari ini, kalian banyak banget kesalahan, jadi sebagai hukumannya gak dapet jatah konsumsi," jawabnya enteng. Aku mengepalkan kedua tanganku. Rasa-rasanya aku ingin segera melayangkan kepalan itu mengenai wajah Razka.
"Gak bisa gitu, dong. Walaupun ada beberapa kendala di rapat teknis hari ini, tapi kamu juga harus adil. Jatah konsumsi itu kan harus dikasi setiap selesai rapat. Emangnya, kamu mau mereka pulang dalam keadaan lapar kayak gitu?"
Razka mengedikkan bahunya. "Bodo amat."
"Razka! Jangan mentang-mentang kamu ketua panitia, lalu bisa bertindak seenaknya, ya. Semua uang kamu yang pegang, padahal itu tugas bendahara. Lalu, sekarang kamu dengan seenak hatinya gak kasi kami uang konsumsi. Besok-besok kalau ada panitia yang ngadu sama kakak-kakak pengurus, yang disalahin bendahara, karena dikira nahan uang. Padahal, itu semua kerjaan kamu! Mau kamu tuh apa, sih?"
"Aku ambil uang dari bendahara, supaya aman aja," jawabnya.
"Aman sih aman. Tapi, jatah konsumsi kami yang gak aman. Sekarang, buruan kasi uang konsumsinya. Habis itu, kalau kamu mau pulang, itu terserah. Asalkan anak-anak panitia dapet hak mereka."
Aku berusaha menarik tas yang masih berada di genggaman Razka. Lelaki itu rupanya masih bersikeras untuk tidak memberikan jatah konsumsi. Namun, pada akhirnya, Razka mengalah juga.
"Iya-iya. Nih, uangnya. Udah, ya? Mau pulang."
Beruntungnya, Razka cepat berlalu dari hadapanku. Kalau tidak, sudah kupastikan aku akan menendangnya hingga terbang ke planet Pluto.
Benar-benar Razka 'si bossy' nan menyebalkan!
•-•-•-•-•
Tbc🌈
Note :
Dies Natalis adalah suatu peringatan atas hari lahir yang di dalam sejumlah besar budaya dianggap sebagai peristiwa penting yang menandai awal perjalanan kehidupan. Peristiwa ini biasanya lebih dikenal dikalangan organisasi atau Perguruan Tinggi.
Sumber : Wikipedia
KAMU SEDANG MEMBACA
Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]
Romance[ Juara 3 Writing Project Kimbab Publisher ] Setelah sekian lama, Bella Kamala kembali dipertemukan dengan cinta pertamanya, Cavero Lastana. Cinta lama bersemi kembali mungkin adalah julukan yang tepat untuk kedekatan yang kembali terjalin di antara...