Vero menatapku cukup lama dengan tatapan yang seolah mengindikasikan, “Kamu tahu dari mana?”
Sesaat setelah aku mendapatkan pesan dari Lukas, aku segera mempertanyakan masalah tersebut kepada Vero. Mungkin, Vero bingung dari mana aku tahu mengenai hal tersebut. Namun, aku tidak memberitahunya tentang itu. Yang aku inginkan ialah mendengar penjelasan Vero mengenai hal itu.
“Aku gak tahu kamu tahu masalah itu dari mana, Bel. Yang jelas, itu benar. Aku emang beberapa kali bolos dan ketahuan,” ujar Vero mengakui. Tatapanku memanas. Ternyata benar, Vero juga membohongiku untuk hal ini.
“Tapi, untuk masalah penyakit aku, aku juga gak bohong,” lanjutnya yang membuatku bingung.
“Pas itu aku memang bolos karena diajak teman, lalu salah satu dari murid ambis di sekolah ngelihat kami dan ngelaporin kami ke wali kelas kami. Lalu, untuk kedua kalinya, kami ketahuan lagi. Nama kami diumumkan di seantero sekolah. Makanya, hampir seisi sekolah kenal sama aku dan teman aku. Sekalipun ada yang gak kenal, itu mereka yang lagi ikut lomba ke luar sekolah.
Karena dua kali ketahuan bolos, aku dan teman aku terancam gak naik kelas. Sejak saat itu, aku gak berani bolos lagi. Tapi kemudian, aku sakit dan ketinggalan banyak pelajaran. Itu yang buat aku benar-benar dinyatakan gak naik kelas. Orang-orang tahunya aku gak naik kelas karena ketahuan bolos, tanpa mereka tahu cerita yang sebenarnya.”
Aku berusaha mencerna penjelasan Vero.
“Jadi, cuma kamu yang gak naik kelas? Sementara teman kamu, nggak?”
“Iya. Karena setelah ketahuan bolos, dia juga sama kayak aku, gak berani bolos lagi. Malah dia jadi rajin dengerin penjelasan guru.”
“Kalau gitu, tujuan teman kamu dan kamu bolos apa? Ngerokok?”
Kulihat Vero menggelengkan kepalanya. “Aku dan teman aku emang ngerokok, Bel. Tapi bagi kami, haram merokok di tempat terpelajar kayak gitu. Sekalipun kami ngerokok, pastinya di rumah atau mungkin di kafe.”
“Lalu, kalian kenapa bolos?”
“Di belakang sekolah ada warung nasi kuning punya bu Ema. Kami bolos ke sana buat sekadar makan nasi kuning dan melepas bosan karena sekolah.”
“Jadi, kamu gak seburuk yang aku kira?”
“Aku nggak tahu, Bel, gimana kriteria seseorang yang kamu bilang buruk. Tapi, yang jelas, aku nggak sebaik yang kelihatannya, juga nggak seburuk yang orang katakan. Aku emang ngerokok, aku ngevape, tapi di luar itu semua aku juga punya prinsip hidup aku sendiri. Orang-orang berhak cap aku nakal, tapi nggak dengan semua masa di kehidupan aku. Bukannya setiap orang punya kesempatan buat berubah?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]
Romance[ Juara 3 Writing Project Kimbab Publisher ] Setelah sekian lama, Bella Kamala kembali dipertemukan dengan cinta pertamanya, Cavero Lastana. Cinta lama bersemi kembali mungkin adalah julukan yang tepat untuk kedekatan yang kembali terjalin di antara...