“Kamu ngapain ke sini?” tanyaku tanpa memandangi wajah lelaki itu. Rasa penyesalan masih sedikit menggerogoti perasaanku jika mengingat kejadian tadi pagi. Aku masih tidak bisa menghilangkan bayang kecewa di wajah Vero dari pikiranku. Saat ini, aku masih belum sanggup bertemu dengannya.
“Aku mau bicara bentar sama kamu, Bel. Bisa?”
Aku menggelengkan kepalaku. “Maaf, Ver, aku gak bisa. Hari ini, aku capek,” ujarku berbohong. Padahal, tubuhku sudah terasa fit kembali setelah tadi beristirahat di rumah Arsy.
“Please, Bel, sebentar aja. Aku udah tahu kebenarannya, Bel. Aku udah tahu semuanya. Aku minta maaf karena tadi udah ninggalin kamu,” ujarnya yang terasa menyesali kejadian tadi pagi. Namun, kebenaran apa yang Vero maksudkan? Apa ia sudah menyadari kesalahpahaman yang ia dengar tadi?
Sejujurnya, aku ingin sekali mendengarkan penjelasan Vero. Namun, aku masih takut bila harapanku itu tidak sesuai dengan realita.
“Maaf, Ver, aku beneran gak bisa. Lain kali aja, ya?” pintaku lantas beranjak untuk membuka pintu indekos.
“Bel, aku mohon,” lirih Vero sembari memegang pergelangan tanganku. Aku berusaha melepaskan cekalan itu.
“Bel, kamu masuk aja. Urusan Vero biar aku yang urus,” ujar Arsy seketika. Aku pun mengangguk dan berjalan masuk ke dalam indekos, membiarkan Arsy dan Vero yang kini sepertinya tengah berbincang. Aku tidak ingin menguping, maka dari itu kuputuskan untuk segera berjalan masuk ke dalam.
•-•-•-•-•
Jarum panjang jam dinding menunjuk ke angka 6 saat aku mengikat kantong plastik hitam berisikan sampah yang hendak kubuang. Aku menenteng kantong itu lantas menaruhnya di dekat pintu utama untuk membuka pintu. Setelah pintu terbuka, aku meraih kembali kantong plastik itu dengan satu tangan yang mengeratkan cardigan yang kukenakan.
Udara dingin seketika masuk dari pintu dan langsung menyerangku hingga masuk ke tulang-tulang. Maklum saja, tadi malam wilayahku baru saja dilanda hujan yang lumayan lebat. Maka dari itu, suhu udara di pagi ini bertambah berkali-kali lipat dinginnya.
Aku berjalan keluar dan hendak kembali mengunci pintu. Namun, aku menangkap sebuah bayangan manusia yang ada di sebelahku. Aku menoleh dan betapa terkejutnya aku menyaksikan pemandangan yang kini terpampang nyata di teras rumahku.
Bayangan yang tertangkap di ekor mataku tadi ternyata bukan bayangan. Melainkan betul-betul tubuh seseorang yang mengenakan jaket kulit berwarna hitam. Ia tengah terduduk di kursi dengan posisi memejamkan mata. Kedua tangannya terlipat di bagian perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]
Romance[ Juara 3 Writing Project Kimbab Publisher ] Setelah sekian lama, Bella Kamala kembali dipertemukan dengan cinta pertamanya, Cavero Lastana. Cinta lama bersemi kembali mungkin adalah julukan yang tepat untuk kedekatan yang kembali terjalin di antara...