Saat ini aku tengah berada di ruang tamu bersama dengan Vero dan kedua orang tuanya. Papa Vero—Om Satria— baru saja pulang dari kantor. Kata Om Satria, hari ini kerjaannya di kantor tidak terlalu banyak, sehingga ia bisa pulang lebih awal.
Tanpa aku sadari, warna biru di kanvas ciptaan Tuhan perlahan digeser oleh warna jingga. Tandanya, aku sudah hampir seharian di rumah Vero. Setelah berjam-jam berada di ruang musik tadi, Vero mengajakku berkeliling kompleks terlebih dahulu, sekalian ia membelikanku es krim cokelat kesukaanku. Tak lupa, kami juga membelikan es krim untuk Calla. Adik perempuan Vero yang menggemaskan itu ternyata suka sekali dengan es krim. Aku bahkan masih ingat dengan wajah gembiranya tatkala menerima es krim dari genggamanku.
“Bella udah lama di sini?” tanya Om Satria.
Aku menganggukkan kepalaku. “Lumayan, Om.”
“Bukan lumayan lagi, Pa. Bella dari pagi udah di sini,” celetuk Tante Merissa tiba-tiba. Sebuah nampan yang berada di pegangannya ia letakkan di atas meja, lalu Tante Merissa memindahkan 4 cangkir masing-masing di hadapanku, Vero, Om Satria, dan dirinya sendiri. “Diminum dulu tehnya, Bel.”
Aku tersenyum lantas mengucapkan terima kasih kepada Tante Merissa. “Om, Tante, minum,” ujarku.
“Iya, silakan, Bella,” jawab Om Satria yang kemudian mengangkat cangkirnya sama sepertiku.
“Kamu di sini seharian gak dicari sama orang tua kamu?” tanya Om Satria.
“Nggak, Om, kebetulan papa sama mama saya ada di luar kota. Saya tinggal sendiri di indekos.”
“Oh begitu. Kenapa kamu gak ikut di luar kota?”
“Saya kuliah di sini, Om. Kalau mau pindah, ribet mau urus surat kepindahan universitas lagi. Jadinya, saya di sini aja,” jawabku.
“Oh, kuliah ... semester berapa?”
“Semester 4 sekarang, Om.”
“Berarti harusnya satu angkatan sama Vero, ya? Cuma, Vero pernah gak naik kelas, jadinya tingkatannya di bawah kamu. Ngomong-ngomong, kamu kenal Vero dari mana? Satu SMA dulu? Atau, gimana?”
“Mereka satu SMP dulu, Pa,” ucap Tante Merissa mewakili jawabanku.
“Oh, satu SMP ....”
“Kalau Papa masih inget, Bella ini yang diceritain sama bu Mega. Yang main surat-suratan sama Vero di kolong meja. Inget, kan?”
Diam-diam aku takut bila Om Satria akan memarahiku karena telah membuat anaknya tidak fokus saat belajar dulu. Namun, ternyata responsnya di luar ekspektasiku. Om Satria malah tersenyum dan ikut menggodaku bersama Vero.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]
Romance[ Juara 3 Writing Project Kimbab Publisher ] Setelah sekian lama, Bella Kamala kembali dipertemukan dengan cinta pertamanya, Cavero Lastana. Cinta lama bersemi kembali mungkin adalah julukan yang tepat untuk kedekatan yang kembali terjalin di antara...