Aku memacu motorku dengan kecepatan yang tidak terlalu laju menuju kafe 88, kafe dimana foto temannya Razka diambil. Sempat terjadi insiden di jalanan tadi, sehingga jarak tempuh kami menjadi bertambah sedikit. Akhirnya setelah menyelip sana sini, aku dan Razka tiba di kafe 88. Cukup menguji nyali bagiku yang belum pernah melakukan aksi menyelip di jalanan. Namun, melihat Razka yang terlebih dahulu memulai aksi itu, aku pun mengikutinya. Yang terpenting ialah cepat sampai ke kafe dan membuktikan kebenaran dari ucapan Razka.
"Teman kamu dimana, Ka?" tanyaku kepada Razka, setelah celingak-celinguk melihat keberadaan Vero di tengah keramaian kafe. Ruangan kafe itu sangat luas, maka dari itu sulit untuk mencari seseorang begitu saja dalam waktu yang singkat. Beda cerita dengan yang kemarin, aku mendatangi kafe dalam keadaan yang tidak terlalu ramai. Setidaknya, tidak seramai yang sekarang ini.
"Bentar, aku chat dulu," ujar Razka lantas mengeluarkan ponselnya. Saat ini, kami berdiri di luar ruangan dengan sedikit menepi. Takut bila mengganggu ketentraman para pelanggan lainnya jika kami berdiri di dalam.
"Katanya di meja dekat jendela belakang. Ayo." Razka menarik tanganku. Aku tidak berkutik sedikitpun, melainkan sibuk memperhatikan tangan Razka yang ada menyentuh kulitku. "Eh, sorry," ujarnya setelah sadar menyentuh kulitku.
Aku mengekori langkah Razka di belakang. Dari kejauhan, aku dapat melihat sebuah meja sesuai yang Razka katakan tadi. Dekat jendela belakang. Ada 4 lelaki yang duduk berkerumun di meja bundar itu.
"Woi, Bro." Tiga langkah sebelum meja bundar itu aku dapat melihat salah satu dari teman Razka berteriak menyapa Razka. Razka segera berjalan mendekat dan memberi tos kepada satu persatu temannya.
"Lama amat nyusulnya. Jamuran kita nungguin lo." Protes itu dilayangkan oleh teman Razka yang berambut klimis. Baru berdiri di sana saja, aku sudah dua kali melihatnya menyugar rambutnya ke atas. Benar-benar tipikal lelaki yang suka tebar pesona.
Beralih dari meja temannya Razka, aku memutar pandanganku ke sekitar sana guna mendapati keberadaan Vero. Namun, nihil. Tidak ada kudapati Vero di meja manapun.
"Woi, Ver. Betah amat di toiletnya."
"Gue sekalian mesan cemilan tadi, makanya agak lama."
Di antara suara keramaian di kafe, terdengar sebuah suara yang cukup familiar di telingaku. Suara itu ... seperti suara Vero. Aku segera menoleh. Kedua kakiku terasa melemas tatkala mendapati Vero yang kini duduk di salah satu meja. Aku hampir saja limbung jika Razka tidak segera menahanku.
"Bel, kamu kenapa?"
Aku tidak menjawab pertanyaan itu, karena tatapanku yang masih berfokus ke mejanya Vero.
Semua yang dikatakan Razka itu benar. Vero ada di kafe ini ... sekarang. Apa itu artinya ia telah membohongiku?
"Kamu lihatin apa, sih?" tanya Razka. Sejenak aku menoleh padanya yang kini sepertinya tengah mencari titik fokusku beberapa saat yang lalu. "Vero? Aku bilang apa. Dia di sini, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]
Romance[ Juara 3 Writing Project Kimbab Publisher ] Setelah sekian lama, Bella Kamala kembali dipertemukan dengan cinta pertamanya, Cavero Lastana. Cinta lama bersemi kembali mungkin adalah julukan yang tepat untuk kedekatan yang kembali terjalin di antara...