19 - Kembali merenggang

58 8 4
                                    

Aku menyeruput matcha latte dinginku sembari mengetukkan jemariku di atas meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menyeruput matcha latte dinginku sembari mengetukkan jemariku di atas meja. Berulang kali, aku mengangkat tangan setinggi mata lantas melihat dua garis panjang dan pendek yang bergerak di dalam jam tangan berwarna putihku. Sudah 20 menit berlalu semenjak aku duduk di kafe ini. Namun, aku masih belum melihat tanda-tanda keberadaan Lukas dimanapun. Padahal katanya, jadwalnya kosong di jam 12 siang. Lantas, mengapa ia malah terlambat begini?

Ah, seharusnya aku tahu bahwa tidak semua orang dapat kuandalkan untuk datang tepat waktu. Namanya juga tinggal di lingkungan dengan mayoritas pemilik jam karet, jadinya begini. Harus sabar-sabar menanti kedatangan orang yang ditunggu. Sejujurnya, aku paling benci dengan orang yang tidak on time. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan mereka di masa yang akan datang jika terus bermain-main dengan waktu. Apa mereka tidak menyadari risiko jika terlalu sering mempermainkan waktu?

"Bel, sorry. Aku telat."

Suara itu menyelinap masuk ke dalam gendang telingaku. Sesaat kemudian, aku dapat melihat wajah seorang lelaki duduk di hadapanku. Lelaki yang sedari tadi aku tunggu, Lukas.

"Gak pa-pa, Kas," ujarku mencoba memamerkan senyum. Padahal, ingin sekali aku memprotesnya karena membiarkanku lama menunggu. Sayangnya, aku tidak melakukannya. Lukas adalah teman lamaku. Rasanya, tidak apik jika aku memprotesnya begitu saja. Lagian, kami baru bertemu kembali setelah sekian lama. Anggap saja ini adalah rencana reuni sekolah. Bedanya, reuni kali ini hanya dihadiri oleh dua orang saja, yakni aku dan Lukas.

"Mau pesen minum?" tawarku. Lukas mengangguk. Aku lantas memanggil pelayan kafe, dan dengan segera ia datang menghampiri meja kami.

"Mbak, saya pesan banana milkshake 1, ya," ujar Lukas setelah melihat buku menu. Setelah itu, pelayan kafe itu berlalu pergi meninggalkan meja kami.

"Kemarin kata kamu, mau tanya sesuatu. Mau tanya apa, Bel?"

Aku seketika teringat dengan pertanyaan yang ingin aku tanyakan. Sejenak aku meninggalkan rasa kesal akibat jam karet milik Lukas tadi. Aku harus segera bertanya mengenai Vero kepada Lukas.

"Ini, Kas. Kamu anak SMA Nusa Satu, kan?" tanyaku memastikan. Khawatir bila informasi sekolah Lukas yang aku dapatkan dulu itu salah.

Kulihat Lukas menganggukkan kepalanya artinya informasi itu akurat.

"Kamu pernah dengar kabar soal murid yang gak naik kelas, gak, di SMA Nusa Satu?"

"Ya, pernah lah, Bel. Sering malahan."

"Sering?"

"Iya, sering. Setiap semester kenaikan kelas, pasti ada aja yang dinyatakan gak naik kelas. Entah itu dari angkatan kelas sepuluh, sebelas, ataupun dua belas. Jadi, kalau kamu tanya kabar yang gak naik kelas, jelas banyak banget," tutur Lukas.

Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang