37 - Pikiran positif

56 6 4
                                    

Aku mengerjapkan kedua bola mataku berulang kali hingga langit-langit rumah berwarna putih itu terlihat jelas olehku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mengerjapkan kedua bola mataku berulang kali hingga langit-langit rumah berwarna putih itu terlihat jelas olehku. Tanganku terulur untuk menyentuh permukaan keningku yang masih sedikit pusing.

“Bel, kamu udah sadar?” Suara yang sangat familier itu tiba-tiba mengetuk masuk ke dalam telingaku. Aku menoleh dan mendapati Arsy ada di ruangan yang sama denganku. Ia duduk tepat di sebelah ranjang yang kini aku gunakan untuk berbaring. Aku mencoba untuk mengubah posisiku menjadi duduk dengan dibantu Arsy.

“Ar, aku dimana?” tanyaku tidak menjawab pertanyaannya. Aku memutar pandanganku untuk memastikan aku sedang ada dimana. Yang jelas, ini bukan salah satu ruangan dari rumahku.

“Kamu lagi di rumah aku, Bel. Tadi kamu pingsan, makanya dibawa ke sini.”

Pingsan? Aku mencoba mengingat kejadian yang berlalu tadi. Ingatanku langsung mengarah ke saat dimana aku berjalan di tengah hujan dan kemudian tidak sadarkan diri. Aku seketika sadar, pakaian yang aku kenakan saat ini tidak basah sama sekali. Yang membuatku lebih terkejut ialah pakaian yang kini melekat di tubuhku bukanlah pakaian yang tadinya kupakai.

“Kamu tenang aja. Tadi Bu Marni, tetangga sebelah yang gantiin baju kamu. Baju itu punya anaknya,” ucap Arsy yang seolah mampu membaca pikiranku.

Sebuah dehaman terdengar membuatku tersadar bahwa di ruangan itu tidak hanya ada aku dan Arsy, melainkan juga Bang Radi. “Ar, gue keluar dulu,” ujar bang Radi.

“Ar, siapa yang bawa aku ke sini? Kamu?” tanyaku sesaat setelah Bang Radi keluar dari ruangan itu.

“Bukan, Bel,” jawabnya yang membuatku mengernyitkan kening. Kalau bukan Arsy, lantas siapa yang membawaku kemari? “Bang Radi yang bawa kamu ke sini,” lanjut Arsy yang membuatku terkejut.

Benarkah Bang Radi yang membawaku ke sini? Bukankah ia begitu tidak menyukaiku?

Lantas jika memang iya bahwa Bang Radi yang membawaku ke sini, aku belum mengucapkan terima kasih kepadanya.

“Bang Radi bilang dia gak sengaja ngelihat kamu lagi jalan di pinggir jalan. Hujan-hujanan pula. Kamu kenapa? Ada masalah? Bukannya hari ini kamu mau ketemu Eisha sama Shafa?” tanya Arsy dengan nada yang mengisyaratkan kekhawatiran seperti biasa.

Aku segera memalingkan pandanganku dari Arsy. Ingatan tentang raut kekecewaan Vero masih terlukis indah mengitari kepalaku.

“Bel,” panggil Arsy dengan lembut yang membuatku kembali menatapnya. “Ada masalah?”

Aku menghela napas. “Vero, Ar,” lirihku. “Vero udah denger semuanya.”

“Maksud kamu? Coba cerita dari awal pertemuan kamu dan kedua sahabat kamu dulu.”

Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang