39 - Arsy dan rahasianya

81 6 3
                                    

Di sepanjang lorong rumah sakit yang kulalui, aku terus merapalkan sebait doa yang mengatasnamakan Arsy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sepanjang lorong rumah sakit yang kulalui, aku terus merapalkan sebait doa yang mengatasnamakan Arsy. Aku tidak tahu apa yang menimpa Arsy hingga ia masuk ke ruang ICU. Yang jelas, aku benar-benar takut bila terjadi apa-apa dengan Arsy. Terakhir kali, aku datang ke rumah sakit ialah ketika melihat Tante Retha dan suaminya yang baru kecelakaan. Setelah itu, bayang-bayang akan rumah sakit membuatku selalu teringat dengan hal bernama kematian. Namun, aku segera membuyarkan semua pikiran itu. Pikiran buruk itu hanya membuatku semakin takut kehilangan Arsy.

Aku melangkah dengan kondisi tangan yang bergetar dan keringat dingin yang sedari tadi mengucur keluar. Aku mempercepat langkahku ketika aku melihat tulisan ICU dengan besar terpampang di atas pintu sebuah ruangan. Aku segera menghampiri seseorang yang kini duduk di kursi tunggu di depan ruangan itu.

“Bang Radi,” panggilku. Bang Radi sontak menoleh dan memintaku untuk duduk di sebelahnya. Sementara Vero, ia duduk di kursi seberang. “Ada apa sebenarnya, Bang? Kenapa Arsy bisa masuk ICU?” tanyaku dengan panik.

Bang Radi tidak langsung menjawab pertanyaanku. Terlihat sebuah keraguan yang terpampang nyata di wajahnya. Seolah ada satu alasan yang membuatnya tidak berani mengungkapkan perihal keadaan Arsy kepadaku.

“Bang, kenapa diam aja? Jawab, Bang. Arsy kenapa?” desakku.

Bang Radi lantas menghela napasnya. “Sebenarnya, selama ini Arsy selalu ngelarang saya untuk menceritakan hal ini sama kamu. Tapi, saya rasa, saya nggak bisa menyembunyikan masalah ini lebih lama lagi dari kamu.”

Aku meneguk ludahku. Mengapa rasanya aura di lorong rumah sakit itu berubah menjadi berkali-kali lipat lebih menyeramkan? Mengapa bayang-bayang Arsy akan meninggalkanku terpampang nyata di pikiranku saat ini?

“Arsy punya masalah sama jantungnya. Dari kecil, jantungnya lemah.”

Bagaikan petir yang menyambar dengan seketika, aku nyaris runtuh begitu saja mendengar kalimat awal yang dilontarkan oleh Bang Radi.

“Maka dari itu, saya selalu melarangnya untuk melakukan hal berat sekaligus memikirkan suatu hal yang tidak begitu penting. Yang saya takutkan adalah keadaan Arsy akan lebih parah. Dan ....” Bang Radi menggantung ucapannya. Hal itu membuat detak jantungku berdegup lebih kencang.

Mengapa Arsy menyembunyikan semua itu dariku? Selama ini, Arsy selalu terlihat sehat di hadapanku. Ia selalu mengikuti mauku yang mengajaknya untuk bersepeda bersama. 

“Ar, kita sepedaan, yuk. Mumpung hari Minggu,” ajakku yang kini sudah berada di depan rumah Arsy dengan sepeda yang kugiring masuk dari gerbang. Arsy yang tadinya terlihat fokus dengan bacaannya segera menoleh ke arahku. Ia mengerutkan keningnya untuk sepersekian detik, sebelum akhirnya ia mengacungkan jempolnya.

Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang