08 - Kecurigaan

119 15 17
                                    

Kupikir, pertemuanku dengan Vero yang kemarin adalah pertemuan terakhir kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kupikir, pertemuanku dengan Vero yang kemarin adalah pertemuan terakhir kami. Tapi, aku salah, karena nyatanya pertemuan itu merupakan salah satu gerbang awal dari kedekatan kami kembali. Sejak hari itu, kami semakin sering bertukar pesan. Sekalipun tidak ada topik yang begitu berarti, biasanya kami hanya saling menanyakan kabar hari ini. Namun, percayalah. Hal-hal sederhana seperti bertanya, “Ada cerita apa hari ini?” itu sangat berarti. Vero juga beberapa kali berinisiatif untuk mengantar dan menjemputku bolak-balik ke kampus.

Hari-hariku kembali berwarna, setelah sekian lama aku menutup diri dari hal bernama cinta. Kali ini, kalian boleh mengatakan aku sedang terjebak CLBK, alias cinta lama bersemi kembali. Terserah, sesuka hati kalian saja.

Menurut penelitian, jatuh cinta itu meningkatkan kadar hormon dopamin. Hormon dopamin adalah salah satu hormon yang berkaitan dengan rasa nyaman, puas, dan seringkali meningkatkan motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu hal. Begitupula ketika seseorang jatuh cinta, ia akan merasa lebih bersemangat dalam melakukan sesuatu. Ya, termasuk kedalamnya aku, yang merasakan hal tersebut.

Razka dan beberapa anak kepanitiaan Dies Natalis kemarin pun mengatakan aku banyak berubah. Kata mereka, aku jadi lebih banyak tersenyum dan aura semangatku begitu membara. Ya, biasanya juga aku memang ramah senyum, hanya saja perubahan itu membuat senyumku lebih sering ditampilkan. Terkadang, juga tanpa sebab.

Seperti sekarang ini, aku yang tengah melamun disadarkan oleh suara Razka yang tiba-tiba menyambar masuk ke indra pendengaranku.

“Bel, kamu kenapa senyam-senyum mulu dari tadi?” tanyanya saat kami berada di sekretariat HIMAPTIKA. Aku lantas menggelengkan kepalaku.

Sepertinya, ia masih belum puas dengan jawabanku, sehingga tangannya tiba-tiba terulur untuk menyentuh keningku.

“Gak panas,” gumamnya yang masih jelas kudengar.

“Ka, aku gak sakit. Ngapain kamu ngecek suhu tubuh aku?” tanyaku kesal lantas menjauhkan tangannya dari keningku.

“Kalau kamu gak sakit, artinya kamu lagi kerasukan, makanya senyam-senyum sendiri. Iya, kan?” tudingnya.

Aku berdecak. “Mana ada kerasukan, sih. Ada-ada aja.”

Kulihat Razka mengedikkan bahunya, lantas lelaki itu menagih LPJ bidang sekretaris dariku. Aku segera memberikan berkas laporan yang telah diprint kepada Razka. Lelaki itu menerimanya, dan menaruh laporanku di atas tumpukan laporan lainnya di atas meja.

Ada satu hal yang berbeda antara Razka dan ketua kepanitiaan lainnya ketika menagih LPJ. Ia akan meminta aku dan para koordinator lainnya untuk menyerahkan LPJ itu dalam bentuk print-an. Padahal, itu masih perlu direvisi lagi nantinya, lantas diprint ulang. Jadinya, mubazir, bukan? Razka bisa mengecek LPJ itu dari fail yang dikirim lewat email saja, tidak perlu diprint. Tapi, ya, namanya juga Razka, si ketua bossy. Kalau niatnya tidak kesampaian untuk membuat para bawahannya merasa kewalahan, bukan Razka namanya.

Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang