05 - Baikan

184 17 15
                                    

"Makasih, ya, Ar," ucapku kepada Arsy yang telah mengantarkanku pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Makasih, ya, Ar," ucapku kepada Arsy yang telah mengantarkanku pulang. Sekarang, langit sudah menggelap, sehingga wajar saja bila Arsy tidak mengizinkanku pulang sendiri. Namun, aku meminta Arsy untuk diantarkan sampai ke depan gang saja. Sisanya, aku bisa jalan sendiri. Hanya tinggal beberapa langkah lagi, aku bisa melihat rupa indekosku. Lagian, di sini aman.

"Aku langsung pamit, ya, Bel." Aku lantas melambaikan tanganku kepadanya, setelah mengucapkan hati-hati. Setelah Arsy menghilang dari penglihatanku, aku lantas berjalan menyusuri jalanan gang.

"Loh, Ei, Fa?" Aku terkejut tatkala melihat keberadaan Eisha dan Shafa yang berada di depan indekosku.

"Hai, Bel. Tadi pulang sama siapa?" tanya Shafa. Sepertinya Shafa melihat keberadaan Arsy tadi.

"Itu Arsy, temen aku, tinggal di gang sebelah."

Kulihat Shafa hanya ber oh ria.

"Eh, masuk, yuk." Aku segera merogoh kunci indekosku dari dalam kantong celana dan memasukkan anak kunci itu ke silindernya. Dalam sekejap, pintu indekos itu terbuka. Aku mempersilakan Shafa dan Eisha untuk masuk ke dalam. Setelah Shafa dan Eisha duduk di kursi tamu, aku pamit ke dalam sebentar untuk membuatkan minuman. Tak lama kemudian, aku keluar dengan tiga cangkir teh hangat di atas nampan.

Suasana dingin di malam ini sepertinya akan lebih menyenangkan bila ditemani dengan teh hangat. Aku menaruh dua cangkir teh di hadapan Eisha dan Shafa, sedangkan yang satunya di hadapanku.

"Tumben kalian mampir ke sini malem-malem. Ada apa?"

Hening menjawab pertanyaanku. Mereka berdua saling bertatapan, hingga kudengar suara Eisha di heningnya malam.

"Fa, ngomong, gih."

Aku melirik ke arah Shafa, sepertinya gadis itu yang hendak berbicara.

"Ehm, anu, Bel. Aku mau minta maaf," cicit Shafa, yang beruntungnya masih bisa kudengar.

"Minta maaf? Untuk apa?"

"Masalah yang kemarin. Aku minta maaf karena udah salah paham sama kamu. Aku udah nuduh kamu ngelupain persahabatan kita, cuma gara-gara kamu nyimpen rahasia di antara kita," ujar Shafa. Hatiku menghangat kala mendengar ucapan Shafa. Tapi, sebenarnya Shafa tidak perlu meminta maaf. Ia tidak salah. Justru di sini, aku yang salah, karena sudah merahasiakan sesuatu dari mereka.

"Kamu gak perlu minta maaf, Fa. Kamu gak salah," ujarku lantas tersenyum. Aku beralih menatap Eisha. "Aku minta maaf kalau aku belum bisa cerita semuanya sama kalian."

Love isn't about Perfection [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang