"Semoga Yang Mulia Shrī Mahārāja Srīmat Tribhuwanarāja Mauli Warmadewa bergembira atas kerja sama yang terjalin antara Singhasari dan Dharmasraya. Sang Prabu Shri Maharajadiraja Kertanagara menghadiahkan arca ini sebagai tanda suka cita atas penyambutan Yang Mulia dan rakyat Dharmasraya."
Atas nama Kertanagara, Rakryān Mahā-Mantri Dyah Adwayabrahma, Rakryān Sirikan Dyah Sugatabrahma, Payaman Hyang Dipangkaradasa dan Rakryān Demung Mpu Wira yang datang bersama pasukan besar armada laut Singhasari, diterima dalam perayaan bersama rakyat Dharmasraya. Pelabuhan di hulu Sungai Batanghari yang lebar dan panjang itu, dipenuhi oleh jung-jung Singhasari. Kebo Anabrang yang mendampingi mereka bertemu dengan Srimat, mengatur penurunan sebuah arca dari dalam jung yang terbesar.
Sontak rakyat Dharmasaraya terkejut melihat arca yang besar itu diturunkan Lembu Sora dibantu pasukan Singhasari dengan menggunakan gelondongan kayu dan jalinan serat batang kelapa yang dijadikan tali untuk menarik. Tampak di situ, Indrawarman terlihat sangat bergembira dengan penyambutan rakyat Mauli. Ia melayani setiap orang yang menanyakan tentang arca itu.
"Ini adalah Arca Buddha Amoghapāśa Lokeśwara yang Prabu Shri Maharajadiraja Kertanagara hadiahkan untuk kegembiraan para brahmana, ksatria dan segenap arya serta seluruh waisya-syudra Dharmasraya. Semoga Prabu Shri Maharaja Srimat diberkahi kemakmuran dalam memimpin."
Kata-kata sang Rakryan Mahamantri itu sangat menyenangkan hati Srimat. Teriakan suka cita rakyat Dharmasraya pun bergema. Tetabuhan silih berganti dibunyikan. Pelabuhan kini berganti menjadi tempat berpesta rakyat.
---
Di malam hari, jung-jung yang disandarkan di sepanjang sungai Batanghari dikosongkan agar pasukan Singhasari dapat menikmati saat-saat berada di Swarnabhumi. Rakyat yang terkesima dengan jung-jung itu, datang ke pelabuhan untuk melihat-lihat. Suara mereka terdengar oleh Indrawarman dan Kebo Anabrang yang justru memilih untuk berbicara berdua di dek jung terbesar pengangkut arca hadiah dari Kertanagara.
"Wow! Ini jung terpanjang yang pernah aku lihat!"
"Kau lihat tadi waktu arca diturunkan dari jung ini? Orang-orang Singhasari itu menggunakan gelondongan kayu sebagai roda."
"Ya, aku juga lihat mereka mendorong arca dengan gelondongan kayu itu."
Tidak ingin diketahui memisahkan diri dari para Lembu dan Kebo yang sedang berpesta bersama rakyat dan pejabat Kerajaan Dharmasraya, Indrawarman dan Kebo Anabrang diam mendengarkan saja. Mereka berbaring memandang bintang-bintang di langit.
"Kalau kau ikut tidak pulang, siapa yang akan mengurusi jung di sana nanti?"
Kebo Anabrang berbisik. Pandangannya lurus menatap langit. Indrawarman yang berbaring dengan menopangkan kedua lengan ke belakang kepala, tidak menjawab. Ia hanya menghela napas panjang.
Tiba-tiba Kebo Anabrang bangkit dan duduk. Dengan bersandar di satu lengan, ia kembali berbisik, "Aku dengar ada suatu daerah di pedalaman utara Swarnabhumi. Danau yang sangat besar dengan pemandangan yang indah. Daerah itu di atas gunung. Besok aku akan tanya ke nelayan di sini untuk tahu arah ke sana. Aku ingin membangun sebuah desa nelayan di sana. Jung-jung yang ...."
Kata-kata Kebo Anabrang itu terputus karena ada suara orang yang menaiki dek jung. Kebo Anabrang dan Indrawarman menoleh. Tampak Lembu Sora dan Rangga Lawe berjalan ke arah tempat mereka berbaring.
"Kita sudah berjanji untuk berbakti kepada Prabu Shri Maharajadiraja Kertanagara, Anabrang. Jangan tinggalkan Jawadwipa. Tetaplah ikut pulang nanti setelah urusan di Dharmasraya ini selesai."
Kata-kata Lembu Sora itu sontak membangunkan Indrawarman. Ia duduk melihat ke Kebo Anabrang. Sementara orang yang disebut oleh Lembu Sora justru memalingkan muka ke arah sungai.
"Aku ingin kembali ke tanah leluhurku, Sora. Sekian lama aku sudah meninggalkan Swarnabhumi. Sekarang aku sudah di sini, aku ingin menetap," kata Kebo Anabrang.
Ia bangkit berdiri dan berjalan ke pinggir jung. Sambil bersandar di situ, ditolehkan kepala memandang ke Indrawarman.
Lembu Sora berjalan ke dekat Kebo Anabrang berdiri. Sambil tersenyum, ia berkata, "Semua terserah pada kau sendiri, Anabrang. Aku hanya memberi pertimbangan."
Ditepuk-tepuknya bahu Kebo Anabrang.
"Kami akan sangat kehilangan kalau kau pergi, Anabrang. Bahkan aku mengenal seluk-beluk jung, semua karena kau," kata Rangga Lawe menimpali.
Kebo Anabrang terdiam memandang Rangga Lawe. Dipandanginya Lembu Sora bergantian. Lalu, mengembuskan napas panjang.
"Baiklah. Setelah selesai urusan kita di Dharmasraya ini, aku akan ikut pulang ke Jawadwipa. Maafkan, Indrawarman. Aku tidak jadi menetap di sini."
Mendengar itu, Indrawarman tersenyum. Ia hanya menganggukkan kepala, memaklumi keputusan sepupunya itu.
Di malam pesta penyambutan pasukan Singhasari yang datang dari Jawa, langit terlihat cerah. Semua orang berpesta di pelabuhan Kerajaan Dharmasraya. Para Rakryan yang ditugaskan Kertanegara untuk menyerahkan arca, mendapatkan kejutan saat keesokan hari sang Maharaja Dharmasraya membalas hadiah Kertanegara.
Hingga tiba saatnya akan pulang, dua orang perempuan diserahkan sebagai persembahan bagi Kertanagara di Singhasari untuk dijadikan istri. Para Rakryan yang menjadi wali raja Jawa yang datang, diserahkan Dara Petak dan Dara Jingga untuk dibawa. Indrawarman menyerahkan kepemimpinan jung terbesar yang membawa arca, untuk pulang ke Jawa kepada Rangga Lawe dan Lembu Sora. Ia memilih menetap di Swarnabhumi dan Kebo Anabrang memilih untuk memimpin pulang pasukan Singhasari. Beberapa orang keturunan Swarnabhumi yang mengabdi di Singhasari, ikut bersama Indrawarman.
---
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)
Historical FictionTapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa --- Di masa lalu, Tapak Bumi hidup di masa akhir Kerajaan Singhasari dan pra-Kerajaan Majapahit. Kematian Prabu Shri Maharajadiraja Kertanagara akibat pemberontakan Jayakatwang sangat menyakitkan hati Dyah...