Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (36)

1.6K 26 2
                                    

Di puncak sebuah bukit, Tapak Bumi mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Gelap suasana malam di daerah itu, membuat ia harus memusatkan kekuatan untuk dapat mengerti di mana sekarang berada. Menyadari keadaan sekeliling, Tapak Bumi duduk di hamparan rumput puncak bukit itu. Kedua tangannya memutar di depan dada sambil menarik napas dalam-dalam. Lalu ditahan di perut dan dengan cepat dikibaskan ke kanan kiri bergantian, bersama embusan napas ke luar. Ia menarik napas kembali dan mengulangi gerakan tadi. Kedua matanya terpejam, pertanda sedang memusatkan pikiran pula.

Ke luar dari instalasi nuklir di Lembah Grambung, Tapak Bumi mengerahkan tenaga dalam untuk dapat melompat dan berlari kencang. Tujuan pertamanya adalah mencari puncak bukit yang dapat dijadikan tempat untuk memeriksa arah dan letak di mana ia berada.

"Heaaa!"

Dengan mengembuskan napas kencang, kedua tangan Tapak Bumi diempaskan ke depan berulang-ulang. Mata tetap terpejam tetapi kedua alis yang berkerut di dahi, kelihatannya Tapak Bumi sedang mengerahkan ajian yang sangat dahsyat.

Perlahan, satu tangan diputar di depan wajah dan satu tangan yang lain diputar ke arah bawah. Lalu tangan yang di depan wajah itu ditangkupkan dengan tangan yang ke arah bawah, ke depan dada. Tapak Bumi kini diam, hanya bahu yang teratur naik turun karena bernapas dengan perlahan. Beberapa saat kemudian, roh Tapak Bumi ke luar dari tubuhnya. Berdiri dengan kedua tangan yang terbuka di samping pinggang, roh itu kemudian melesat ke angkasa.  

Di mana aku ini? Mengapa semua yang kulihat bukan seperti di Jawa Dwipa?

Roh Tapak Bumi bertanya pada diri sendiri. Hamparan pegunungan dengan rumput yang membentang, hanya yang terlihat. Tidak ada pepohonan rimbun dengan sungai-sungai. Tidak ada kebun atau pematang sawah. Semua kelihatan hanya pegunungan yang berhamparan rumput. Roh Tapak Bumi berulang kali memalingkan wajah ke arah lain. Ia ingin mengenali daerah di mana ia sekarang berada.

Aku belum pernah berada di sini. Mengapa aku bisa sampai di sini? Apakah benar, aku sekarang bukan berada di Jawa Dwipa?

Roh Tapak Bumi bergumam dalam kebingungan. Di kejauhan, terlihat cahaya yang berpendar. Kerlap-kerlip berwarna-warni. Roh Tapak Bumi memandangnya dengan mengernyit. Lalu, diedarkan pandangan ke arah lain. Kini, tampaklah lautan luas membentang. Tidak mengerti dengan tempat di mana berada, roh Tapak Bumi melihat ke arah bintang. Ia seperti mencari sesuatu di bintang-bintang itu.

Itu dia bintang kemukus. Jika aku di sini, berarti harus ke arah sana, kata roh Tapak Bumi.

Jari telunjuk Tapak Bumi mengarah ke sebelah kanan. Ia kembali melihat ke gugusan bintang yang tadi menjadi patokan. Sejenak dipicingkan mata memandang ke kejauhan.

Artinya, di sana barat. Aku harus ke arah barat. Di sana Jawa Dwipa, kata roh Tapak Bumi lagi.

Kedua tangan direntangkan terbuka dan dengan cepat dibalikkan. Roh Tapak Bumi perlahan turun ke tanah. Lalu sesampai di dekat tubuhnya yang sedang duduk diam, roh Tapak Bumi melangkah masuk.

Tubuh Tapak Bumi langsung tersentak dengan kelopak mata yang terbuka. Sejenak ia menenangkan diri. Lalu, kedua tangan yang ditangkupkan di depan dada dibuka ke arah atas secara perlahan. Disentakkan ke depan, Tapak Bumi berteriak, "Heaaa!"

Tapak Bumi mengatur napas, untuk menurunkan tenaga dalam yang baru saja dikeluarkan. Setelah beberapa saat menenangkan diri, ia berdiri. Kepalanya berputar, memandang langit malam. Dapat yang dicari, Tapak Bumi berjalan menuruni puncak bukit. Saat baru melangkah, ia kembali membuka telapak tangan terentang di samping. Kedua tangan yang terentang itu ia naik-turunkan sambil mengatur napas.

Saat telah melangkah lebih jauh, Tapak Bumi menarik napas panjang dan langkah berjalan pun kini lebih cepat. Dengan napas yang ditahan di perut, Tapak Bumi berteriak, "Ajian Bayu Ning Raga!"

Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang