Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (12)

2.7K 37 5
                                    

"Gasing! Ke luar kau!"

Dengan kedua tangan terkepal, Sunting Perindu berteriak. Suara lantang si perempuan Swarnabhumi itu, merambat cepat di udara. Dedaunan yang tersentuh, langsung berjatuhan ke tanah. Di sampingnya berdiri, tampak Taring Karang.

Di hadapan mereka ada sebuah gubug kecil. Gubug yang terletak di atas bukit. Suasana di tempat itu indah. Lapangan dengan rumput yang tidak tinggi. Pohon-pohon besar berderet di sepanjang jalan mendaki ke atas.

"Sepertinya tidak ada orang, Sunting. Kita berteriak di sini, orang yang berada di balik bukit tidak akan mendengar," kata Taring Karang.

Matanya menatap tajam jauh ke atas bukit. Mendengar itu, Sunting Perindu menoleh ke arah Taring Karang.

"Lakukanlah sesuatu," pinta Sunting Perindu.

Lalu, ia berdiri menjauhi Taring Karang beberapa langkah. Taring Karang menarik napas dalam-dalam beberapa kali. Kedua kaki dibuka selebar bahu. Sambil membuka kaki, Taring Karang menarik-embuskan napas dan menggerakkan kedua tangan ke atas dan ke bawah bergantian. Disilangkannya kedua tangan sambil menarik napas lagi. Sesaat napas itu pun ditahan di perut.

Tiba-tiba dengan cepat kedua tangannya dihentakkan ke tanah sambil berteriak.

"GASING!"

Gelombang suara teriakan Taring Karang menggema. Kuat dan keras sekali sehingga tanah bergetar dan daun-daun pepohonan di sekitar berjatuhan. Gelombang suara teriakan Taring Karang pun bergerak dengan cepat merambat di udara dan menghantam gubug yang terletak di atas bukit itu.

Duaaar!

Gubug seketika hancur berantakan terkena hantaman gelombang suara yang dikeluarkan oleh Taring Karang. Atap gubug pun terlempar dan tercerai-berai. Dindingnya yang terbuat dari bilah-bilah bambu hancur terpatah-patah. Tiang-tiang bambunya juga terlempar berantakan. Gubug itu kini rata dengan dengan tanah.

"Tidak ada siapa-siapa," ucap Sunting Perindu dengan tatapan tajam ke atas bukit.

"Iya. Tidak ada siapa-siapa."

Taring Karang mengulangi perkataan Sunting Perindu, setelah menurunkan gelombang energi tenaga tenaga dalam. Wajahnya menyeringai memandangi gubug yang kini telah hancur itu.

"Baiklah. Mari kita cari ke tempat lain," ajak Sunting Perindu kemudian.

Namun saat mereka membalikkan badan dan berjalan, dari bukit itu sesosok bayangan orang berkelebat dengan cepat. Bergerak menuruni bukit dan langsung meloncat mendahului Taring Karang dan Sunting Perindu yang sedang berjalan menurun.

Sambil melompat ke depan Sunting Perindu dan Taring Karang yang sedang berjalan, sesosok orang yang berkelebat cepat tadi sempat pula menghentakkan kaki ke kepala Taring Karang. Dihentakkannya dengan kuat ke kepala Taring Karang untuk melayang kembali di udara.

"Heaaa!"

Sesosok orang yang berkelebat cepat itu berteriak sambil melompat. Taring Karang merasakan terpaan angin yang berembus kencang dari belakang ke arah mereka. Bergegas ia menyiapkan tangkisan.

"Huaaa!"

Sambil berteriak Taring Karang segera membalikkan badan dan menyilangkan kedua tangan ke atas. Namun, ia kalah cepat. Tak ayal lagi tubuhnya terperosok ke dalam tanah saat menahan tekanan yang datang dari atas akibat hentakan kaki sesosok tubuh tadi. Saat mendarat, kedua kaki orang yang tiba-tiba menyerang itu diempaskan ke tanah.

Braaak!

Tanah bergetar dan di sekitar ia berdiri tampak retak. Seketika debu tanah terlontar ke udara. Tubuh sesosok orang yang tiba-tiba datang menyerang itu, tertutupi debu yang beterbangan.

"Siapa kalian?"

Saat debu yang berterbangan telah hilang, tampak seorang lelaki berambut putih panjang dan berjanggut, berdiri di hadapan Taring Karang dan Sunting Perindu. Ia yang menyerang Taring Karang, bertanya dengan sikap siaga akan menyerang lagi.

"Kau siapa?"

Taring Karang balik bertanya dengan bahasa Melayu sambil ke luar dari lubang di tanah tempat ia terperosok saat menahan hentakan kaki si laki-laki tua itu. Sunting Perindu yang berdiri di samping Taring Karang, sedang menaikkan tenaga dalam. Kedua tangan Sunting Perindu berputar di samping dan napasnya berulang kali ditarik-diembuskan dengan cepat.

"Kau yang datang ke tempatku, menghancurkan gubugku, sekarang malah kau yang bertanya?"

Si laki-laki tua berteriak marah. Wajah tuanya terlihat seram, memandang Taring Karang dan Sunting Perindu dengan melotot.

"AKU GASING!" teriak si laki-laki tua lagi.

Kedua tangan dikepalkan di samping dada. Kedua kakinya bergerak maju. Ia berlari zig-zag. Lalu, dengan cepat kedua tangan itu bergantian menghamburkan pukulan ke arah Taring Karang.

"Hiaaat!"

Sambil mundur menerima serangan itu, Taring Karang menangkis tinju tangan kanan Gasing. Saat berbenturan, kedua tangan yang sama-sama mengerahkan tenaga dalam itu bergetar dan menimbulkan suara seperti kayu yang dipukulkan ke sebuah karung.

Buuugh!

Setelah menangkis serangan tinju tangan kanan Gasing. Taring Karang memutar badan dan gantian melayangkan tinju ke arah Gasing. Gasing dengan cepat pula menghindar ke samping. Lalu, dengan cepat Gasing meloncat dan mengarahkan tendangannya ke kepala Taring Karang.

Saat meloncat itu, Gasing tak sempat mengelakkan sebuah pukulan yang mendarat di punggungnya. Sunting Perindu yang sedari tadi telah bersiap, meloncat dan melayangkan tinju ke arah Gasing.

"Haaait!" teriak Sunting Perindu.

Tinjunya yang berisi tenaga dalam, menghantam punggung Gasing.

Buuugh!

Gasing pun terlempar jatuh. Melihat Gasing terjatuh, dengan cepat Taring Karang mengejar mendekati dan menghantamkan pukulan ke dada Gasing saat ia mencoba berdiri.

Buuugh!

Gasing kembali terlempar jatuh. Tak cukup sampai di situ, Sunting Perindu meloncat dengan kedua tangan yang diputarkan ke atas. Lalu, satu tangannya kembali menghunjam keras ke dada Gasing.

Buuugh!

Kembali Gasing terlempar dan kali ini ia jatuh tertelungkup. Sunting Perindu dan Taring Karang menghentikan serangan mereka. Keduanya hanya berdiri menanti Gasing bangkit. Perlahan-lahan Gasing mencoba berdiri. Darah jatuh bercucuran dari mulut. Kain panjang penutup dadanya kini berwarna merah darah.

"Kau telah menculik Keriyap anak kami, Gasing! Katakan di mana anak itu!" teriak Sunting Perindu.


---

Bersambung

Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang