Lembah Grambung di malam hari hanya berhias cahaya bulan dan gemerlap bintang. Lembah yang kering dan tandus itu, memang tidak dihuni manusia. Saat siang suhu udara akan sangat panas dan akan sangat dingin di malam hari. Hanya hewan dan tumbuhan liar yang menjadikannya rumah. Di malam yang sunyi seperti itu, kompleks instalasi uji coba fusi nuklir terasa angker. Tembok yang tinggi memanjang, dengan kawat di atasnya yang dialiri listrik, sangat tidak memungkinkan bagi orang yang tidak memiliki akses masuk bisa menerobos.
Di salah satu ruang di dalam kompleks instalasi, Tapak Bumi masih berdiam dalam semedi. Kedua tangan yang dikatupkan di depan dada dengan mata terpejam, tiada memperlihatkan pergerakan sedikit pun sejak Tyas, Jenderal Sandika dan Profesor Santo terakhir mengamati. Tubuhnya masih tetap duduk bersila. Saat malam hari tiba seperti malam itu, tubuhnya mengeluarkan uap hangat di tengah dingin udara lembah Grambung.
"Belum ada pergerakan, Pak?"
Seorang laki-laki dengan berjaket putih laboratorium, bertanya pada pengawas layar monitor CCTV yang sedang bertugas memantau Tapak Bumi. Ia baru saja masuk ke ruangan pengawas itu. Sambil berdiri melepas jaket yang dipakai ke gantungan, pandangan orang itu tertuju ke layar monitor. Sepintas terlihat seutas kabel kecil di belakang telinga kiri, yang langsung tertutup begitu kerah baju dirapatkannya ke leher.
"Belum, Pak. Masih belum menyentuh makanan yang diberikan hari ini malah. Tuh liat."
Orang yang baru datang, langsung menarik kursi yang tadi dijadikan alas kaki, dan duduk di situ. Ia langsung mengoperasikan keyboard pengatur layar untuk memperbesar tampilan. Diperhatikannya ritme detak jantung dan suhu tubuh Tapak Bumi yang ada di sebelah kiri layar monitor.
"Luar biasa. Sudah beberapa hari ini, dia cuma bersemedi dan tidak makan minum. Sanggup dia ya?"
Melihat daya tahan tubuh Tapak Bumi yang tidak makan-minum bahkan bergerak selama beberapa hari, pengawas yang bertugas di ruang monitor menyatakan kekagumannya kepada orang yang baru datang itu. Lembaran surat kabar dilipat dan diletakkan di meja sebelah layar monitor. Ia memajukan kursi untuk duduk lebih mendekat.
Orang yang baru datang itu diam saja, tidak berkata apa-apa. Mata hanya menelisik tampilan di layar monitor tetapi perlahan satu tangannya menyelusup ke balik pakaian. Tiba-tiba orang yang baru datang itu menoleh ke pengawas yang bertugas di ruang monitor.
Katanya, "Bapak malam ini sudah boleh pulang. Gantian saya yang jaga sampai nanti petugas berikutnya datang."
Mendengar itu, pengawas yang bertugas sontak ingin menjawab. Namun baru saja mulut membuka untuk berbicara, sepucuk senjata api ditodongkan ke wajahnya. Orang yang baru datang itu tersenyum sambil memiring-miringkan kepala ke sebelah kiri. Refleks kedua tangan ke atas dan pengawas yang bertugas di ruangan pengawas CCTV, berdiri dari duduk dan langsung berjalan ke arah yang dimaksud.
"Ruang monitor terkendali. Lanjut ke ruang objek. Ganti!"
Sambil terus menodongkan senjata api, orang yang baru datang itu seperti berbicara sendiri. Pengawas ruang monitor CCTV yang sedang berada di bawah ancaman, diam berdiri. Walau kedua tangan terangkat, tetapi matanya menelisik siapa orang yang di hadapannya itu.
---
"Lanjut ke ruang objek. Titik temu di gerbang A. Ganti!"
Begitu menjawab suara di ujung sambungan alat komunikasi yang terselip di balik telinga, seorang lelaki dengan berpakaian hitam-hitam melambaikan tangan ke tiga orang lain di dekatnya. Bergegas mereka berlari sambil mengarahkan moncong senjata api otomatis yang dipegang ke depan. Walau mulut dan hidung tertutup masker anti-gas tetapi mata mereka memperlihatkan pandangan yang awas ke sekeliling lorong yang dilalui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)
Ficción históricaTapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa --- Di masa lalu, Tapak Bumi hidup di masa akhir Kerajaan Singhasari dan pra-Kerajaan Majapahit. Kematian Prabu Shri Maharajadiraja Kertanagara akibat pemberontakan Jayakatwang sangat menyakitkan hati Dyah...