Para dokter yang menangani Tapak Bumi, berdiri di sekeliling tempat tidur sang pendekar Singhasari. Berbagai alat yang ditempatkan di belakang kepala, dengan perangkat petunjuk perkembangan pemulihan, berkedip-kedip dengan ritme teratur. Di antara para tamu yang berada di kamar itu, hanya Jenderal Sandika Perkasa yang tampak memberi perhatian besar. Berkas pemeriksaan yang sedang dipegangnya, dibaca dengan serius. Ia berulang kali bertanya kepada dokter kepala yang bertugas.
"Kegagalan kelenjar pituitari dalam dosis pompa yang terlalu besar bisa saja terjadi. Pertumbuhan yang mendadak besar dengan pemicu dari kortisol terhadap bentuk tubuh lalu, terjadi stagnan saat adrenalin yang memuncak juga terhenti, akibatnya terjadi kekacauan di dalam hipotalamus."
Jenderal Sandika mengernyit mendengar kata-kata penjelasan sang dokter kepala. Berulang kali pandangannya berpindah dari layar-layar yang menampilkan gambar otak Tapak Bumi, ke berkas pemeriksaan dokter yang sedang dipegang. Tapak Bumi yang terbaring di tempat tidur pasien rumah sakit pusat militer itu, tidak ada menunjukkan tanda-tanda pemulihan kesadaran. Sejak tembakan sinar laser yang membenturkan tubuh sang pendekar Singhasari ke dinding, ia tidak sadarkan diri hingga saat dikunjungi oleh Jenderal Sandika. Beruntung, para dokter yang menangani adalah dokter yang memeriksakan kondisi kesehatan Tapak Bumi saat baru tiba di Jakarta sehingga lebih cepat mengambil tindakan.
"Seperti pemeriksaan yang terdahulu, dari foto pemeriksaan endkoskopi tampak ada perbedaan ukuran jantung antara pasien kita ini dengan orang lain," kata sang dokter kepala sambil menunjuk ke Tapak Bumi. Lalu kemudian katanya, "Ini kan berarti pompa darah oleh jantung akan cepat dan volume darah yang dipompakan juga besar. Yang seharusnya berbahaya bagi manusia tapi pada pasien kita ini ditemukan denyut nadi normal. Metabolisme tubuh normal."
Dokter kepala itu memperlihatkan rekam denyut jantung Tapak Bumi di lembaran berkas. Tampak angka dari gelombang denyut bergerak teratur.Jenderal Sandika mengamati berkas rekam itu sambil tersenyum. Ia yang sangat mengagumi sang pendekar Singhasari, tidak mengatakan apa-apa. Hanya menoleh ke arah tempat tidur sambil tersenyum.
"Gelombang hormon kortisol pasien kita ini stabil walau gelombang hormon adrenalinnya tinggi."
Foto di lembaran rekam sebuah alat yang kemudian diperlihatkan sang dokter kepala, menampilkan gelombang naik turun. Jenderal Sandika mencoba memahami, dengan memerhatikan sambil mengernyit. Tampak sang Jenderal sedang berpikir.
"Hormon adrenokortikotropik yang sedang memacu peningkatan massa jaringan otot saat terjadinya pembesaran tubuh, terhubung dengan otak. Yaitu ini," kata sang dokter kepala sambil menunjuk layar yang menampilkan gambar otak Tapak Bumi.
Tyas, Kepala Kepolisian Negara dan Kepala BATANINDO yang berhutang budi dengan campur tangan Tapak Bumi dalam berbagai konflik, hanya terdiam mendengarkan. Sambil memandangi sang pendekar Singhasari yang terbaring tanpa kesadaran itu, wajah mereka terlihat tidak gembira.
---
Setelah usaha ketiga orang anggota unit khusus sabotase yang hendak meledakkan instalasi nuklir Lembah Grambung digagalkan oleh Tapak Bumi, pihak pengadilan pun memperberat tuntutan hukuman kepada sang Komandan. Jaksa menyebutkan bahwa sang pemimpin organisasi teror itu tidak kooperatif sejak awal persidangan. Dalam sidang terdahulu, hakim telah menanyakan keberadaan unit-unit khusus bentukannya tetapi dijawab dengan mengalihkan ke hal yang lain.
"Saudara terdakwa telah terbukti melecehkan sidang dengan berbohong. Kata-kata yang Saudara terdakwa jawab saat ditanya Hakim, sangat melecehkan wibawa persidangan. Jika peristiwa percobaan peledakan instalasi Lembah Grambung tidak dihalangi oleh seseorang yang tergabung dalam pasukan keamanan, tentu tuntutan untuk membebaskan Saudara terdakwa akan terpenuhi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)
HistoryczneTapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa --- Di masa lalu, Tapak Bumi hidup di masa akhir Kerajaan Singhasari dan pra-Kerajaan Majapahit. Kematian Prabu Shri Maharajadiraja Kertanagara akibat pemberontakan Jayakatwang sangat menyakitkan hati Dyah...