Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (16)

2.7K 36 8
                                    

"Prabu Kertanagara akan mengirim Kebo Anabrang, Kebo Taruna, Nambi, Gajah Biru, Lembu Sora, Rangga Lawe dan Kebo Renteng untuk memimpin Ekspedisi Pamalayu, Yang Mulia Jayakatwang. Bersama puluhan kapal yang akan mengangkut sekitar seribuan prajurit Singhasari."

Kebo Mundarang berbicara di halaman tempat Jayakatwang tinggal di Kadiri. Ia datang untuk menyampaikan berita penting. Jayakatwang memang menugaskannya untuk memata-matai Singhasari.

"Lantas Raden Wijaya?" tanya Jayakatwang kemudian.

"Tidak ikut, Yang Mulia Jayakatwang. Raden Wiajaya akan tetap di sini bersama Prabu Kertanagara." 

Mendengar jawaban Kebo Mundarang itu, Jayakatwang terdiam sejenak. Ia melirik ke luar halaman.

"Bagaimana keadaan Gentong Kayu?"

Sambil bertanya, Jayakatwang memalingkan muka ke arah Kebo Mundarang. Alis mata yang terangkat satu begitu, sepertinya Jayakatwang merencanakan sesuatu.

"Gentong Kayu dalam pengobatan di rumah Gasing si Pendekar Tongkat, Yang Mulia. Luka-lukanya sangat parah. Gentong Kayu juga memperdalam ilmu kedigjayaannya di situ," jawab Kebo Mundarang.

"Kita butuh Gentong Kayu."

Suara Jayakatwang terdengar samar. Perlahan ia berdiri dari duduk dan berjalan mengambil sebuah batu seukuran genggaman tangan dari tanah. Sesaat ditatapnya batu itu lalu, diremas dengan kuat.

Krak ... krak ... krak ....

Kedua tangan sang penguasa Kadiri itu mengepal, menggenggam pecahan batu. Mata mendelik memandang tangan yang sedang meremas. Lalu, dilemparkan pecahan batu itu ke tanah. Kebo Mundarang hanya berdiri diam, memerhatikan sikap Jayakatwang.

"Waktunya semakin dekat, Kebo Mundarang. Darah leluhurku harus dibayarkan!"

Gemeretak suara dari gigi Jayakatwang, terdengar setelah mengucapkan kata-kata itu. Kebo Mundarang masih diam, tidak berkata apa-apa. Namun, kepalanya dipalingkan ka arah embusan angin yang datang dari kejauhan. Jayakatwang juga menoleh ke arah itu.

"Ada yang lain datang ke sini, Yang Mulia Jayakatwang."

Kebo Mundarang berjalan ke arah depan Jayakatwang dan bersiap dengan kuda-kuda. Namun, Jayakatwang hanya menelengkan kepala. Ia mencoba mengenali siapa yang akan muncul itu. Setelah beberapa saat kemudian, Jayakatwang melangkah mendekati ke sebuah batu besar dan duduk di atasnya.


---


Buuum!

Embusan angin sangat kencang yang datang tiba-tiba menyibakkan kain panjang Jayakatwang. Rambut yang semula tergerai, berkibaran ditiup. Di hadapannya, Arya Wiraraja baru saja mengempaskan kedua kaki ke tanah. Kebo Mundarang yang semula bersiaga, kini mulai kelihatan lebih tenang. Ia pun duduk di tanah dekat Jayakatwang berdiri.

"Apa? Kertanagara hendak menyerang Malayu?"

Arya Wiraraja bertanya sambil berjalan mendekati Jayakatwang yang sedang duduk di sebuah batu. Debu tanah yang beterbangan, perlahan mulai menghilang.

"Benar. Kertanagara akan melakukan penyerangan ke Malayu," jawab Jayakatwang.

"Apa cukup kekuatan Singhasari untuk menaklukkan Malayu?"

Pertanyaan Arya Wiraraja itu terkesan mengejek. Ia mencibir. Kebo Mundarang yang melihatnya juga ikut tersenyum sinis.

"Kabarnya, Kertanagara mencari pendekar tanpa tanding di seluruh Jawa Dwipa. Para Lembu dan Kebo mencarinya ke seluruh kadipaten di Jawa Dwipa ini."

Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang