Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (49)

1.1K 20 2
                                    

Persidangan terhadap para tersangka pelaku percobaan kudeta, selalu dihadiri oleh banyak awak media. Siaran langsung dan berita di koran tentang persidangan, mewarnai hiruk-pikuk masyarakat yang terus membicarakan pertempuran Tapak Bumi melawan Gentong Kayu saat penggerebekan militer dan polisi. Bahkan saat para awak media meliput perbaikan fasilitas yang rusak di Gedung BATANINDO, mereka masih pula membicarakan tentang dahsyatnya kesaktian para pendekar Jawa dari masa lalu.

Saat keesokan hari bertemu Jenderal Sandika dan Kepala Kepolisian Negara di persidangan untuk memberi kesaksian, Tyas menyampsikan tentang keinginan Tapak Bumi melakukan sendiri upacara pembakaran mayat Gentong Kayu. Tapak Bumi mengatakan ingin menghormati Gentong Kayu. Juga karena Sunting Perindu - ibu sang pendekar Kadiri yang mati terbunuh oleh ia sendiri demi membalaskan kematian Gasing itu - pernah melakukan upacara pembakaran mayat Kalong Ireng saat meninggal dunia.

"Ya, kita akan penuhi permintaan Tapak Bumi. Kita harus menghormati kepercayaannya. Bagaimanapun juga, Tapak Bumi dan Gentong Kayu adalah orang dari masa leluhur kita. Saya dan Kepala Kepolisian yang akan mengatur tempat dan perlengkapan upacara karena ini kegiatan tertutup, hanya untuk orang-orang tertentu," kata Jenderal Sandika kepada Tyas.

Tyas pun mengabarkan kepada Tapak Bumi. Ia juga menanyakan apa yang dibutuhkan untuk pelaksanaan upacara itu. Setelah diberitahu kelengkapannya, Tyas dan orang-orang yang dibentuk oleh Jenderal Sandika dan Kepala Kepolisian Negara, mempersiapkan semua termasuk pakaian untuk Tapak Bumi.

Mendengar akan adanya kegiatan pembakaran mayat Gentong Kayu, kembali para awak media berlomba mencari tahu di mana lokasi akan diadakan. Mereka bahkan menyiarkan kasak-kusuk itu di dalam berita agar pelaksanaan kegiatan itu terbuka untuk umum. Simpang-siur pembicara di TV tidak membuat Jenderal Sandika atau Kepala Kepolisian Negara memberi tahu. Namun di saat pelaksanaan upacara, lokasi kegiatan yang di luar kota pun tetap akhirnya ramai didatangi para awak media. Terlanjur, Jenderal Sandika memberi izin mereka untuk meliput.


---


Upacara pembakaran mayat Gentong Kayu dimulai dengan pembersihan yang dilakukan Tapak Bumi. Sang pendekar Singhasari yang mengenakan kain panjang putih penutup bagian bawah tubuh dengan rambut yang digelung ke atas, membasuh dengan air yang sudah diberi wewangian bunga. Seorang Brahmana tampak menemani dengan membacakan doa-doa. Sementara suara alunan alat musik tradisional Jawa mengiringi. Di sekitar pemandian mayat itu, berbagai dupa dibakar.

Selesai membersihkan, Tapak Bumi membungkus mayat Gentong Kayu dengan kain panjang berwarna putih. Sang Brahmana yang menemani ikut membantu. Ditunjuknya bagian mayat yang tidak terbungkus. Lalu, Tapak Bumi merapikan kainnya kembali dan bersiap membawa ke tempat pembakaran. Saat akan membawa, sang Brahmana menunjukkan ke mana Tapak Bumi harus berjalan.

Pandangan Tapak Bumi menoleh ke arah yang ditunjuk. Sebuah rangka dari kayu yang disusun setinggi dua meter dengan tangga naik yang di puncaknya dialasi lempengan besi, telah ditumpukkan kayu. Ia langsung mengangkat mayat Gentong Kayu dan berjalan menuju tangga itu. Sang Brahmana pun ikut berjalan di belakang sambil mulai kembali melantunkan gita dengan membawa dupa yang telah dibakar.

Sesampai di atas, sang Brahmana bergegas menyusun dupa yang dibawanya, untuk diletakkan di pinggir-pinggiran tumpukan kayu. Lalu, ia membantu Tapak Bumi membaringkan mayat Gentong Kayu di atas tumpukan kayu itu. Sebagian dupa yang terbakar itu diberikan sang Brahmana kepada Tapak Bumi untuk diletakkan di sekitar tumpukan kayu di mana mayat Gentong Kayu dibaringkan. Perlahan tumpukan kayu yang kering itu pun mulai terbakar.

Asap yang membumbung naik itu pula, mendorong para peliput berita langsung menyorotkan kamera untuk mengabadikan peristiwanya. Mereka yang berdiri di bawah bangunan rangka kayu pembakaran mayat Gentong Kayu, merekam dan memotret. Pihak kepolisian yang diperintahkan untuk menjaga prosesi upacara tampak berdiri memerhatikan. Semua yang menyaksikan dari pinggir tanah lapang tempat diadakannya upacara, juga memotret dan merekam.

Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang