Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (7)

3.2K 43 14
                                    

"Bapak Presiden, apakah uji coba nuklir kita tidak di-warning oleh Amerika Serikat? Bagaimana tanggapan para pemimpin negara Barat?"

Salah satu wartawan yang berlarian mengejar kendaraan yang ditumpangi Presiden Republik Indonesia memasuki pelataran Istana Negara, bertanya di sela-sela usahanya untuk mendekati sosok orang terpenting di Negara Republik Indonesia itu. Presiden Indonesia turun ke luar mobil sambil melambaikan tangan ke arah orang-orang yang berdiri di sepanjang jalan masuk tadi. Wajah yang selalu menebar senyum itu memandang sekeliling dengan berseri-seri.

Di sebuah tempat di masa depan, hari itu Presiden Republik Indonesia dan Presiden Amerika Serikat akan menandatangi kesepakatan bantuan kerja sama militer di Istana Negara. Para wartawan dengan setia menunggu kedua pemimpin negara tiba dengan rombongan paspampres yang mengawal. Saat mobil yang ditumpangi Presiden Indonesia telah memasuki halaman Istana Negara, para wartawan segera berlari-lari mendekati sambil mengacungkan alat perekam suara ke sosok orang yang mereka tunggu-tunggu.

"Yo bukan uji coba nuklir, toh? Wong kita aja belum sampe ke uji coba nuklir," jawab Presiden Indonesia dengan aksen Jawa-nya yang khas.

Begitu ke luar mobil, para wartawan langsung mencecar Presiden Republik Indonesia dengan berbagai pertanyaan. Paspampres yang berjalan mengikuti Presiden pun hanya memberikan sedikit ruang untuk para wartawan yang ingin mewawancarai. Mereka yang ingin berdesakan langsung dipinggirkan.

"Masih tahap penelitian," ucap Presiden Indonesia kemudian.

Kerut di dahinya menaik saat menjawab dengan senyuman yang khas. Sejenak ia berhenti berjalan dan melirik ke kerumunan masyarakat yang berdiri di kejauhan. Sementara itu, wartawan pun semakin banyak datang mendekat.

"Bagaimana dengan bantuan Amerika Serikat, Pak? Apakah Amerika Serikat tidak keberatan jika Indonesia mengembangkan nuklir?" tanya wartawan yang satu lagi.

"Yo, ndak toh. Amerika Serikat itu membantu tenaga ahli dan biaya," jawab Presiden Indonesia kepada wartawan yang menanyakan tadi.

Melihat para wartawan yang semakin berdesak-desakan, Paspampres langsung membuat perimeter di sekeliling Presiden. Sambil tersenyum Presiden melambaikan tangannya ke arah kerumunan masyarakat dan wartawan yang lain. Terpanggil dengan lambaian tangan itu, masyarakat yang bercampur dengan para wartawan pun langsung meneriakkan nama Presiden. Mereka memanggil-manggil Presiden Indonesia untuk melihat ke arah mereka lagi.

"Kerja sama militer ini kan antara Indonesia dengan Amerika Serikat, Pak. Nama lembaga kita yang terlibat, Pak? Mohon namanya," tanya wartawan yang berikutnya.

Presiden Indonesia segera melambaikan tangan ke arah kerumunan masyarakat yang memanggil-manggil namanya. Ia seperti tidak mendengar pertanyaan itu.

"BATANINDO. Nanti BATANINDO yang akan mengembangkan lebih lanjut dan kerja sama dengan UNIAEA sebagai lembaga internasionalnya dan Amerika Serikat sebagai mitra kerja sama kita," jawab Presiden Indonesia tiba-tiba.

Menjawab dengan aksen Jawa yang terdengar khas, ia kembali tersenyum saat menyebutkan nama BATANINDO. Presiden Indonesia yang berjalan sambil menjawab berbagai pertanyaan itu, tidak terasa sudah mendekati pintu masuk Istana Kepresidenan. Sebagai tata protokoler, di area tertentu para wartawan sudah tidak diperkenankan masuk lagi. Kecuali diizinkan oleh Protokoler Istana.


---


Sontak suara gembira menggelegar di sebuah ruang gedung perkantoran pemerintah saat di layar TV Presiden menyebutkan nama BATANINDO yang akan melakukan proyek pengembangan nuklir di Indonesia. Para staf yang berada di ruangan itu saling menepukkan tangan dan bersalaman.

"Horeee!"

Mereka bersama-sama berteriak kegirangan. Ada yang menghirup kopi lalu mengangkat ke teman-temannya yang juga menonton sambil berteriak kegirangan. Mereka semua berdiri, menyaksikan acara di TV yang menyebutkan nama instansinya bekerja, dengan antusias.

"Selamat, Pak Kepala BATANINDO! Lobbying kita ke Presiden berhasil!"

Seorang staf yang berdiri di samping lelaki berkaca mata dengan kepala yang setengahnya botak, menyalami dengan setengah berteriak. Ia pun menyambut tangan staf yang menyalami itu. Dilihatnya sekeliling, seluruh orang sedang bergembira. Si lelaki itu adalah Kepala Badan Tenaga Atom Indonesia.

"Saudara-saudara, syukurlah kita tetap yang dipercaya oleh Presiden dan didukung oleh TNI untuk mengembangkan nuklir. Kita wajib mengadakan syukuran atas penghormatan ini. Kita akan membuktikan kepada dunia bahwa negara kita melalui BATANINDO harus diperhitungkan dalam teknologi nuklir!"

Kepala BATANINDO kemudian berbicara dengan suara keras kepada para staf yang ada di ruangan itu. Sontak para staf berhenti bersuara dan diam mendengarkan.

"Kita akan menanggung-jawabi program nuklir ini dengan baik dan kita akan ajukan tim riset yang sudah memulai dengan anggaran!"

Lanjut katanya dengan suara yang terdengar bersemangat. Setelah berbicara dengan suara lantang, ruangan itu kembali dipenuhi dengan hingar bingar kegembiraan.


---


"Tyas! Tyas!"

Di sebuah rumah, seorang ibu yang sedang duduk di depan TV, memangil dengan suara keras. Sambil berteriak, pandangannya tetap mengarah ke sebuah tampilan di layar.

"Apa sih, Bu?"

Seorang wanita muda berjalan ke luar dari kamar sambil mengancingkan blazer. Lalu, ia berdiri di samping duduknya si ibu dan ikut memerhatikan layar TV.

"BATANINDO, lho. Tempat kerja kamu yang disebutkan Bapak Presiden untuk mengerjakan proyek nuklir."

Sambil membalikkan badan melihat ke arah anak putrinya, tangan si ibu itu menunjuk ke TV. Si wanita muda yang dipanggil dengan nama Tyas itu, mengernyit memandang ibunya dan ikut duduk sambil melihat kembali ke layar TV.

"Iya, Bu. BATANINDO yang salah satunya diminta oleh Bapak Presiden untuk mengajukan rancangan penelitian nuklir. Rancangan penelitian itu Tyas yang susun, Bu."

Tyas tersenyum menjelaskan sambil tetap memperhatikan layar TV. Tampak raut wajah senang di mata yang berbinar itu.

"Awalnya Tyas malah ragu. Apakah negara akan menyetujui riset itu karena kan mesti bersinggungan dengan UNIAEA atau Amerika Serikat nantinya? Gitu pikir Tyas."

Saat Tyas menerangkan, si ibu memandang seperti tidak percaya. Namun terlihat ia kagum dengan apa yang dikatakan anak perempuannya itu.

"Ckckck .... Hebat banget lho anak Ibu ini."

Si ibu tersenyum lebar memerhatikan Tyas. Wajahnya yang sedang gembira itu memandang sambil berdecak.

"Ya, sudah. Sana, beres-beres dulu kalo mau ke kantor."

Si ibu menepuk paha Tyas sambil terus memerhatikan anak perempuannya itu dengan tersenyum. Saat Tyas memandang, si ibu mengerlingkan mata ke arahnya.

"Hari ini ada jadwal untuk laboratorium, Bu. Ada uji coba lanjutan. Ya, tentang itu tadi yang di TV. Uji coba fusi nuklir," ucap Tyas.

Ia memonyongkan bibir menunjuk ke layar lalu, melirik ke ibunya. Setelah memeluk, Tyas bangkit dari duduk dan berjalan masuk lagi ke kamar.


---

Bersambung

Catatan:

Untuk kepentingan kepenulisan nama BATAN disamarkan.

Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang