Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (41)

1.3K 23 2
                                    

Komandan Distrik Militer yang mendapat instruksi Jenderal Sandika untuk menyelidiki logistik, menyebarkan anak buah ke berbagai perusahaan kimia di kotanya. Ia juga mengirimkan beberapa prajurit intelijen ke Jakarta, untuk datang ke perusahaan-perusahaan farmasi besar. Dari penyelidikan itu diketahui bahwa bahan kimia yang terkandung di dalam botol merupakan hasil suling kimiawi untuk menghasilkan metanol.

"Khusus metana jenis ini, digunakan untuk menghasilkan hidrogen yang memiliki daya ledak tinggi."

Seorang ahli kimia di perusahaan farmasi yang menjadi supplier bahan-bahan kimia logistik militer, menjelaskan ke prajurit intelijen yang ditugaskan ke Jakarta. Terkejut mendengarkan penuturan sang ahli kimia, ia terkesiap. Beruntung kaca mata hitam yang dikenakan, tidak memperlihatkan tatapan yang membelalak. Untuk menghilangkan rasa terkejut sambil bergerak mundur, krah baju di balik jas hitamnya dilonggarkan.

"Ini adalah bahan kimia yang seharusnya tidak dijual bebas," kata sang ahli kimia kemudian.

Dengan mengernyit karena memikirkan sesuatu, ditunjukkan prajurit intelijen itu botol obat bius yang dibawa. Ditelisik botol oleh sang ahli kimia sambil memutar-mutar di tangan. Dengan jari telunjuk, dijentik-jentikkan ke kaca botol.

Kemudian katanya, "Botol itu juga bukan botol sembarangan. Kaca ini anti pecah karena bahan kimia yang di dalamnya mudah meledak jika terjatuh."

Perkataan itu membuat sang prajurit intelijen menganggukkan kepala. Seakan telah memahami sesuatu, pembicaraan itu diakhiri. Bergegas ia berjalan ke luar kantor perusahaan farmasi itu. Sambil berjalan cepat, jas hitam yang dikenakan dikancingkan. Lalu, menghubungi sang Dandim melalui telepon genggam.

"Bahan peledak, Komandan."

Seseorang yang berpapasan dengan sang prajurit, menoleh mendengar perkataannya. Namun karena telah menjauh, hanya punggung yang dilihat. Begitu masuk ke dalam mobil yang diparkir, sang prajurit pun langsung beranjak dan menghilang di keramaian kendaraan jalan raya ibukota.


---


Dandim yang mendapat laporan melalui telepon, langsung menghubungi Jenderal Sandika. Di saat bersamaan, Tapak Bumi bersama sang Jenderal dan beberapa orang sedang membicarakan penampakan Gentong Kayu dalam pertikaian berdarah antar genk di pelabuhan. Kini sang pendekar Singhasari telah mengenakan pakaian berlengan panjang. Tampak wajah Tapak Bumi yang rupawan karena raut oval terbentuk dari rambut yang digelung ke atas. Jenderal Sandika memerintahkan para staf untuk mendandani agar rapi sebelum acara pertemuan dimulai.

Di dinding ruangan pertemuan, dibentangkan sebuah layar yang menampilkan slide foto dan rekaman CCTV. Kepala Kepolisian Negara yang ingin mengetahui asal-usul kedua pendekar Jawa dari masa lalu itu, meminta Jenderal Sandika menanyakan. Ia juga tidak bisa berbicara dalam bahasa yang dimengerti Tapak Bumi, kata sang pimpinan tertinggi kepolisian.

"Kula sanes rawuh masa sapunika. Kula bingung sawekdal rumaosi sampun wonten ing papan wonten pundi kula kaping sapisan kepanggih kalih Sandika Perkasa lan setunggaling tiyang estri ehm ... kula kesupen naminipun. Pungkasan kepanggih kalih Gentong Kayu, kula saweg bertempur lebeting penyerangan dalem Ingkang Mulia Jayakatwang wonten Kadiri."

Oleh karena bahasa yang tidak dimengerti, para perwira militer dan kepolisian berusaha menyimak pembicaraan Tapak Bumi. Mereka yang sedang serius itu, tiba-tiba dikejutkan oleh suara.

Ting ... ting ... ting ....

Terdengar suara panggilan dari telepon genggam yang berbunyi. Jenderal Sandika yang merasakan getaran di saku baju, segera mengambil. Begitu terlihat bahwa Dandim di Lembah Grambung yang ingin bicara, Jenderal Sandika langsung menjawab. Tapak Bumi yang sedang menjawab pertanyaan dari Kepala Kepolisian Negara, sontak berhenti bicara. Ruangan pun menjadi hening sesaat.

Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang