Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (54)

922 18 0
                                    

Roh Tapak Bumi melihat Tyas yang sedang ketakutan, dipiting seorang laki-laki dengan tangan kiri di leher. Tangan kanannya memegang sesuatu yang ujungnya diarahkan pula ke leher sang ahli nuklir BATANINDO itu. Sementara personil-personil satuan penembak jitu telah bergerak menaiki tangga ke lantai dua di ruangan besar gedung masuk itu. Mereka bertiarap di pinggir pagar sambil mengarahkan ujung senjata ke para penyandera. Sejenak sang pendekar Singhasari memutar pandangan ke sekeliling mobil mini van hitam itu. Pasukan militer telah mengepung dengan senjata ke arah mereka yang berlindung di pintu belakang.

Sambil menganggukkan kepala, kini sang pendekar Singhasari telah memahami keadaan. Ia pun merentangkan kedua tangan terbuka. Dengan cepat dibalikkan dan roh Tapak Bumi melayang kembali ke tubuhnya yang sedang berdiri diam. Roh itu menembus masuk ke dalam dan mengisi kembali. Kelopak mata yang membuka, diikuti dengan jemari yang bergerak, Tapak Bumi menoleh ke kanan-kiri. Dipandangi dengan senyum para awak media yang sedang mengarahkan kamera kepadanya lalu, ia berjalan mendekati mobil mini van hitam.

Saat pasukan militer yang mengepung mobil para penyandera melarang Tapak Bumi mendekat, dengan alat pengeras suara Jenderal Sandika berteriak. Sontak mereka menoleh ke belakang dan membiarkan sang pendekar Singhasari. Dengan senjata yang terus diarahkan ke mobil, mereka menggeser posisi agar Tapak Bumi dapat lewat.

"Perhatian untuk para penyandera! Kalian sudah dikepung! Lepaskan sandera dan kalian akan dibiarkan ke luar gedung ini!"

Kembali Jenderal Sandika yang berteriak melalui alat pengeras suara, memberi peringatan kepada para penyandera Tyas. Sebelumnya, Komandan Distrik Militer dan pimpinan pasukan melaporkan posisi unit khusus yang telah berada di saluran bawah tanah, tepat di mana para penyandera berdiri. Sementara itu, satuan penembak jitu juga telah berada di posisi tembak.

Menyadari bahwa posisi mereka dikepung, laki-laki pengatur operasional misi memandang ke rekan-rekannya. Mereka mengisyaratkan untuk meneruskan rencana. Si laki-laki pun menganggukkan kepala.

"Bawa kami ke laboratorium tempat alat-alat tembak uji coba fusi nuklir! Kami akan lepaskan kamu di sana nanti!" kata si laki-laki kepada Tyas.

Sang ahli nuklir BATANINDO yang menjadi sandera, sepertinya tidak punya pilihan lain. Dengan leher yang dipiting kuat, ia menganggukkan kepala mengiyakan permintaan itu. Si laki-laki pun kembali memandang rekan-rekannya, memberikan sebuah isyarat.

"KAMI MEMEGANG ALAT SUNTIK BERISI HIDROGEN CAIR! DISUNTIKKAN KE ORANG YANG KAMI SANDERA INI, MAKA DIA AKAN JADI BOM! KAMI JUGA MEMILIKI BOM HIDROGEN CAIR DI MOBIL INI! KAMI MINTA,BEBASKAN KOMANDAN YANG SEDANG KALIAN SIDANGKAN DI JAKARTA ATAU TEMPAT INI DILEDAKKAN!"

Suara teriakan laki-laki penyandera Tyas, mau tidak mau menjadi pertimbangan untuk Jenderal Sandika. Ia terdiam memandang mobil mini van hitam yang menjadi alat perlindungan mereka. Masih tetap ditahannya pasukan untuk tidak mulai menyerang.

Mengerti bahwa kata-kata teriakannya tadi jadi pertimbangan yang membingungkan pasukan militer, si laki-laki pengatur operasional misi memiringkan tubuh ke samping. Didekatkannya kepala ke si pengemudi sambil berbicara dengan berbisik.

"Dalam hitungan ke tiga, kamu lemparkan bom asap! Setelah itu, kita bergerak! Mobil kita tinggalkan di sini untuk pengalihan. Bom hidrogen cair itu tidak akan mudah mereka lumpuhkan. Siap?"

Si perempuan yang menyamar sebagai jurnalis dan si pengemudi menganggukkan kepala. Lalu, sebuah tabung kecil dikeluarkan si pengemudi dari balik saku celana. Telunjuk si laki-laki yang mengatur operasional misi mengarah ke samping kiri. Lalu, ia mulai menghitung.

"Satu! Dua! Ti ...."

Di saat itulah Tapak Bumi berjalan muncul dari balik mobil mini van hitam, ke depan mereka. Hitungan bergerak maju pun sontak terhenti karena terkejut. Gantinya, si perempuan jurnalis refleks menembak sang pendekar Singhasari.

Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang