Setelah wawancara dan merekam pembicaraan dengan Tapak Bumi, Tyas menghubungi Profesor Santo Sulakmono. Ia memberi tahu kejadian masuknya Tapak Bumi ke dalam mesin transformasi media. Namun demi keamanan, pihak BATANINDO dan militer merahasiakan dari publikasi.
Akademisi dan ilmuwan nuklir itu bergegas datang dari kampus UI Jakarta ke Lembah Grambung. Ia menggunakan pesawat pertama agar dapat segera bertemu Tyas. Saat melihat sosok Tapak Bumi, Profesor Santo berdecak kagum. Ia tidak habis pikir, bagaimana sosok manusia dari masa lampau bisa masuk ke masa sekarang dalam uji coba fusi nuklir.
"Hanya satu orang ini, Tyas?"
Di lokasi Lembah Grambung, Profesor Santo bersama Jenderal Sandika dan Tyas duduk mengamati Tapak Bumi dari CCTV. Untuk keamanan fasilitas uji coba nuklir, Tapak Bumi ditempatkan di sebuah ruangan tersendiri. Beberapa kamera dipasang untuk mengamati apa yang sedang dikerjakannya di ruangan itu.
"Ya, Profesor. Yang masuk ke mesin kita hanya satu orang ini. Saat terjadi penembakan inti neutron, yang seharusnya terjadi pemindahan pecahan ke dalam mesin transformasi media ke ruangan hampa udara, yang terjadi malah mesin memunculkan fisik manusia," jawab Tyas.
Profesor Santo terperangah mendengar itu. Wajahnya seperti tidak percaya dengan apa yang Tyas katakan. Berulang kali pandangan berpindah dari Tyas ke layar tampilan kamera CCTV.
Di situ memperlihatkan Tapak Bumi sedang duduk bersemedi. Melihat Profesor Santo memerhatikan dengan seksama tampilan di layar itu, Tyas menghentikan bicara.
Kring! Kring! Kring!
Tiba-tiba terdengar suara telepon berdering. Tyas bergegas bangkit dari duduk dan berjalan mendekati meja telepon.
"Oh ya?"
Tendengar suara Tyas yang terkesan terkejut saat menerima telepon. Jenderal Sandika dan Profesor Santo menoleh ke arah Tyas. Mereka mengernyit melihat Tyas yang sedang membelalak menerima telepon.
"Orangnya berpenampilan aneh? Dia menghancurkan ruang laboratorium percobaan dan rekayasa nuklir?"
Jenderal Sandika berdiri dari duduk. Ia berjalan mendekati Tyas. Profesor Santo yang terperangah mendengar kata-kata Tyas itu, ikut berdiri dan berjalan mendekat ke arah meja telepon.
"Baiklah, baiklah, Pak Kepala BATANINDO. Kami akan segera kembali ke Jakarta. Minta aparat kepolisian untuk menutup area ruangan atau gedung yang rusak. Jangan diapa-apain dulu. Kami akan ke sana memeriksa."
Wajah Tyas terlihat panik menjawab suara Kepala BATANINDO di ujung telepon. Tiba-tiba Jenderal Sandika melirik ke layar tampilan CCTV. Ia cepat-cepat mendekat ke situ. Sementara Tyas yang sedang meletakkan gagang telepon, mengetahui ada yang menarik perhatian sang Jenderal segera ikut cepat-cepat berjalan mendekati meja monitor.
"Lihat, ada perubahan warna tampilan di layar. Sekeliling ini," kata Jenderal Sandika menunjuk ke monitor, lalu kemudian katanya, "perlahan menjadi merah."
Profesor Santo yang ikut memerhatikan, menimbrung pembicaraan. Katanya, "Itu artinya ada peningkatan suhu di dalam ruangan, Jenderal."
Jenderal Sandika menganggukkan kepala. Tyas hanya diam mendengarkan dengan mulut ternganga. Ia memandang Jenderal Sandika dan Profesor Santo bergantian.
"Pengerahan tenaga dalam."
Kata-kata Jenderal Sandika itu langsung ditimpali oleh Profesor Santo yang berkata, "Ya. Sepertinya objek di dalam ruangan itu sedang mengerahkan tenaga dalam sambil bersemadi."
Sontak Tyas menolehkan kepala ke Profesor Santo dan Jenderal Sandika bergantian. Sambil mengernyit, ia melihat kembali ke layar.
"Mesin tranformasi media di ruang laboratorium percobaan dan rekayasa nuklir BATANINDO juga menerima gelombang asing yang masuk, yang juga berubah menjadi wujud manusia. Tadi Bapak Kepala BATANINDO hanya mengatakan sosok itu berpenampilam aneh dan dari tubuhnya sanggup mengeluarkan energi yang bisa menghancurkan benda-benda," kata Tyas kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa (Telah Terbit Silakan Pesan)
Historical FictionTapak Bumi - Pendekar Terakhir Tanah Jawa --- Di masa lalu, Tapak Bumi hidup di masa akhir Kerajaan Singhasari dan pra-Kerajaan Majapahit. Kematian Prabu Shri Maharajadiraja Kertanagara akibat pemberontakan Jayakatwang sangat menyakitkan hati Dyah...