Gadis cantik bernama Dinar Lestari sedang berjalan menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Memandang kekanan dan kirinya. Mengamati orang-orang yang sedang berlalu lalang.
Pagi-pagi sekali Dinar memilih untuk mengajak kekasihnya Senar untuk bertemu di depan cafe tempat biasa mereka bertemu.
"Dinar.... " Dinar berhenti berjalan mendengar seseorang memanggilnya. Senyum lantas terbit. Saat orang yang dia ingin temui berada di hadapannya sekarang.
Gadis itu langsung berlari berhamburan ke pelukan pria yang sedang tersenyum kearahnya. Tidak peduli ini di tengah jalan ramai, mereka hanya ingin berpelukan saja. Seolah rindu itu begitu besar bagi mereka berdua.
"Aku sayang kamu Dinar" Lirih Senar tepat di samping telinga Dinar.
Dinar melepas pelukannya. Memandang wajah pria di depannya. "Aku udah tahu Senardiansyah. Setiap kali kita ketemu, kamu selalu bilang itu. Kamu enggak bosan?"
"Kenapa bosan kalo itu kamu. Aku bilang itu ke kamu supaya kamu tahu kalo aku sayang beneran sama kamu"
"Apa aku harus bilang sayang ke kamu setiap hari juga?" Tanya Dinar.
Senar menggelengkan kepala. Ia meraih sebelah tangan Dinar menggenggam erat dengan kedua tangannya. "Cukup aku saja Dinar kamu gak usah" Senyuman terbit diwajahnya.
"Tangan kamu dingin banget" Ujar Dinar. "Jantung kamu juga cepet banget detaknya" Sebelah tangan Dinar menyentuh dada Senar untuk merasakan detak jantung sang kekasih.
Senar memejamkan matanya, menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan pelan-pelan. Matanya kembali terbuka, menatap manik mata di depannya yang sedang memandang kearah dadanya.
"Itu karena ada kamu Dinar" Balas Senar meraih tangan Dinar yang berada di dadanya. "Aku selalu gugup saat deket sama kamu"
"Senardiansyah, jangan buat aku seperti kepiting rebus" Ucap Dinar mengalihkan pandangannya.
"Ayo... Waktuku tidak banyak lagi" Ajak Senar.
Mereka berjalan beriringan saling bergenggaman tangan. Menebar senyum satu sama lain. Memperlihatkan kepada orang-orang jika mereka sedang dimabuk asmara. Tidak peduli jika banyak tatapan orang yang seolah jijik melihatnya. Tapi bagi mereka ini cara mereka memperlihatkan ketulusan dan keseriusan satu sama lain.
Setelah lama berjalan akhirnya mereka sampai di cafe tujuan mereka. Segera mereka masuk kedalam. Mencari tempat duduk biasa mereka yang selalu kosong. Tempat duduk khusus bagi mereka. Di samping kaca terbuka yang memperlihatkan danau kecil yang terjaga di belakang cafe tersebut.
"Kalo kamu rindu aku, kesini aja. Bayangin aku duduk seperti saat ini. Berhadapan dengan kamu" Ucap Senar.
Dinar mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa aku harus rindu, kamu kan disini. Emang kamu mau kemana?"
"Sekarang aku masih disini tapi enggak tahu kalo besok Dinar. Aku hanya titip pesan sama kamu itu aja"
"Kamu enggak akan kemana-mana Senardiansyah" Jawab yakin Dinar. Senyuman tidak pernah luntur dari wajah Dinar hanya karena ucapan sepele Senar. "Aku yakin itu" Lanjutnya.
Senar hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Mungkin bukan hari ini, besok, atau hari yang akan datang. Tapi hari itu akan tiba masanya entah cepat atau lambat.
***
Dinar telah sampai di rumahnya diantar Senar. Senar hanya mengantarnya sampai depan pagar. Tidak berniat untuk mampir karena hari yang semakin malam."Udah pulang, kak" Sapa Tere, adik Dinar. "Kak Senar mana?" Tere celingak celinguk mencari keberadaan Senar.
Dinar ikut duduk disamping adiknya. Merebahkan punggungnya di sofa sambil memerankan matanya. "Kekasihku udah pulang" Balas Dinar.
"Pulang, kenapa enggak mampir. Gue juga pengen lihat wajah tampan kak Senar"
"Kenapa juga lu pengen lihat wajah dia? Lu naksir? Gak boleh, dia milik gue. Gak ada yang boleh nyukai dia selain gue"
"Posesif amat jadi pacar. Kak Senar gak suka sama orang posesif"
"Siapa bilang?, Senar suka sama cewek posesif kayak gue"
"Kalo gue jadi kak Senar, udah ogah duluan lihat muka kakak"
"Lama-lama lu ngelunjak, ya. Mau baku hantam?" Dinar bangun dari duduknya. "Sini"
"Oh... Nantangin" Tere ikut berdiri.
Mereka berdiri berhadapan dan saling menampilkan tatapan tajam menghunus satu sama lain. Tangan mereka siap untuk saling menjambak.
"Dinar, Tere... Kalian mau apa?" Teriak Karin, mama mereka berdua.
Dinar dan Tere langsung menghempaskan tangannya masing-masing. Lalu kembali duduk ke tempatnya. Bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.
"Mama..., kita enggak papa. Ya, kan, kak"
"Iya... Kita enggak lagi marahan" Sahut Dinar melingkarkan tangannya di pundak Tere.
"Mama gak mau, ya kalian bertengkar satu sama lain. Paham"
"Iya, ma.. " Sahut mereka berdua.
"Dinar, kamu sana masuk ke kamar" Suruh Karin.
"Dinar mau disini sebentar, ma" Tatapan menghunus dari Karin membuat nyali Dinar ciut. "Iya..."
Buru-buru Dinar menaiki tangga menuju kamarnya. Membuka kenop pintu kamarnya. Setelah itu Dinar merebahkan tubuhnya di kasur kesayangan yang ada di kamarnya. Matanya melihat langit-langit kamarnya kosong.
Tok.. Tok.. Tok...
"Kak, lu di dalem kan?. Kata mama buka laci meja belajar lu" Suara Tere terdengar dari balik pintu kamar Dinar yang masih tertutup. "Segera" Setelah itu tidak kembali terdengar suara Tere lagi.Dinar mendekati meja belajarnya. Membuka lacinya sesuai perintah yang Tere sampaikan. Satu alisnya terangkat ketika melihat sebuah surat dan sebuah ikat rambut berwarna biru.
Dinar meraih suratnya. Membuka isinya dan membacanya. Senyuman seketika terbit saat melihat nama orang yang mengirimkannya. SENARDIANSYAH. Buru-buru Dinar membaca isinya.
Selamat malam.
Aku titip surat ini ke tante Karin. Aku malu kalo kasih ini langsung ke kamu.
Bisa besok bertemu?. Mungkin sedikit lebih pagi dari jam kita bertemu setiap hari. Mau, kan?
Aku akan tulis alamatnya disini. Kamu datang, ya. Jam 6.30 aku mau ngomong sesuatu sama kamu secara langsung.
Di depan toko roti langganan kita. Aku tunggu.-Senar
"Kenapa sepagi itu? Apa yang mau dia omongin?" Tanya Dinar pada dirinya sendiri.
Entah kenapa setelah membaca surat itu. Malamnya Dinar benar-benar tidak bisa tidur. Seolah rasa cemas begitu menghantuinya. Seperti ada yang tidak beres terjadi.
.
.
.
.
.
.
.
____________
Detak
Surat
======
25
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Surat
Teen Fiction___________________________________________ Berada diantara kebahagiaan dan kesedihan. Itulah yang Dinar rasakan saat ini. Saat bahagia, sedih menemani. Saat sedih pun, bahagia turut berpartisipasi. Entah ada apa dengan kehidupannya. Saat dia nyama...