Detak Surat-70

15 5 0
                                    

Seharian Dinar menunggu kedatangan Shinta di kafe dekat kampus Shinta. Bukan karena Shinta yang lama, tapi Dinar sengaja menunggu Shinta disini. Meski janjiannya pukul sembilan pagi.

Shinta adalah caranya bisa berbicara tentang Senar. Jam menunjukkan pukul 12.55, Shinta datang menghampirinya.

"Maaf, nunggu lama" Ujar Shinta.

"Enggak papa. Mau pesan apa? Biar gue pesenin"

"Enggak usah, barusan udah makan di kantin kampus"

Dinar mengangguk. Canggung sekali rasanya. Biasanya bertiga dengan Senar, biasanya Senar yang mencairkan suasana. Tapi kini hanya ada mereka berdua.

"Gimana kabar dia?" Tanya Dinar membuka suara setelah keheningan sesaat.

Shinta menatap wajah Dinar senduh. Shinta tahu ini yang akan Dinar tanyakan. Dengan sedikit menampakan senyumannya,  ia menjawab. "Senar baik-baik aja disana"

"Lu bisa telepon papanya, gue mau ngomong sama Senar" Pintar Dinar memohon.

"Disana masih malam. Tapi akan gue coba telepon buat lu"

Shinta mengambil ponselnya. Mencari kontak Elena, bibi Senar, lalu meneleponnya. Dinar menatap Shinta sambil berharap panggilannya akan diangkat.

"Halo tante, maaf ganggu. Bisa bicara sama Senar?" Sapa Shinta untuk orang diseberang sana.

Senyuman Dinar terbit saat Shinta bisa menghubungi bibi Senar yang sudah Dinar kenal.

Shinta menyodorkan ponselnya kearah Dinar. Segera Dinar menerimanya. Dinar pamit pergi keluar sebentar untuk mendapat kenyamanan untuknya dan Senar.

"Halo" Sapa Dinar sedikit bergetar.

"Kenapa suaranya bergetar?" Dinar tidak bisa menahannya lagi setelah mendengar suara lemah dari balik telepon yang dia genggam.

"Senar... " Panggil Dinar menangis.

"Kenapa nangis?"

"Senar... "

"Iya, Dinar. Aku disini"

"Dimana Senar? Aku tidak melihatmu"

"Jangan bersedih Dinar, aku gak bisa kuat kalo kamu terus seperti ini"

"Aku rindu"

"Aku juga" Senar yang berada disana ikut meneteskan air mata, meski tidak sampai terisak.

"Aku rindu, Senardiansyah" Air mata Dinar tidak bisa berhenti berlinang. "Gimana aku bisa terus senyum, kalo setiap denger nama kamu, baca surat kamu, lihat foto kamu, aku selalu nangis gak berhenti. Senar aku butuh kamu, buat aku senyum lagi Senar"

"Aku sayang kamu Dinar" Balas Senar.

"Aku tahu, tolong bilang itu saat ada di depanku. Jangan hanya lewat telepon atau surat, bilang langsung di depanku"

"Aku belum bisa Dinar"

"Berapa lama lagi kamu disana?"

"Mungkin sedikit lebih lama"

"Aku akan ke sana, tempat dimana kamu berada sekarang"

"Jangan... Aku enggak ingin kamu lihat aku yang sekarang. Aku akan kembali Dinar.. "

"Cepat kembali, Senar. Aku menunggumu"

Setetes air mata kembali berlinang di kedua pelupuk Senar ketika mendengarnya. "Disini masih malam, aku mau kembali tidur biar bisa ketemu kamu dimimpi"

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang