Detak Surat-80

15 6 0
                                    

Pagi yang cerah di salah satu bagian wilayah di Amerika. Di taman belakang rumah. Senar, pria itu. Dia sedang menulis sebuah surat untuk sang kekasih yang jauh darinya. Sesekali senyuman terbit di bibirnya. Sesekali juga setetes air mata membasahi wajahnya.

"Senar.. Are you oke?" Tanya Elena, bibinya yang menjaganya disini.

"Emang senar kenapa?" Tanyanya balik menampakkan senyumannya.

"Senar.. Ini minum dulu" Elena menyodorkan senampan air dan obat-obatan di depan Senar.

Senar segera mengambil beberapa dan meneguknya. "Kamu yakin kan dengan pilihan kamu ini?" Tanya Elena.

Senar menaruh segelas airnya diatas meja. Memandang surat yang sedang dia tulis. Lalu menatap wajah Elena.

"Memang sulit awalnya, tapi ini sudah jadi keputusan Senar" Senyuman hambar jelas terbit di wajah Senar. "Daripada dia harus lihat Senar" Lanjutnya dengan suara lemah.

Elena ikut sedih mendengar jawaban keponakannya. "Kamu harus kuat. Bibi akan bantu sebisa mungkin demi kamu"

"Aku kuat, bi. Bibi bantu aku, buat dia bahagia. Datangkan seseorang yang bisa buat bahagia, dia lebih butuh itu" Senar tersenyum. "Aku bahagia kalau dia bisa bahagia tanpa aku"

"Bibi bukan Tuhan yang bisa datengin sesuka hati. Dan apa kamu yakin dia bisa bahagia tanpa kamu?"

"Perlahan" Jawabannya yakin tanpa ada sedikit keraguan. "Aku yakin Dinar bisa bahagia tanpa aku"

***
"Aku enggak bisa Senar... " Teriak Dinar frustasi.

Mereka berada di mall dan sedang menikmati salah satu permainan yang ada disana. Dinar begitu frustasi ketika berkali-kali dia mencoba mengambil boneka yang ada di dalam sana tidak membuahkan hasil sama sekali.

"Kamu harus sabar main ini. Seperti kata SpongeBob jadi mesinnya" Ujar Senar menirukan gaya SpongeBob sambil menutup matanya. "Gerakkan perlahan tuasnya lalu pencet dan berhasil"

Dengan sekali coba Senar dibilang mendapatkan boneka yang Dinar inginkan sedari tadi.

"Kok bisa... Aku mau coba lagi"

"Kamu enggak akan bisa Dinar. Coba berkali-kali juga gak akan bisa"

"Senar.." Teriak Dinar tidak suka dengan apa yang Senar katakan barusan. "Bukannya disemangatin malah dibikin down" Keluh Dinar meninggalkan Senar yang berdiri tersenyum menatap Dinar.

Senar mengejar Dinar. Mengambil beberapa langkah panjang. Agar bisa mensejajarkan langkah dengan Dinar.

"Ini buat kamu. Aku sayang kamu" Bisik Senar di samping telinga Dinar setelah memberikan bonekanya.

"Bisa-bisanya bikin anak orang melting" Balas Dinar menatap tajam sambil menahan senyumannya.

***
Ingatan itu seketika muncul di pikiran Dinar. Melihat boneka yang tertata rapi di pojok kasurnya. Boneka pemberian Senar saat itu.

"Senar, kamu hebat" Lirihnya.

Ia menyentuh dadanya lalu berkata "Kamu baik-baik disana" Memegang dadanya layaknya sedang berbicara dengan Senar lewat hatinya.

Tangannya membuka surat yang baru saja dia Terima pagi tadi. Surat ketiga pemberian Senar untuknya.

Hai...
Selamat pagi
Selamat siang
Selamat sore
Selamat malam
Hari ketiga, kamu baik disana. Udahan nangisnya. Kerasa loh kalo kamu nangis dari sini. Aku rasain juga kalo sampek mata kamu sembap.

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang