Detak Surat -

13 3 0
                                    

"Selamat ulang tahun... " Teriak Karin dan Tere memberikan suprise untuk Dinar.

Melupakan semua kesedihannya seperti yang Dewa katakan malam itu. Dinar memperlihatkan senyumannya. Berlagak seperti tidak terjadi apa-apa, berpura-pura seperti apa yang Dewa inginkan. Agar tidak ada lagi orang yang tersakiti karena kesedihannya.

"Tiup lilinnya"

Dinar memejamkan mata sebelum meniup lilin di hadapannya. Berdoa yang terbaik untuk masalahnya kali ini. Semoga Tuhan memberikan jalan yang terbaik untuk masalahnya kali ini sesegera mungkin.

***
Hari telah berganti hari. Sudah satu minggu lebih Dinar menyembunyikan kesedihannya dari semua orang yang ada di dekatnya. Berkali-kali dia mencoba menahan untuk tidak menangis saat sendiri. Tapi, tetap saja air mata lolos begitu mudahnya dari kedua matanya.

Saat ini, Dinar sedang berdiam di dalam kamar memandangi surat yang baru saja dia Terima dari Dewa. Membukanya dan membacanya dalam hati.

Hai...
Bagaimana kabarmu? Baik?
Jika kamu menerima surat ini. Mungkin ini akan menjadi surat terakhirku. Aku sudah lelah menulis surat untukmu. Aku sudah cukup memberimu kenangan jika saja aku pergi untuk selamanya.
Aku sayang kamu, Dinar.

Detak Surat—
-Senar      
Aku mencintaimu

Tidak dapat Dinar pungkiri, jika dia benar-benar rindu sosok Senar saat ini. Terlihat jelas saat air matanya tidak berhenti menetes ketika membaca surat ini dari awal hingga akhir.

Disaat dirinya begitu down, entah mengapa orang yang seharusnya menguatkannya ikut menghilang dari kehidupannya. Entah dimana Dewa sekarang berada. Dia juga butuh Dewa detik ini juga untuk menemaninya. Membagi luka yang sedang dia rasakan kali ini.

"Kenapa semua orang menghilang secepat itu di kehidupan gue?" Gumam Dinar disela tangisannya.

"Apa yang harus gue lakukan?" Tanyanya pada diri sendiri.

Dinar menghapus air matanya terlebih dulu, sebelum berjalan keluar. Langkahnya membawa dirinya entah kemana. Dirinya ingin segera menemukan jawaban. Dia ingin Senar kembali dari hidupnya. Dia ingin Dewa ada di dekatnya.

Katakanlah dia egois. Memang benar. Dia ingin semua orang ada hanya untuknya kali ini tidak ada seorang pun yang bisa memilikinya.

Awan mendung tidak membuat langkahnya terhenti. Dia terus melangkah hingga gerimis berjatuhan, langkahnya terus saja menapak diatas tanah.

Terus melangkah tidak peduli gerimis yang sudah berganti dengan butiran-butiran air hujan yang deras. Hujan adalah kesempatannya untuk menuangkan segala tangisannya tanpa ada seorangpun yang tahu kalau dia sedang menangis.

Ceterrrr...

"Gue gak takut petir. Gue takut kehilangan" Gumamnya pada dirinya sendiri.

Sedangkan di tempat lain. Tepatnya dikediaman Dewa. Tadi tanpa sengaja Dewa melihat Dinar yang keluar dari rumah. Dewa tidak mengejar Dinar. Mungkin Dinar masih membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk menerima kenyataan yang sebenarnya. Membuatnya sedikit mundur untuk tidak memperlihatkan diri di depan Dinar.

Namun saat mendengar suara petir menggelegar. Membuatnya urung untuk memperpanjang waktunya menghindar dari wajah Dinar.

Dewa dengan payungnya di tengah derasnya hujan. Berjalan menyisir jalanan yang mungkin saja di lewati Dinar. Dia yakin kalau Dinar saat ini sedang tidak baik-baik saja dan mungkin saja bisa melakukan hal yang membahayakan nyawa. Seperti pada hari ulang tahunnya.

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang