Hai... I'm back
Satu bulan telah berlalu, satu bulan itu Dinar terus saja menunggu dan mencari keberadaan Dewa yang entah menghilangkan diri kemana. Melewati hari-harinya sendirian. Tanpa ada sosok Dewa yang bisa dia ajak bicara leluasa. Selama itu juga Dinar melewati hari-harinya dengan memendam rasa sedihnya. Melanjutkan berpura-pura, seperti yang Dewa inginkan.
"Dinar... " Teriak Shinta saat memasuki kafe tempat Dinar dan Senar bersama.
"Gimana keadaannya?" Tanya Dinar. "Kenapa Senar udah enggak pernah kirim surat buat gue? Apa dia semakin parah?" Tanya Dinar.
Shinta baru saja duduk tapi Dinar sudah memberikannya pertanyaan bertubi-tubi. Membuatnya sedikit menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari Dinar. Dia berat untuk mengatakan jawabannya.
"Gue enggak tahu kondisinya saat ini. Tapi gue harap yang terbaik buat Senar. Untuk masalah surat mungkin Senar udah enggak akan kirim surat lagi. Lu tahu sendiri dia sedang sakit" Balas Shinta.
Dinar hanya menganggukkan kepalanya saat mendengar jawaban dari Shinta. "Dewa, Lu tahu dia akan pulang kapan?"
Hati Shinta bergetar saat Dinar bertanya tentang Dewa padanya. "Gue enggak tahu" Jawab Shinta melemahkan suaranya.
"Kenapa semua orang menghilang dari hidup gue?"
"Itu semua karena lu" Batin Shinta yang begitu marah dengan Dinar. Saat orang yang dia sukai juga ikut menghilang dari kehidupannya demi orang yang ada di hadapannya saat ini.
"Nar, nanti habis dari sini lu dateng ke taman, ya" Pesan Shinta. "Ada seseorang yang ingin nyampein sesuatu buat lu"
"Siapa?" Dinar bertanya-tanya siapa yang akan menemuinya. Apa Dewa?.
"Ada, habis ini langsung kesana. Gue pergi dulu, dah" Shinta datang untuk menyampaikan pesan dan pergi setelah selesai.
Kini tinggal Dinar sendiri. Merenung, menebak-nebak siapa yang akan menemuinya kali ini. Dia ragu untuk datang kesana, tapi dia juga ingin tahu siapa orang yang Shinta maksud.
Berjam-jam dia tidak beranjak dari tempatnya. Mungkin orang yang Shinta maksud sudah pergi dari taman. Setelah selesai membayar bil di kasir, Dinar langsung pergi dari kafe.
"Dinar.. " Dinar terdiam di depan halaman kafe. Saat matanya melihat laki-laki yang ada dihadapannya.
Laki-laki itu beranjak satu langkah kedepan. Tapi Dinar juga melangkah satu langkah kebelakang. Menjauhi sosok laki-laki yang ada di depannya.
"Saya tidak akan menyakitimu" Tukas Deka memberikan keyakinan bahwa dia tidak akan melukainya.
"Kenapa? Kenapa bapak disini?" Tanya Dinar.
"Bisa bicara sebentar. Ada yang ingin saya berikan"
"Saya tidak ada waktu" Tolak Dinar tegas.
"Untuk kali ini. Ayah mohon" Dekat begitu memohon kepada Dinar untuk menerima ajakannya kali ini.
Sebenarnya sejak tadi Dekat sudah menunggu Dinar di taman. Dialah orang yang Shinta maksud kepada Dinar. Berhubung Dinar tidak datang Dekat memilih untuk menemui Dinar langsung ke sini.
"Baiklah, tapi hanya sebentar"
Mereka memasuki kafe. Duduk di tempat lain. Tidak di tempat biasa Dinar duduk. Saling duduk berhadapan. Canggung satu sama lain. Hal yang baru setelah sekian lama tidak pernah terjadi lagi.
"Ini" Deka menyodorkan sebuah amplop putih yang berisikan surat.
"Surat dari Senar" Lirih Dinar begitu saja saat melihat surat. Karena dia begitu merindukan surat dari Senar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Surat
Fiksi Remaja___________________________________________ Berada diantara kebahagiaan dan kesedihan. Itulah yang Dinar rasakan saat ini. Saat bahagia, sedih menemani. Saat sedih pun, bahagia turut berpartisipasi. Entah ada apa dengan kehidupannya. Saat dia nyama...