Detak Surat-3

7 2 0
                                    


"Udah dapat surat lagi dari Senar?" Tanya Dewa kepada Dinar.

Saat ini mereka berada di danau. Menikmati matahari yang perlahan tenggelam di barat sana. Dengan pemandangan danau yang tidak kalah indah.

Dinar yang mendapat pertanyaan itu langsung menggelengkan kepalanya. Menjawab pertanyaan Dewa dengan jujur. Karena kenyataannya seperti itu dan tidak bisa di tutupi lagi.

"Mau gue buatin surat lagi kayak dulu?" Tawar Dewa.

Dinar kembali menggelengkan kepala. "Lu enggak rindu dia?" Tanya Dewa lagi.

Kali ini Dinar tersenyum. Matanya terpejam. "Setiap hari kata itu tersemat di otak gue" Balasnya. "Tapi entah kenapa kata itu tidak seberat dulu" Ucap Dinar membuka matanya dan menatap sendu mata Dewa.

Rasanya jatung Dewa ingin jatuh dari tempatnya. Ditatap Dinar secara tiba-tiba membuat jantungnya berdetak begitu cepat, tidak seperti biasanya.

"Syukurlah" Sahut Dewa mengalihkan pandangannya lebih dulu.

Tidak tahan jika berlama-lama menatap wajah sendu Dinar. "Itu lebih baik dari sebelumnya"

Dinar terkekeh pelan. Baru kali ini dia melihat Dewa salah tingkah seperti ini di depannya. "Besok gue ulang tahun, lu enggak lupakan?"

"Enggak, gue inget, kok" Jawab Dewa tanpa berniat menatap Dinar.

"Gue harap lu orang kedua yang ucapin selamat buat gue" Ucap Dinar tulus.

Dewa tidak bisa jika tidak menatap Dinar saat  Dinar mengatakan apa yang barusan dikatakan. Dalam otak Dewa berpikir kenapa jadi orang kedua.

"Gue enggak akan bisa jadi orang pertama buat lu?" Batin Dewa. Wajahnya memperlihatkan senyuman manis untuk menanggapi ucapan Dinar. Meskipun hatinya berkata lain.

"Nar, kalo gue pergi gimana?" Tanya Dewa, entah pertanyaan darimana hingga Dewa menanyakan itu pada Dinar. Lagi.

Senyuman Dinar memudar seketika. "Kenapa tanya itu lagi?" Tanya balik Dinar.

"Gue masih ragu sama jawaban lu"

"Gue gak akan mau kehilangan seseorang lagi untuk kedua kalinya. Cukup Senar yang pergi sekarang. Lu jangan"

"Semua yang ada disini akan pergi. Termasuk juga gue" Lirih Dewa. "Gue gak akan selamanya bisa disini, barengan sama lu. Jadi penghibur lu"

"Tapi untuk sekarang gue ada untuk lu" Suara Dewa berubah menjadi ceria. Tidak ingin semakin kalut dalam suasana sedih yang dia buat sendiri.

"Gue masih enggak mau jadi nomer kesekian. Gue mau jadi nomer satu" Lanjutnya.

Dinar hanya tersenyum tidak menggeleng ataupun mengangguk. Tidak mengatakan tidak ataupun iya. Jawabannya hanya dibalik senyuman itu yang berarti iya atau tidak, anggukan atau gelengan.

"Gue bisa jadi nomer satu buat ucapin selamat ulang tahun buat lu" Dinar menggeleng. Orang pertama yang akan mengucapkan selamat ulang tahun adalah Senar. Tidak ada orang lain lagi.

"Makasih..." Lirih Dewa.

"Buat apa?" Tanya bingung Dinar.

"Semua jawabannya. Sekarang gue paham" Dewa tersenyum ketika mengatakannya meskipun hatinya lagi-lagi berkata berbalik dari apa yang dia perlihatkan.

"Udah mau malam. Ayo pulang"

***
Tepat pukul 00: 00 malam. Dinar terjaga dari tidurnya. Dia memang sengaja melakukannya untuk membuka kado pertama yang dia dapat di hari ulang tahunnya, tentunya dari Senar.

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang