"Lu mau pesen apa? Biar gue yang pesenin"
"Lu bayarin juga, ya" Sahut Dinar.
Dewa tersenyum ramah lalu mengangguk samar. "Tunggu, lu enggak nanya ke gue?" Tukar Stela.
"Mau pesen apa?"
"Ice teh and meatball" Jawab Stela sok Inggris. Saat ini mereka sedang berada di kantin kampus Dinar.
Dewa sengaja pergi menemui Dinar di kampusnya. Karena suntuk dirumah sendirian dan juga sedikit mengalihkan diri dari pekerjaannya.
"Dinar?"
"Samain aja"
"Oke... " Setelah menerima pesanan dari kedua orang itu, Dewa segera melenggang pergi. Setiap jengkal langkah Dewa tidak luput dari pandangan mahasiswa-mahasiswi yang sedang berada di kantin. Mungkin mereka asing dengan orang baru yang setampan Dewa.
Sedangkan di tempat dimana Dinar dan Stela duduk. Pandangan Dinar tidak luput dari arah punggung Dewa yang perlahan menjauh. Tidak dapat Dinar pungkiri selama satu bulan ini dia begitu bergantung dengan Dewa.
Dia sibuk mengalihkan pikirannya bersama Dewa. Sehingga membuat mereka begitu dekat sekarang.
"Gimana keadaan Senar?" Pertanyaan Stela mampu mengalihkan pandangan Dinar.
Dinar menghela napas berat. Sedikit menundukkan kepalanya. Matanya begitu panas, dia ingin menangis tapi dia harus menahannya.
Dinar menggeleng pelan. "Dia udah gak ngirim surat lagi beberapa hari ini" Jawab Dinar lesu.
"Lu ada masalah sama dia?"
Dinar mengangkat kepalanya. Dia tidak boleh terlihat lemah. Dia mencoba memberikan senyuman terbaiknya. Lalu menjawab pertanyaan Stela.
"Enggak. Mungkin dia lagi sibuk disana, jadi gak sempat nulis surat buat gue" Dinar menjawabnya dengan santai.
Memperlihatkan kalau dirinya sedang baik-baik saja."Lu gak sedih?"
"Sedih, sedih. Tapi gue enggak boleh selarut itu dalam kesedihan. Karena gue enggak mau buat mama sama adik gue nangis seperti kemarin-kemarin karena gue"
"Kalo lu butuh tempat buat cerita. Gue siap, Nar"
"Makasih... "
"Menurut gue, sih. Dewa udah jadi segalanya sekarang bagi lu" Tukar Stela, membuat Dinar menaikkan sebelah alisnya.
"Maksudnya?"
"Iya, dia itu udah jadi segalanya buat ada di hidup lu. Ibaratnya dia itu udah jadi payung saat hujan, jadi air saat lu haus, jadi obat buat sembuhin luka lu. Pokoknya dia itu udah bisa ngerubah lu, buat lu senyum" Jelas Stela.
Dinar sedikit memikirkan ucapan Stela barusan. Dinar tidak melihat Dewa sejauh ini. Dia hanya menganggap Dewa orang baru yang datang di kehidupannya.
"Lu enggak ada rasa sama dia?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Stela begitu saja.
"Hah?"
"Lu ada rasa sama Dewa? Su-ka" Jelas Stela sedikit menurunkan suaranya.
Dinar terdiam. Tidak bisa menjawab pertanyaan Stela. Selama sebulan ini dia memang ketergantungan dengan Dewa. Apa-apa selalu dengan Dewa. Tapi dia tidak pernah melangkah lebih jauh, seperti apa yang Stela tanyakan.
Dihatinya masih ada nama Senar tertulis indah dan begitu besar di dalam sana.
"Enggak" Balas Dinar menggelengkan kepalanya ragu. "Gue masih enggak bisa lupain Senar" Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Surat
Teen Fiction___________________________________________ Berada diantara kebahagiaan dan kesedihan. Itulah yang Dinar rasakan saat ini. Saat bahagia, sedih menemani. Saat sedih pun, bahagia turut berpartisipasi. Entah ada apa dengan kehidupannya. Saat dia nyama...