Detak Surat-40

7 5 0
                                    

Amerika.

"Halo" Sapa Senar pada orang diseberang jauh dari tempatnya berada sekarang.

"Senar... " Senyuman lantas terukir di wajah lemahnya. Ketika mendengar suara mereka orang yang begitu sangat dia rindukan.

"Iya.. Dinar. Aku disini"

"Kamu baik disana? Aku ingin kamu" Ucap Dinar.

Senar meneteskan setetes air matanya. Tubuhnya yang masih terbaring diatas kasur. Seperti tidak berdaya untuk bergerak sedikitpun mendengar ucapan Dinar baru saja.

Jika Dinar begitu menginginkannya berada disana. Bagaimana dengan dia? Apa rasa itu tidak lebih dari apa yang Dinar rasakan.

"Kita tunggu waktu itu tiba Dinar. Kita tunggu saja"

"Aku sudah menunnggu, tapi kamu belum juga kembali"

"Heheh.. " Senar terkekeh pelan. "Ini baru hari ke-tujuh aku jauh darimu"

"Tujuh hari bagimu layaknya tujuh bulan bagiku"

"Kamu tujuh bulan kalo gitu aku tujuh tahun dong. Lebih besar dari kamu"

"Senar... " Lirih Dinar manja. Suara yang begitu sangat dia rindukan untuk didengar.

Senar memejamkan matanya. Menghembuskan napas perlahan. "Senar kamu baik-baik aja?" Tanya khawatir Dinar yang tidak dapat sahutan dari Senar.

"Tolong panggil namaku sekali lagi, Dinar" Sahut Senar masih memejamkan matanya.

"Senar...  Senar... Senar...  Senar.... Senar... Aku sayang kamu"

Tes...
Setetes air mata jatuh berlinang dari kedua bola mata Senar. Rindu itu ada, perlahan menusuk dan terobati perlahan dengan suaranya yang begitu jauh dari galauan.

"Makasih, Dinar" Lirih Senar menahan isakannya agar tidak terdengar Dinar.

"Cepat pulang.. " Lirih Dinar tiba-tiba terisak. "Aku takut hubungan kita pisah. Aku enggak mau. Aku maunya sama kamu"

"Jangan nangis. Aku berusaha sebentar disini, kalo udah selesai. Aku akan pulang"

Pintu kamar Senar terbuka. Memperlihatkan Bibi Elena datang membawa nampan berisi makan malam untuknya dan juga obat untuknya.

Senar mengisyaratkan Elena untuk tidak bersuara terlebih dulu. Dia tidak ingin Dinar mendengar percakapan apapun antara dia dan orang yang berada disni entah siapapun itu.

"Kamu baik-baik disana. Aku akan kirim surat.  Kita sudahi dulu panggilan ini. Have a nice day Dinar"

"Kamu juga.. "

Panggilan terputus, Elena segera menghampiri Senar yang masih terbaring di atas kasurnya. Menaruh nampan di atas nakas dan duduk di sebelah Senar.

"Sakit?" Tanya Elena.

"Udah mendingan, tidak sesakit tadi" Jawab Senar memperlihatkan senyumannya.

"Kamu tahu, it's your medicine. Kenapa kamu merahasiakannya?"

"Aku gak mau kalo dia ngerasain apa yang aku rasain dulu"

"Mamamu?"

Senar mengangguk. Dia menaruh tangannya disisi jantungnya. "Rasanya sakit sampai sekarang. Melihat mama sekarat di depan mataku. Aku takut dia sepertiku, Bi. Aku takut dia merasakannya saat lihat aku"

"Berkali-kali bibi bertanya, apa dia tidak semakin sakit jika tiba-tiba mendengarnya dari mulut orang lain?"

"Aku pernah bilang ke bibi dan papa. Aku akan memberitahunya sendiri, nanti" Balas Senar tersenyum singkat ke arah bibinya.

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang