Detak Surat PUTK

9 3 0
                                    

Hallo aku kembali nih. Udah lama jarang up. Sekarang aku balik lagi, nih. Stay tune, ya.

"Kamu yakin dengan keputusanmu?" Tanya Biswa.

Dewa mengangguk memandang mamanya yang membelakangi dirinya. Yang hanya memperlihatkan punggungnya yang bergetar karena menangis.

"Apa enggak ada cara lain?" Tanya Vivi sesenggukan.

Malam harinya, Dewa memutuskan untuk pergi saat itu juga setelah selesai dengan urusan yang harus dia selesaikan. Keputusan tiba-tiba yang membuat Vivi tidak rela melepaskan anaknya.

"Ma... " Lirih Dewa. "Dewa bakal kembali" Lanjutnya meyakinkan mamanya agar mau berbalik melihatnya.

"Vivi... Lihat anakmu" Lirih Biswa mencoba membujuk Vivi untuk menatap anaknya sebelum pergi. "Dia udah besar, dia sudah jadi laki-laki kuat. Enggak selemah itu, dia mau bertanggung jawab dengan ucapannya"

Vivi berhamburan kedalam pelukan Dewa. Meluapkan segala tangisannya dalam pelukan Dewa. "Kamu baik-baik disana" Lirih Vivi.

"Iya, ma.." Sahut Dewa tersenyum. "Dewa selalu baik-baik aja, sampai kapanpun. Karena ini keputusan Dewa"

Vivi melepaskan pelukannya. Menaruh kedua tangannya di wajah anaknya. Menatap lekat mata anaknya dan mencoba memperlihatkan senyumannya meskipun itu sulit baginya sekarang.

"Mama ikhlas, sayang" Dewa tidak kuat menahan air matanya saat mamanya mengatakan kata itu.

"Senyum, nak, jangan seperti ini" Lirih Vivi. Bukannya berhenti menangis, Dewa malah tidak bisa berhenti meneteskan air matanya.

Dia membawa Vivi kedalam pelukannya lagi. Kini bukan hanya Vivi yang menangis melainkan dia juga menangis. Tidak sanggup jika harus meninggalkan keluarganya kali ini.

Biswa yang hanya melihat juga tidak sanggup menahan air mata. Malam itu menjadi Malam penuh air mata bagi keluarga kecil tersebut.

"Mama sama papa baik-baik disini. Jangan beritahu Dinar tentang ini dan jaga dia buat Dewa" Lirih Dewa sebelum sepenuhnya pergi.

"Papa akan jaga mama disini dan juga Dinar. Kamu jangan khawatir" Tukas Biswa merangkul bahu Vivi.

"Makasih, Ma, Pa. Dewa berangkat dulu, ya"

Biswa dan Vivi tersenyum bercampur tangis melepaskan kepergian Dewa. Melepaskan Dewa yang akan pergi ke negeri orang sendirian tanpa ada dampingan dari mereka berdua.

Dewa melihat ke arah rumah yang berada di samping rumahnya. Menatap jendela kamar Dinar yang masih terang. Dewa hanya memandangnya sambil tersenyum.

"Gue ada buat lu, Nar" Batin Dewa dalam hati. "Sekarang pun gue ada untuk lu" Lanjutnya membatin.

"Gue harap setelah ini lu bahagia, Nar" Gumamnya tersenyum. Kemudian memasuki mobil dan segera pergi menuju Bandara.

Di tengah perjalanan Dewa hampir lupa untuk menghubungi kakaknya perihal kepergiannya kali ini. Saat itu juga Dewa langsung menghubungi kakaknya.

"Halo, kenapa?" Tanya Bisma dari seberang telepon sana.

Dewa lantas tersenyum mendengar suara Bisma. "Kakak sibuk enggak?"

"Enggak, emang kenapa?"

"Gue cuma mau ngomong. Titip dan bahagiain dia, ya, kak. Buat dia senyum setelah ini"

Tidak ada sahutan dari Bisma. Mungkin Bisma sudah tahu kemana jalan percakapan Dewa kali ini. Dan ini reaksi yang bisa dia berikan saat ini. Diam dan bisu, tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang