Pagi ini, Dinar memilih untuk pergi ke kampusnya lebih pagi dari hari-hari sebelumnya. Berniat disana dia bisa menenangkan sedikit hatinya. Namun naas belum juga sampai di kampusnya. Di depan rumah dia harus di hadapkan dengan tetangga barunya.
"Dinar anaknya Karin, ya?" Tanya Vivi. Dinar mengangguk tanpa ekspresi.
"Kenapa tadi malam enggak ikut? Kamu udah sarapan?" Tanya Vivi lagi.
"Maaf tante, Dinar buru-buru" Tolak Dinar.
"Kenapa buru-buru banget, tante juga pernah muda, anak tante juga masih seusia kamu. Kelas belum ada jam segini. Mendingan kamu ikut tante sarapan bareng sama yang lainnya"
Ingin menolak lagi, tapi tangan Dinar sudah di geret masuk Vivi hingga di depan meja makan. Vivi menuntunnya untuk duduk di kursi kosong sebelah Bisma, anak tertua disana.
"Bisma, adikmu mana?" Tanya Biswa, suami Vivi.
"Tadi keluar rumah. Bentar lagi juga bakal pulang"
"Kebiasaan anak itu" Gumam Biswa. Ketika Biswa melirik ke arah Dinar, gerakan senyum terlihat jelas di wajahnya. "Dinar anaknya bu Karin?"
Untuk kedua kalinya pada pagi ini Dinar mendapat pertanyaan itu. "Oh.. Tetangga sebelah" Sahut Bisma. "Bisma" Ujarnya menjulurkan tangan.
"Dinar" Balas Dinar menerima jabatan tangan Bisma.
Jabatan tangan itu tidak bertahan lama, ketika Dewa datang dan berdiri diantara mereka berdua hingga jabatan tangan itu terlepas.
"Hai... " Sapa Dewa tersenyum memandang Dinar. "Sarapan bareng?" Tanyanya.
"Tante Vivi yang ngajak kesini" Balas Dinar.
"Kak pindah, gue mau disini"
"Enggak, ini tempat gue. Tuh tempat lu" Balas Bisma menunjuk kursi di depannya.
"Sekali ini aja" Mohon Dewa.
"Lu disini aja biar gue yang duduk di sana" Sahut Dinar.
Dewa menahan Dinar yang ingin berdiri. "Enggak usah, biar gue yang duduk di depan lu"
Dewa mengalah tapi dia tidak mengalah sepenuhnya. Dia duduk di tempat biasa mamanya duduk. Biar duduknya bisa berhadapan langsung dengan Dinar.
Vivi yang baru saja dari dapur heran dengan Dewa yang duduk di kursinya sambil senyum-senyum tidak jelas menatap Dinar yang menunduk.
"Pindah.. " Ujar Vivi menepuk bahu Dewa.
Dewa tersadar dari pandangannya. Dia menatap wajah Vivi memohon untuk mengalah kali ini untuknya. "Enggak, sana duduk di kursimu"
Dewa berdiri dari duduknya. Bukan untuk pindah tempat duduk, melainkan memindahkan kursi di sebelahnya dengan kursi yang tadi dia pakai. Kemudian duduk kembali di tempat yang sama namun di kursi berbeda.
"Udah, kan, ma. Aku udah duduk di kursi milik Dewa sendiri"
"Dasar anak ini" Ucap Biswa dan Vivi bersamaan.
"Ayo, dimakan, Dinar. Jangan dilihatin aja makanannya" Tegur Vivi.
Dinar hanya tersenyum tipis sambil mengangguk. "Mau gue suapin?" Sahut Dewa dengan pertanyaannya.
Otomatis Dinar menatap mata Dewa yang juga menatapnya sambil tersenyum lebar. "Makasih... Gue punya tangan, kok" Balas Dinar.
Plak..
Satu pukulan Dewa dapatkan dari Vivi. Bukannya mengadu kesakitan Dewa malah menghadap Vivi sambil tersenyum lebih lebar hingga memperlihatkan gigi putihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Surat
Teen Fiction___________________________________________ Berada diantara kebahagiaan dan kesedihan. Itulah yang Dinar rasakan saat ini. Saat bahagia, sedih menemani. Saat sedih pun, bahagia turut berpartisipasi. Entah ada apa dengan kehidupannya. Saat dia nyama...