"Lu cantik, saat gimana pun" Lirih Dewa memandang wajah damai Dinar yang tertidur menyamping di atas hamparan rumput di tepi danau.
Setelah dari kafe, Dinar dengan sendirinya meminta untuk diajak ke tempat danau rahasia mereka. Sesampainya disana, Dinar merebahkan dirinya dan malah tertidur pulas disana.
Sejak saat Dinar tertidur, Dewa tidak henti-hentinya memperhatikan wajah Dinar yang begitu damai. Hal yang indah untuk pertama kalinya yang pernah Dewa rasakan semenjak bersama Dinar. Melihat wajah damainya tanpa tangisan dan juga senyuman palsu.
"Benar kata dia, awal yang palsu akan berubah asli" Dewa diam sejenak. "Namun begitu menyakitkan" Lanjutnya tersenyum sambil merapikan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Dinar.
"Dewa... " Lirih Dinar dengan suara khas orang bangun tidur.
"Hah?"
Dinar kembali memejamkan matanya. Melanjutkan tidurnya. Dia terbangun hanya untuk memastikan apa Dewa masih berada disana setelah itu kembali tidur. Mungkin semalam dia begitu susah tidur karena kejadian kemarin.
Dewa menarik sudut bibirnya membentuk senyuman lalu bergumam "Lucu".
Tangannya bergerak mengusap pelan kepala Dinar.
***
"Senar... " Teriak Dinar tersenyum ketika melihat wajah Senar yang sedang berdiri di depan rumahnya.Akhirnya selama seminggu lebih tidak bertemu, kini Senar kembali kepadanya. Senyuman dan tangisan tidak bisa Dinar hindari. Rasa bahagia dan sedih ketika melihat wajah Senar yang begitu pucat.
Sinar menyentuh wajah Senar, tatkala dia sudah berada di depannya. Setetes air mata jatuh berlinang di wajah Dinar. Otaknya berpikir apa yang sedang terjadi dengan Senar hingga seputar ini.
"Se... Nar.. Apa yang terjadi dengan kamu?" Lirih Dinar masih menyentuh wajah Senar.
"Aku baik-baik saja" Ucap Senar tersenyum manis di balik wajah pucatnya.
"Apa kamu sakit?" Dinar begitu khawatir, dia meneliti setiap jengkal wajah, tangan, dan perut Senar dengan tangannya. Takut ada goresan luka yang tidak dia ketahui.
"Dinar..." Panggil Senar. Dinar tidak memperdulikan nya, dia masih sibuk meneliti tubuh Senar.
"Dinar... Lihat aku" Lirih Senar mencekal kedua tangan Dinar dan menggenggamnya erat. "Aku... Baik-baik aja, aku masih bisa senyum" Satu tangan Senar meraih wajah Dinar dan menghapus air mata Dinar yang menetes.
"Senyuman enggak membuktikan seseorang tidak baik-baik aja. Aku tahu kamu lagi sakit, mana yang sakit. Biar aku obati"
"Kamu mau obatin? Bisa?" Ujar Senar tersenyum. "Butuh waktu lama buat obatinnya. Kamu siap?"
"Asal kamu sembuh, aku mau Senar"
Senar tersenyum semakin lebar. Senar membawa Dinar kedalam pelukannya. Mengusap rambut Dinar dengan lembut.
"Enggak perlu. Aku bisa sembuh tanpa kamu ikut campur. Tunggu aku pulang aja" Senar melepas pelukannya. "Jangan sedih terus, aku bakal sembuh, Dinar"
"Kamu sakit apa? Beritahu aku"
Senar menggeleng masih terus tersenyum di lekuk wajah pucatnya. Dan perlahan demi perlahan dia melangkah mundur. Menjauh dari tempat Dinar berdiri. Masih dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari wajahnya.
"Senar.... "
"Senar..... Kamu mau kemana?"
"Senar.... " Teriak Dinar ingin menjangkau Senar namun tidak bisa. Tubuhnya seperti kamu tidak bisa digerakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Surat
Teen Fiction___________________________________________ Berada diantara kebahagiaan dan kesedihan. Itulah yang Dinar rasakan saat ini. Saat bahagia, sedih menemani. Saat sedih pun, bahagia turut berpartisipasi. Entah ada apa dengan kehidupannya. Saat dia nyama...