Detak Surat-30

9 4 0
                                    

"Sssst.. Sakit Dinar. Pelan-pelan"

"Maaf... " Lirih Dinar masih terus saja menangis setelah kejadian tadi.

Tangan Dewa bergerak menghapus air mata Dinar yang masih terus saja berlinang. Seutas senyuman ia tampakkan meskipun susah payah menahan sakitnya lebam di sekitar wajahnya.

"Lihat, gue enggak papa, Nar. Gue gak suka lihat lu yang nangis hanya karena hal sepele seperti ini"

"Hal sepele bagi lu hal besar bagi gue" Tatapan mata Dinar tertuju pada wajah Dewa. "Wajah lu penuh luka, itu karena bokap gue dan demi nolongin gue. Gue serasa punya balas budi untuk lu"

"Balas budi? Kalo gitu jadi kekasih gue selama seminggu, mau? Lupain Senar selama seminggu itu saja"

Dinar diam, hatinya sedikit tercekik ketika mendengar kata lupakan Senar. Berkali-kali dia sudah mencoba namun hasilnya masih tetap sama, Senar lah yang selalu dia ingat berkali-kali.

"Tidak" Dinar menolak. "Gue gak bisa lupain Senar hanya karena jadi kekasih lu selama seminggu"

"Gue gak akan maksa. Tapi gue harap lu senyum terus" Seutas senyum Dewa berikan untuk Dinar.

"Lanjutin ngobatinnya" Dewa mencondongkan wajahnya kedepan wajah Dinar. Mempersingkat jarak yang jauh menjadi lebih dekat.

Dinar tersenyum sekilas. "Tahan, ya, kalo sakit"

"Iya, Dinar"

"Lu beneran kerja?" Pertanyaan itu datang dari mulut Dinar.

Dewa terdiam sebentar. Lalu mengangguk pelan tanpa mengeluarkan suara apapun. "Kerja apa?"

"Pekerjaan yang menyenangkan buat gue. Emang kenapa tanya pekerjaan gue?"

"Heran aja, lu kerja tapi bisa sesantai itu"

"Pekerjaan gue seperti apa yang lu lakuin sekarang. Balas budi"

"Ada gitu pekerjaan kayak gitu? Siapa, sih bosnya?"

Dewa hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Dinar. Biarkan waktu yang akan menjawab.

"Ah.. Sakit, Dinar" Rintihan Dewa ketika Dinar dengan sengaja menekan lebam di wajahnya.

"Makannya kalo tanya itu di jawab, jangan jadiin kebiasaan"

"Biar lu penasaran" Balas Dewa tersenyum.

"Dewa, kamu enggak papa?" Lirih Karin menyahut. Karin baru keluar setelah dirinya tenang.

Masih dengan air mata yang masih saja menetes tidak berhenti seperti halnya dengan Dinar. Karin membawakan dua gelas air untuk mereka.

Tangis Karin kembali berlinang melihat wajah  Dewa yang masih tersenyum saat wajahnya penuh lebam.

"Gimana nanti kalo ibumu lihat kamu seperti ini?" Lirih Karin menyentuh bagian wajah Dewa yang penuh dengan lebam kebiruan. "Maafin tante"

"Tante gak perlu minta maaf, tante enggak bersalah. Dewa ikhlas kok mukanya kayak gini. Masalah mama, dia enggak akan marah kalo demi nyelametin Dinar" Balas Dewa tersenyum.

"Tante jangan sedih, aku enggak papa. Aku pastiin kalo dia enggak akan kembali lagi"

"Lu enggak usah khawatir, mama gue kuat orangnya" Sahut Dinar.

"Beda sama anaknya" Lirikan Dewa membuat wajah Dinar berubah masam.

"Ya udah, mama masuk ke dalam dulu"

"Hem... " Sahut mereka.

Dinar melanjutkan lagi mengoleskan salep di wajah Dewa yang ada lebamnya. Dengan pelan-pelan Dinar mengobati luka Dewa hingga tertutupi dengan salep.

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang