Detak Surat

4 4 0
                                    

Pagi hari Dinar sudah disuguhi pemandangan yang begitu tidak menyenangkan. Bagun pagi, semua orang seperti menghilang. Tidak ada satu orang pun yang berada disana. Kecuali satu orang yang kehadirannya tidak Dinar inginkan.

Saat membuka pintu, Dinar pikir itu Dewa. Seketika wajahnya berubah melihat seorang pria seumuran mamanya di depan sana. Tidak lain dan tidak salah adalah Deka, ayah kandungnya.

"Kenapa bapak kesini?" Tanya Dinar menatap marah orang didepannya.

"Apa enggak boleh? SAYA ORANG TUAMU" Tukasnya Deka berteriak.

Sungguh tidak sopan santun. Bertamu di rumah mantan istrinya seperti mau merampok. Siapa lagi kalau bukan Deka. Andai saja Deka bukan ayahnya, mungkin Dinar sudah menendang jauh orang seperti ini.

Deka menerobos masuk. Mendorong Dinar hingga terjatuh. Dinar mendesis pelan, ingin rasanya Dinar menggeret keluar Deka.

"Dimana mamamu?" Tanya Deka berlagak seperti bos di rumah yang sudah tidak pantas untuk dia datangi.

"Bapak enggak perlu tahu, lebih baik bapak keluar"

"Berani kamu sama saya?" Tanya balik Deka merendahkan suaranya sambil tersenyum licik.

Dinar diam, dirinya masih takut kejadian kelam bertahun-tahun yang lalu terulang kembali. "Mau bapak apa?" Tanya Dinar memberanikan diri.

"Saya ingin bapak segera menyelesaikan alasan kesini dan segeralah pergi dari sini" Lanjut Dinar.

Deka mengangkat wajahnya, menatap anak perempuannya yang menunduk ketakutan karena kedatangannya.

"Kenapa harus buru-buru? Saya mau istirahat sebentar disini. Ini juga rumah saya" Deka merebahkan badannya dipunggung sofa yang dia duduki.

Dinar menghela napas kasar. Hal yang paling dia benci harus serumah dengan ayah kandungnya sendiri. Yang sebenarnya dimatanya seperti pembunuhan bagi dia dan yang lainnya.

"Kalo bapak enggak ada urusan. Lebih baik keluar dari rumah ini dan jangan pernah kesini lagi"

"Kamu ngusir saya..?" Tanya Deka santai.

"Iya... " Deka mengangkat sebelah ujung bibirnya. "Karena saya takut anda bunuh seperti dulu"

Mata Deka yang semula terpejam menikmati suara anak perempuannya ketakutan. Seketika terbuka lebar dengan rahang yang mengeras.

"BERANI KAMU UNGKIT ITU?" Sentak Deka reflek berdiri berhadapan dengan Dinar.

"Kenapa? Anda tidak suka?" Tanya Dinar balik menantang. Keberanian datang padanya.

"Jangan pernah kamu ngungkit itu lagi. Karena masalah itu saya harus merasakan tidak enaknya DIPENJARA. ITU SEMUA KARENA PACAR KAMU"

"Saya beruntung saat itu Senar datang, kalo tidak. Saya dan mama mungkin sudah tidak ada disini dan mati di tangan bapak"

"Semakin ngelunjak kamu. Mau kejadian itu terulang lagi?. Disini cuma ada saya sama kamu"

Keberanian Dinar yang sudah tinggi tiba-tiba merosot seketika. Tangannya bergetar dengan jarak yang begitu dekat dengan ayahnya sendiri. Takut, jika Deka akan melakukan hal itu kepadanya.

"Kenapa bergetar? Takut?" Tangan Deka bergerak mengusap rambut Dinar. Membuat Dinar semakin takut.

"Mama, Tere siapa pun tolong" Batin Dinar dalam hati.

"Makannya jadi anak jangan sok-sokan" Tukar Deka penuh penekanan dengan tangannya menarik rambut Dinar.

"Ah.. Sakit. Lepas" Rintih Dinar kesakitan.

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang