Detak Surat ABUS

16 0 0
                                    

Dua tahun kemudian...
Hari ini tepat dua tahun kematian Dewa. Semua orang yang mengenal Dewa satu demi satu mengunjungi makam Dewa untuk mendoakannya. Tidak terkecuali dengan Shinta dan Bisma yang kini sudah menjadi sepasang suami istri.

Menjalin kedekatan selama dua tahun lamanya membuat mereka memantapkan hati untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Sebuah pernikahan. Dan kini mereka dikaruniai seorang bayi laki-laki yang begitu tampan dan lucu. Sama persis seperti Dewa sewaktu kecilnya dulu.

"Dewa.... Kita datang" Lirih Bisma.

Senyuman menghiasi wajah Shinta. Meskipun sebenarnya air mata ingin mengantikannya.

"Lihatlah putraku... Tampan seperti lu" Tutur Bisma. "Andai ayahnya lu pasti dia lebih tampan" Lanjutnya menatap ke arah bayi laki-laki yang berada di gendongan Shinta.

"Dia sudah tampan tanpa harus Dewa yang jadi ayahnya" Tukas Shinta membalas ucapan Bisma. "Ayahnya kamu sampai kapanpun, enggak akan berubah. Karena dia anakmu dan aku... " Shinta menggantungkan ucapannya.

"Istriku" Sahut Bisma.

"Iya... Istrimu. Aku sudah mencintaimu, mas Bisma" Tegas Shinta tersenyum balik kearah Bisma.

"Kalau saja Dewa lihat ini. Mungkin dia sudah cemburu" Tukar Bisma sambil merangkul pundak Shinta mendekat ke tubuhnya dan tersenyum kearahnya.

"Dewa melihatnya sekarang. Dia tidak cemburu tapi ikut bahagia dengan keluarga kecil kita"

Kepergian Dewa memberinya kebahagiaan baru yang tidak akan bisa orang lain berikan untuk mereka. Kepergian Dewa meninggalkan kesedihan namun juga membawa kebahagiaan. Kebahagiaan bagi siapa yang ditinggalkan.

"Buat Dewa bahagia disana tuhan..."

***
Di tempat lain. Di kediaman Dinar. Setelah lulus kuliah, Dinar menyibukkan diri dengan bekerja sampai-sampai dia tidak mempunyai waktu untuk bercengkrama dengan keluarganya sendiri. Hari liburnya dia habiskan untuk berkencan dengan Senar sesekali juga dia habiskan untuk mengunjungi makam Dewa.

Dan hari ini, dia mengambil cuti untuk mengunjungi makam Dewa. Mengingat hari ini sudah menjadi dua tahun kematian Dewa.

Hari ini Dinar tidak akan pergi sendiri dia akan di temani oleh Senar. Namun sejak tadi Senar belum juga datang menjemputnya. Padahal Senar sudah mengatakan di perjalanan satu jam yang lalu. Tetapi dia belum juga ada tanda-tanda Senar sampai.

"Halo.. Udah sampai mana?" Tanya Dinar pada Senar saat panggilannya diangkat.

"Depan rumah. Kamu keluar, ya" Pinta Senar.

"Iya..  Bentar" Masih dengan ponsel yang tertempel di telinganya. Dinar membuka pintu utama rumahnya.

Betapa kagetnya saat dia membuka pintu dan mendapati begitu banyak balon dan dekorasi yang begitu indah tertata rapi. Tentunya Dinar melihat Senar berdiri di tengah-tengah sambil membawa buket bunga yang begitu besar.

"Ada acara apa ini?" Tanya Dinar bingung melihat ke sekitarnya yang begitu sepi.

"Untuk Dinar Lestari.. " Suara lantang Senar terdengar nyaring di telinga Dinar.

"Mungkin ini waktu yang tepat untukku mengatakan hal yang sudah lama sekali ingin aku katakan, namun belum juga tersampaikan"

Dinar hanya diam mematung di tempat tanpa ingin semakin mendekat. Dia hanya mendengarkan suara Senar dari tempatnya saja.

"Dulu aku ragu karena kondisiku. Tapi sekarang aku sudah yakin dan mantap untuk mengatakannya tanpa harus ada yang dikahwatirkan. Semua ini berkat Dewa"

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang