Detak Surat SKS

3 2 0
                                    

"Kamu enggak papa?" Tanya Dinar ketika hari itu.

Hari dimana Senar masih bersama dirinya. Sebelum Senar pergi meninggalkannya pergi jauh dari kehidupannya tanpa alasan. Saat belum ada tangisan dan jarak dalam hubungan mereka berdua.

"Enggak" Sahut Senar dengan senyumannya.

Senar tersenyum, saat tangannya baru saja terkena pecahan gelas hingga mengeluarkan begitu banyak darah. Saat Dinar khawatir tapi Senar malah tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa.

"Aku ambilin obat, ya" Dengan sigat Senar menahan tangan Dinar. Melarangnya untuk beranjak sedikitpun dari tempat duduknya.

"Gak usah pakai obat. Kamu udah jadi obat segala penyakitku"

"Ini bisa infeksi, Senar. Aku obatin, ya. Enggak lama, kok ambilnya"

Senar tidak dapat mencegah Dinar lagi. Kekhawatiran Dinar begitu besar. Hanya dengan melihat tangannya berdarah karena pecahan gelas.

"Gini aja kamu kayak gitu, apalagi kamu tahu hal besar dari ini" Gumam Senar.

"Mana tangannya" Dinar langsung meraih tangan Senar saat sudah mendapatkan kotak p3k ditangannya.

"Kamu tahu?" Lirih Dinar. Senar mendongakkan kepala menatap Dinar yang fokus membersihkan darah di tangannya. "Setiap kali aku pegang tangan kamu, selalu sedingin ini. Dan setiap kali aku rasain denyut nadi kamu.. " Dinar mengantungkan kata-katanya.

Matanya menatap Senar yang juga sedang menatapnya. "Detaknya begitu cepat"

"Kamu penyebabnya" Lirih Senar tersenyum. "Kamu yang selalu buat aku gugup"

"Aku"

"Iya. Cuma kayak gini" Senar meraih sebelah tangan Dinar di genggamannya dan meraih sebalah tangannya lagi untuk ditaruh di dadanya agar Dinar dapat merasakan irama jantungnya yang begitu cepat.

Dinar memerah hanya mendapat perlakuan sederhana dari Senar. Bagi Dinar. Senar lah awal dari segala kebahagiaan yang dia peroleh saat ini. Semuannya berkat Senar yang muncul tiba-tiba bakal superhero di kehidupannya.

"Kerasakan? Gimana suaranya"

Dinar mengangguk. "Makasih, Dinar, udah mau terus disampingku dalam beberapa tahun terakhir ini"

"Kenapa kamu yang berterima kasih. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu. Kamu itu superhero ku, Senar. Superhero nyataku" Dinar memperlihatkan senyuman lebarnya. "Makasih Superhero nyataku. Senardiansyah"

Senyuman tidak luput dari wajah Dinar saat mengucapkan kata itu. Senar pun ikut tersenyum menanggapi ucapan Dinar. Mereka sama-sama melepas senyum satu sama lain. Membagi kebahagiaan diatas luka yang belum terobati.

"Kalo terus-terusan senyum, kamu enggak jadi obatin luka aku" Tegur Senar dengan tawanya.

Dinar mengangguk sambil terus tersenyum. Dia kembali fokus mengobati luka yang ada ditangan Senar. Tentunya senyuman masih mengambang di wajah keduanya.

"Kenapa bisa sampai gini, sih?" Tanya Dinar menunjuk luka gores Senar.

"Tadi enggak sengaja pecahin gelas di dapur kamu, mau bersihin. Malah tangan aku yang berdarah" Jawab Senar santai.

"Kalo butuh apa-apa, kamu minta aku aja. Jangan ambil sendiri" Tukas Dinar.

"Kalo aku bisa sendiri, kenapa aku harus minta bantuan kamu. Aku enggak mau terus-terusan nyusahin kamu" Tukas balik Senar.

"Cuma ngambilin air, apa itu nyusahin?" Tanya Dinar melirik Senar yang tersenyum saat mendengar pertanyaannya. "Enggak, Senar. Sama sekali enggak. Malah aku seneng kalo kamu minta bantuan ke aku. Biar enggak aku aja yang terus-terusan minta bantuan kamu"

Detak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang