Warning! Di chapter ini kebanyakan narasi. Jadi kudu strong. Pemanasan dulu pokoknya mah.
Btw HAPPY READING!!!◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅◌
Bendera kuning yang terikat di pagar, melambai seolah mengisyaratkan perpisahan, mengantar rindu tak berkesudahan. Bukankah kuning melambangkan kecerian? Bukankah kuning melambangkan kehangatan dan segala bentuk perasaan positif?Kuning menjadi perumpamaannya.
Lalu siapa yang menyangkah kuning bahkan menjadi perumpamaan dari kematian, jalan menuju perpisahan paling menyesakkan, pelabuhan yang mengantarkan kapal rindu tanpa arah untuk berlabuh.
Hingar bingar suara menggema, ruang tamu penuh dengan puluhan warga yang datang melayat. Candra dan kedua saudarnya yakni, Cakra dan Jihano duduk di dekat lemari berbahan kayu jati yang konon katanya merupakan peninggalan buyut mereka. Tak ada air mata yang keluar, namun pilu masih jelas terlihat. Gurat kesedihan terpampang jelas di wajah mereka.
Malik dan Revan sibuk mengurus pemakaman, sementara Mas Abyan masih tak memunculkan batang hidungnya. Lelaki itu memilih mengunci dirinya di dalam kamar dengan dalih ingin menenangkan diri, Candra hanya bisa mengangguk mengerti. Ia paham betul perasaan Mas Abyan.
Sementara itu tamu terus berdatangan tak berjedah, menyampaikan rasa empati mereka serta dukungan moral.
"Yang sabar ya Nak, Eyang kalian itu orang baik, saya yakin Eyang bakal di tempat yang sebaik-baiknya."
"Makasih bu."
"Saya tidak menyangka Pak Muhsin meninggalkan kalian secepat ini."
Candra menatap Eyang yang kini terbujur kaku dengan kain panjang menutupinya sampai leher. Ia tak pernah mengira Eyang akan meninggalkan mereka dengan cara seperti ini. ia melirik tangga, Mas Abyan dengan langkah gontai menuruni setiap undakan tangga, jangan lupakan mata sembabnya yang menatap hampa jasad Eyang Muhsin.
Mas Abyan duduk bersimpuh di dekat tubuh Eyang, lalu kemudian matanya kembali memanas, bahunya bergetar hebat. Dia menagis kembali.
"Eyang... Kenapa ninggalin Abyan secepat ini? " tanya Abyan pada raga tak bernyawa di hadapannya.
Candra merasa dilingkupi ruang emosional, Mas Abyan tak pernah serapuh ini sebelumnya, bahkan dihari kematian Ibu mereka Mas Abyan tidak menagis. Candra jadi ingat bahwa Mas Abyan pernah mengatakan kalau dia lebih menyayangi Eyang di banding Ibu dan Bapak. Alasannya sedikit lucu kalau di pikir, Mas Abyan bilang,
"Eyang itu.. Udah kayak Sprei Bonita, halus, dan nyaman... Terus kalau di pikir lagi Eyang itu udah kayak Ultramen Mebius yang ngelindungin bumi dari serangan para monster."
Waktu itu Candra tertawa, dia berpikir bagaimana bisa Mas Abyan mengumpamakan Eyang sebagai Brand sprei? Parahnya lagi kakak keduanya itu menjadikan super hiro jepang yang biasa mereka tonton di hari minggu pagi sebagai perumpamaan, ditambah lagi itu tidak nyambung dengan alasan mengapa Mas Abyan lebih menyayangi Eyang Muhsin ketimbang Bapak dan Ibu.
Tapi waktu itu Candra menebak asal dalam hati, mungkin saja Eyang begitu perhatian sehingga membuat Mas Abyan nyaman . Sehingga mengumpamakannya seperti sprei bonita kesayangan Mas Abyan. Dan Ultrament, yang dia tau Kakaknya itu memang sangat menyukai super hiro berbaju ketat tersebut. Dia juga setujuh kalau Eyang memang sosok super hiro keren ke 5 setelah Batman, superman, Ironman, dan Ultramen.
Semua itu mereka tak dapatkan dari orang tua, kenyamanan, kehangatan, dan kasih sayang baru mereka rasakan sejak tinggal bersama Eyang.
Entah filosofi dari mana, tapi dia mencoba paham karena ada banyak hal yang kadang memang tidak perlu dimengerti untuk dipahami.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRANDSON'S EYANG MUHSIN [ NCT DREAM] End
Fanfiction"Banyak sudah kisah yang tertinggal, kau buat jadi satu kenangan Seorang sahabat pergi tanpa tangis, arungi mimpi Slamat jalan kawan cepatlah berlabuh" Tipe-x "Abang emang nggak bisa Banggain kalian tapi abang bersyukur punya adik-adik yang banggai...