18 GEM

388 48 0
                                    

Candra tidak begitu suka hujan, namun dia menyukai aroma tanah sehabis hujan. Kata bang Revan hal itu sama dengan Ibu. Diapun paling tidak suka dengan musim pancaroba yang mana sering sekali mempermainkan jadwal yang sudah diatur sedemikian rupa olehnya.  Terkadang langit yang begitu cerah bisa saja mendung dan turun hujan, membuatnya harus membeli jas hujan di Indomaret yang kalau di hitung sudah tujuh pasang dengan berbagai warna tergantung di balik pintu.

Dia anaknya pelupa, dan orang-orang rumah terkadang juga  tidak ingat untuk mengingatkan Candra membawa jas hujan, Alhasil saat hujan turun dia akan membeli yang baru.

Namun yang paling Candra tidak sukai adalah saat musim kemarau panjang. Sama seperti Jihano, dia juga sensitif dengan panas matahari, kulitnya akan memerah dan timbul ruam di sekitar tubuh di tambah lagi bercak merah seperti kena ulat bulu. Kalau kata Bang Revan Mirip ibu juga.

Kesimpulannya dia memang mirip dengan ibu 80% sisanya turunan dari Eyang, begitu kata Bang Revan.

Tetapi berbicara soal Bang Revan, akhir-akhir ini Candra banyak menghabiskan waktu dengan kakak keduanya itu. Biasanya dia dekat dengan Mas Abyan namun akhir-akhir ini masnya yang satu itu sibuk sana sini mengurus Koas.

Terhitung sebulan yang lalu, seingat Candra, Bang Revan rutin memberikan wejangan pada Candra dan Saudara-saudara yang lain. Seperti menggantikan kebiasaan Eyang dulu.

Tetapi saat bersamaan Bang Revan seolah menyembunyikan sesuatu. Candra tak mau asal menduga, namun akhir-akhir ini memang dia memiliki perasaan khawatir yang tertuju pada saudara keduanya itu.

Sempat dia menanyakan hal tersebut pada bang Revan, namun hanya senyuman yang dia dapatkan. Bukannya puas malah senyuman itu semakin membuatnya curiga.

mendadak dia menjadi mata-mata  dadakan yang kesana kemari mengikuti Bang Revan. Bahkan dia rela berpanas-panasan hingga kulitnya memerah demi memastikan kekhawatirannya tidak benar adanya.

"Can, sebenarnya lu ngelakuin hal kayak gini buat apa sih? I mean, Kita udah kayak gini jalan semingguan dan lu bisa liat sendiri Bang Revan nggak ada ngelakuin hal yang mencurigakan."   kata Saka yang saat ini berjongkok di dekat Candra yang masih fokus merhatiin Bang Revan yang terlihat berbincang dengan teman sekantornya.

Saka cemberut sementara tangannya terus memijat kakinya yang pegal karena sudah 30 menit mereka  jongkok dibalik semak. Bukannya tidk bisa duduk, hanya saja Saka menyayangkan celana putih yang digunakannya saat ini. Dia malas nyuci dan sekarang akhir bulan ia tak ingin menghabiskan uang yang tersisa untuk biaya laundry.

"Lu kalau mau pergi, udah pergi aja. Gue bisa ngawasin Bang Revan sendiri kok."

"anjir batu banget sih, balik aja udah!"

"nggak Sa gue belun tenang kalau terus kayak gini. Lu tau kan gue orangnya kayak ginana ke keluarga gue?"

"Gue tau banget Can, tapi kali ini dengerin gue.. Liat kulit lo dah merah banget, kita hampir berjam-jam ngawasin Bang Revan dan salama itu juga lu kepanasan. Balik deh, besok kita lanjut" Candra melihat kulitnya yang memang sudah sangat merah.

"Beberapa menit lagi Sa." Saka menghela nafas pasrah, sahabatnya ini batu banget jadi memaksakan kehendaknya pun tak akan ada hasil, makanya Saka memilih beranjak meninggalkan Candra yang masih pasang mata mengawasi pergerakan Bang Revan.

Beberapa menit berlalu, namun Candra masih setia mengamati Bang Revan di balik semak-semak disertai dengan tanaman hias yang cukup rimbun yanh berhasil menyembunyikan tubuhnya dengan sempurna dari jangkauan mata.

Sensasi Dingin terasa menjalar di pipi sebelah kirinya, seperti ditempelkan Es batu. Candra menoleh dan mendapati Saka yang sedang menyodorkan susu UHT rasa original padanya. Sementara tangan yang satu dia gunakan untuk memakan roti rasa pandan bermerek Sari Roti.

GRANDSON'S EYANG MUHSIN [ NCT DREAM] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang