19 GEM

381 45 0
                                    

Candra terdiam memperhatikan sosok Bang Revan yang saat ini duduk diam di dekat makam Eyang. Meski dari jauh ia dapat melihat pundak Bang Revan yang gemetar. Apakah abangnya menangis?

Memang setelah kuliah berakhir Candra kembali mengikuti bang Revan meski tak di temani oleh Saka yang mendadak punya urusan pribadi. Selama 30 menit mengikuti Bang Revan yang memang sepertinya melajukan mobilnya tanpa tujuan mengelilingi kota bandung kini sampailah mereka di makam Eyang.

Mungkin nongkrong sore hari di kuburan adalah hal yang menakutkan tetapi mungkin tidak bagi Bang Revan yang kini duduk bersilah dekat makam Eyang.

Tak lepas Mata candra memperhatikan Bang Revan yang kini tengah mencabuti rumput liar yang mulai meninggi, hampir menutupi permukaan makam Eyang.

Hawa dingin yang kian menusuk membuat Candra mengeratkan jaketnya. Hari sudah menjelang magrib tapi tak ada tanda Bang Revan akan beranjak. Pertanyaanya apa kakaknya itu tidak takut?

"Ini abang gue nggak ada takutnya apa gimana sih? Mau magrib tapi masih depan kubur balik napa?!"

Candra bersorak gembira ketika melihat Bang Revan beranjak dari makam Eyang. Menaikkan masker hitam miliknya kemudian kembali mengikuti Bang Revan yang hendak kembali ke rumah.

←_←→_→

Candra menghentikan vespa miliknya di depan warung sate membiarkan bang Revan sampai kerumah lebih dulu. Lampu temaram di pinggir jalan berkedip lalu mati namun semenit kemudian hidup kembali. Serangga malam terbang berputar di sekitar lampu ada pula yang menempul mencari kehangatan.

Bandung memang terasa dingin ketika malam.

Candra menatap warung sate yang kini kian ramai oleh pelanggan. Riuh pelanggan yang protes ketika menu pesanan salah, ada juga yang berbincang dengan suara keras hingga dari jauh sudah terdengar, ada pula yang asik bermesraan di pojok warung. Saling suap-menyuapi sate. Candra dibuat merinding dengan adegan itu. Dalam hati dia berguman kalau tuhan ngasih kesempatan buat menjalin hubungan mohon jauhkan hamba dari tingkah uwu yang satu itu!

Menit berlalu Candra memutuskan untuk kembali kerumah, melajukan motornya dengan kecepatan sedang sambil menikmati sejuknya angin malam.

Rumah berlantai dua dengan cat berwarna hijau ngejreng telah tampak di mata. Candra menaikkan kecepatan ingin cepat-cepat sampai.

"Assalamualaikum!"
Kerutan di kening candra tercetak dengan jelas ketika salamnya tak bersambut. Dia melirik kearah garasi, mobil bang Malik memang belum ada tapi Mobil bang Revan dan Kedua motor saudaranya sudah ada di sana.

"Bang?

Mas?

asraf?

Duo curut?"

Masih tak ada yang menjawab diapun dengan langkah tergesa menuju dapur, menelisik setiap sudut rumah mencari keberadaan saudara-saudaranya. Namun nihil tak ada yang menjawab.

Dia kemudian memutuskan menelpon Jihan. Rasa khawatir kemudian mulai menyerangnya. Ibu jarinya ia gigit. Ketika telepon tersambung isak tangis mulai terdengar dari seberang sana.

"Halo, Jihan... Lu dimana? Kenapa lu nangis?"

"Bang Revan..."

GRANDSON'S EYANG MUHSIN [ NCT DREAM] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang