Bab12

471 62 0
                                    

Pagi dengan kepulan asap, aroma yang begitu harum dari kopi susu di meja bundar yang mengugah selera para menikmat kopi.

Malik duduk dengan tangan yang memijat pelipisnya.

"Ada apa Bang?" tanya Revan yang berdiri di bingkai pintu,  kemudian berjalan ke sisi Bang Malik dan duduk di bangku seberang dekat vas bunga angrek.

"Tadi malam Bapak nelpon," jawab Bang Malik dengan nada datar.

Revan mengerutkan keningnya,  tak mengerti mengapa Bapak tiba-tiba menelpon.

"Terus Bapak ngomong apa bang?"

"Katanya Bapak bakal Ke Bandung untuk jemput Cakra dan Jihano buat balik ke Jogja." Revan tertegun sejenak mendengar perkataan Bang Malik. 

"Kok tiba-tiba Bang?  Terus Cakra sama Jihano sudah tau?"

Bang Malik menggeleng sebagai jawaban. Bahkan dia tidak tau seperti apa caranya untuk memberitahukan dua curut itu.

Mengapa begitu sulit, padahal kan tinggal memberitahukannya saja apa susahnya? 

Itu sangatlah mudah, kalau saja hubungan mereka baik dengan Bapak. Nyatanya hubungan Malik dan saudara-saudaranya itu tidaklah bagus seperti kebanyakan  orang tua dan anak.

Di bilang mereka benci,  itu terlalu berlebihan juga. tapi kalau di bilang tidak benci ya tidak juga.  Mereka hanya tidak nyaman berada di dekat lelaki yang notabenenya memandat status Bapak.

Hubungan mereka serumit itu memang.

Tapi entah kapan kerumitan hubungan itu tercipta mereka tak ingat pasti.

"Terus Bapak tiba di Bandung  kapan?"

"malam ini kalau nggak ada halangan," kata Malik lalu kemudian menyeruput kopi panasnya pelan.

"Sebaiknya Abang segera ngomong sama Cakra dan Jihano takutnya mereka kaget."

"Ini juga Abang mau ngomong sama mereka, tapi Abang masih bingung cara ngasih tau mereka gimana...  Kamu tau sendiri kan mereka itu nggak mau tinggal bareng Bapak." Malik menggaruk keningnya yang sedikit gatal.

Sementara Revan mengangguk paham,  dia juga tau kalau kedua adik bungsunya tidak begitu suka dengan Bapak.

Mungkin alasannya sama dengan  Revan. Bapak sedikit menjengkelkan.

"Terus Abang mau jemput Bapak?"

"Eh... Ngapain di jemput? Bapak kan bukan anak kecil lagi," jawab Malik sebelum beranjak memasuki rumah dengan tangan kanannya membawa cankir kosong bekas kopi.

Revan hanya menghela nafas, lalu kemudian memutar bola matanya malas. Bagaimana bisa dia bersaudara dengan seorang Malik Agamdwinata M Dosen terkemuka tetapi sedikit Durhaka itu?

"Durhaka lu Bang!  Masuk neraka nanti nangis!!"

"Lagak lu kayak anak berbakti, nyatanya lu juga sama kan? Kita satu koloni kalau lu lupa!" seru Bang Malik dari dalam rumah.

"Jangan fitna lu bang!"

"Yaudah... Kalau gitu sana lu jemput Bapak di bandara!"

"OGAH!" tolak Revan.

Suara kekehan Bang Malik dapat di dengar oleh Revan.  Membuat lelaki itu mendengus kesal.  Sekali lagi dia berpikir,  mengapa Tuhan menakdirkan dirinya  bersaudara dengan Malik, mahluk tereceh sekampung Melati.

"Bang beneran Bapak mau ke Bandung buat jemput Cakra dan Jihano?" tanya Candra yang saat ini barus saja keluar dari kamarnya bersama dengan Asraf.

GRANDSON'S EYANG MUHSIN [ NCT DREAM] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang