Perpisahan terakhir

954 63 2
                                    

Setahun telah berlalu semenjak kepergian Candra. Rentang waktu yang terbilang singkat untuk mengikhlaskan sosoknya. Tawa dan canda mulai  mewarnai suasana yang sempat muram namun demikian tak ada yang pernah lupa akan Candra barang sedikitpun.

Semua orang masih mengenang lelaki dengan senyuman sehangat mentari itu, tetapi tak ada air mata lagi hanya ada desiran menyengat yang kadang membelai sanu bari.

Asraf kini menatap batu nisan yang diatasnya terdapat bunga matahari dan sebuah Rubik usang. Lantas dia tersenyum hangat setelah mengusap batu nisan itu.

"Abang... Apa kabar? Pasti abang lagi bersama Eyang dan ibu ya, tau nggak bang Asraf sekarang udah mulai bisa jalan, ya walaupun cuman bisa sampai sepuluh langkah tapi kata dokter kalau rajin latihan nanti bisa jalan normal. Nanti bisa lari pagi bareng Bang Malik dan Bang Revan. Keren kan Bang," tutur Asraf begitu antusias seolah candra berada di depannya.

Dia kemudian turun dari kursi rodanya melangkah tertatih ke sebelah kiri nisan Candra. Lantas ia bersender di batu nisan saudaranya.

"Abang tau nggak akhir-akhir ini Mas Abyan suka banget senyum-senyum sendiri. Mana kalau nelpon suka sembunyi kira-kira kenapa ya bang? Asraf khawatir, takutnya Mas Abyan stress gara-gara kerjaanya di Rumah Sakit." Asraf menghela nafas sejenak.

"Rumah sekarang suasananya berbeda bang, apalagi Cakra udah nggak tinggal di rumah karena kuliah keluar negri, sedangkan Jihano sibuk ngurusin usaha ikan Lelenya yang akhir-akhir ini lagi ramai pembeli. Bang Malik juga selalu pulang telat karena kerjaan. Terus ni Bang Revan kerjaanya marah-marah mulu."

Lelaki itu tersenyum simpul saat mengingat wajah kesal Revan kalau sedang Marah. Bagaimana tidak? Jangankan terlihat seram atau menakutkan wajah saudara keduanya itu justru terlihat menggemaskan dengan bibir yang selalu mencuat keluar kala mengomel.

"ngomongin soal Bang Revan, Asraf jadi keingat waktu Dia nangis di podium sewaktu mewakili Bang Candra buat terima ijazah." Asraf terkekeh pelan mengingat wajah masam serta memelas dari Bang Revan yang waktu itu pertama kali dilihatnya. Tepat dimana Bang Revan menjadi mewakili Candra untuk wisudah.

Flashback on

Deretan kursi telah terisi oleh sejumlah mahasiswa lengkap dengan pakaian khas wisuda. Bang Revan di kursi paling pojok sebelah kiri menatap kesal ke empat saudaranya yang tengah duduk santai dilantai dua menyaksikan dirinya terjebak sendirian diantara mahasiswa yang akan melangsungkan acara wisuda.

Lelaki bertubuh mungil itu harus rela melawan rasa bosan dan kantuk demi menerima secarik kertas bertanda tangan tersebut.

Dia menghela nafas sebelum atensinya mengarah pada segerombolan orang dari bagian timur gedung auditorium berduyung-duyung menaiki podium.  Dahinya mengkerut kala Saka yang dia ketahui sebagai sahabat terdekat Candra juga ada di tengah-tengah gerombolan itu. Mengammbil baris paling depan bersama dengan Sandra.

Suara bisikan mulai memenuhi auditorium, Revan melayangkan tatapan tanya Kepada ke empat saudaranya. Namun nampaknya mereka sama-sama bingung juga. Dia lantas melayangkan tatapan tanya kepada Malik yang duduk di tengah-tengah jajaran petinggi kampus, namun sayangnya dia juga terlihat kebingungan.

"Selanjutnya pesan dan Kesan dari Ananda Haekal Candra Abigael M. Untuk Ananda atau yang mewakili dipersilahkan kedepan." Riuh bisikan seketika membisu. Badan Revan menjadi kaku, sementara itu ratusan pasang mata mengarah padanya. Revan menghela nafas sebelum akhirnya dia melangkah kedepan sambil mencoba menghilangkan rasa gugup dia mencengkram kas hitamnya.

"Selama berkuliah di kampus Ubi saya mengalami banyak kejadian suka dan duka. Kalau boleh jujur lebih banyak dukanya sih.... Saya juga masih dendam sama kampus ini karena tidak meloloskan saya ke jurusan IT hanya karena saya jurusan Ips." suara tawa memenuhi ruang auditorium ketika rektor membacakan pesan dan kesan dari Candra.

"Tapi ya sudahlah saya nggak berjodoh dengan jurusan itu. Mungkin Tuhan inginkan saya masuk Jurusan Pendidikan sosiologi ya terima saja. Kesibukan saya selama kuliah di kampus tercinta kita ini  adalah sobuk sok sibuk.

Buat Saka..."

Tubuh saka menegap ketika  namanya di sebutkan.

"Bro,,, besok-besok kalau Markir motor jangan lupa kasih dua ribuannya ke abang-abang tukang parkir. Jangan perhitungan ya dan juga Gue minta maaf yah kita kan target semester dua belas tapi maaf gue wisudah duluan. Soalnya bang Revan sama Bang Malik nyirnyirin mulu kapan wisuda. Udah kayak tersangka maling sendal gue tiap hari di tanya-tanya."  Saka yang semula terlihat matanya mulai memerah, teringat akan masa dia bersama dengan sahabatnya. 

"dan buat bang Malik, Bang Revan dan Mas Abyan. maafin Candra kalau tiap hari kerjaanya suka bikin darah tinggi. bukannya susah di atur, candra cuman nggak tau cara ngomong sayang ke kalian. maaf buat mas Abyan yang selalu ku ledek bermental tahu. lu kakak terkereng yang pernah ada mas. sekaligus kakak paling ganteng. heheh abis ku puji dapat bayaran sate nggak nih mas?" tak sadar mata Abyan telah basah. bibirnya bergetar menahan sesuatu yang  hendak keluar.

" buat adik-adikku, makasih selama ini ada buat Candra, makasih selama ini bersuka rela jadi objek keusilannya abang.  makasih buat jihano maaf lelemu aku jadiin pecel. Cakra berhenti nyiksa opet dengan ngebakar punggunya kasihan dia. dan kembaran ku Asraf, kita adalah versi terindah kalau kata eyang. jadi jangan berkecil hati. " 

begitu pesan dan kesan milik candra selesai dibacakan  suara alunan musik  menggema. sebuah banner bertuliskan nama candra membentang di depan sana. banner yang sangat panjang dan lebar berisi tulisan pesan dan kesan dari kawan Candra. 

Malik menatap banner itu penuh haru melihat candra mendapatkan cinta yang begitu banyak. sementara itu semua itu semua orang menyanyikan lagu untuk Candra. lagu terakhir yang mengantarkan Candra. 

sosok yang telah pergi dan menunggu di keabadian. sosok dengan senyum hangat serta ramah memang tak lagi terlihat namun bayangnya melekat  di sanubari. 

Pengikhlasan terbesar jatuh pada hari ini. Terima kasih untuknya sudah sampai pada titik ini.

Flashback off

Asraf menghela nafas mengingat Moment itu. Dia lantas memandangi nisan saudara kembarnya.

"Asraf..."  seseorang memanggil Asraf dengan lembut. Lantas empunya menoleh mendapati 5 orang saudaranya.

"Asraf abang cariin kamu kemana-mana" kata Malik masih dengan Wajah yang begitu khawatir.

Asraf hanya tersenyum menanggapi membuat malik menghela nafas, memilih ikut duduk di sebelah Asraf.

" Apakabar Can?"

"Baik Bang" gumanG Asraf menjawan pertanyaan bang Malik.

Malik merangkul Bahu adiknya. Lalu berkata.

"nggak kerasa udah setahun... "

"Bang Candra pasti lagi bergurau bareng Eyang." Malik mengangguk setujuh.

"Balik yah Udah mau magrib." kata Malik dan di jawab anggukan oleh Asraf.

Kedua bersaudara itu kemudian beranjak meninggalkan makam Candra.

"apakabar kalian?"

Sosok yang memeluk lututnya sambil memandangi kepergian kedua lelaki bertubuh tegap itu. Dia tersenyum hangat kala tubuh tegap Malik menghilang di persimpangan.

"mereka sudah ikhlas, sekarang sudah benar-benar tenang."

.
.
.
.
Dia menghilang bersamaan dengan hembusan angin yang membawa debu.
.
.
.
.
.

End

Walah dalah... Sangat membangongkan  cerita satu ini tapi nggak nyangka ada yang baca. Terimakasih sebanyak²nya kepada readers yang menyempatkan diri untuk berkunjung ke story aku, setahun lamanya membersamai story Gaje ini.Thank you so much.. Sampai jumpah di story aku selanjutnya see yaaa!!!

GRANDSON'S EYANG MUHSIN [ NCT DREAM] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang