27. Gem

393 49 0
                                    

"Saudara Candra, seseorang menunggu anda di ruang besuk." kata seorang aparat yang kini berdiri di pintu jeruji yang terbuka lebar.

Candra yang awalnya terduduk sambil melipat kedua kakinya sembari bersandar di dinding sel dengan pikiran melayang dan perasaan risau akan keadaan kedua adiknya. Sama sekali dia tak pernah khawatir akan dirinya yang bisa saja mendekam di penjara akibat perbuatannya. Melainkan dia setengah mati ketakutan jika hal yang tidak dia inginkan menimpah Jihano dan Asraf.

Bagi seorang Candra saudaranya lebih penting dari bernafas itu sendiri, sejak kecil dia sudah berjanji kepada ibu dan dirinya sendiri untuk menjadi jantung dan garda terdepan dalam melindungi saudaranya. Bagai kesatria dia rela mati untuk hal itu.

Merasakan satu malam di jeruji besi tidak membuatnya menyesali perbuatannya. Karena meskipun waktu kembali berputar dia akan melakukan yang sama atau bahkan lebih parah.

Dengan malas Candra bangkit di posisinya lantas megikuti penjaga sel yang mengantarnya keruang besuk.

Siapa pula yang datang siang bolong begini? tidak mungkin juga salah satu dari saudaranya yang datang menjenguk karena dia berpesan untuk tidak udah datang dan tinggal untuk menjaga Asraf dan Jihano saja.

Lelaki paruh baya menatap tajam bertabrakan dengan tatapan Candra. Mengapa bapak ada di sini? Langkah lebar lelaki setengah abad itu menuju Kearahnya yang masih terbengong keheranan.

Sisi wajah Candra terasa panas, hampis saja dirinya tersungkur di lantai yang dingin kalau saja penjaga sel tidak menahan tubuhnya. Mata Candra menatap tak percaya lelaki dihadapannya. Tangan kananyan memegang pipi yang terasa nyeri akibat tamparan keras yang dilayangkan oleh Bapaknya.

Ayolah lebam akibat bogeman Baron saja belum sembuh total kini Bapaknya sudah menambah satu riasan di pipinya.

"DASAR ANAK NGGAK BERGUNA, KALAU NGGAK BISA BANGGAIN ORANG TUA JANGAN BUAT HAL YANG BIKIN MALU!" Dani menatap putranya dengan nyalang. menaru  jari telunjuknya tepat didepan wajah Candra seolah mencemooh bagai aib keluarga.

Candra hanya bisa mendengus miris melihat tingkah lelaki dihadapannya. Bukan bermaksud kurang ajar namun lelaki bernama Dani ini yang sayangnya adalah ayah Candra bertingkah seolah merasa terkhianati oleh anak yang dia besarkan sepenuh hati nyatanya saja lelaki dihadapan Candra adalah nol besar yang memalukan.

"Dari awal candra tidak berniat untuk membanggakan Bapak, orang yang ingin aku banggakan sudah pergi kalaupun ada yang ingin ku banggakan itu hanya saudara-saudara Candra." tatapan dingin Candra membuat Dani menciut, tatapan itu membuat Dani kehilangan taring.

"Kamu sama saja dengan wanita itu." nada mencemooh Dani berhasil menyulut kemarahan Candra.

Wanita itu yang Dani sebutkan adalah ibunya yang merawatnya dengan kasih sayang. Sudah berapa kali dia mengatakan kepada Dani untuk tidak menyebut Wanita itu kalau berbicara soal ibunya.

"Tentu saja aku sama dengannya beliaukan ibu Saya"

"heh bangga sekali kamu memiliki ibu yang menjijikan seperti itu" candra mengepalkan tangannya menahan emosi.

"tutup mulut bapak!"

"Heh, kamu tidak tau saja semenderita apa bapak saat bersama wanita itu."

"Menderita? Bapak yang punya simpanan, main gila dibelakan ibu. Bapak bilang menderita?! Oh lucunya.... Perlu anda tau ibu lebih menderita dari pada bapak, bapak nggak pernah tinggal dirumah melihat keadaan ibu. Bahkan anda nggak pernah lihat wajah lesu ibu yang tiap hari anda marahi hanya karena ibu melakukan kesalahan kecil, sebenarnya apa yang kurang dari ibu? Anda yang terlalu kejam... Ibu bahkan depresi hanya karena anda terus bermain gila dengan wanita jalang diluar sana. Anda tau? Akibat perbuatan bapak Candra harus melihat ibu mengakhiri hidupnya didepan mata kepala Candra sendiri." Mata Candra memburu emosinya meledak. Matanya memerah, ujung mata yang sudah siap menumpahkan cairan bening. Candra sunggu sakit hati kepada lelaki dihadapannya.

GRANDSON'S EYANG MUHSIN [ NCT DREAM] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang